1484692_360661430801687_1369319707077610211_nTempe merupakan salah satu makanan khas Indonesia. Namun, belakangan ini tempe tak hanya banyak di konsumsi oleh para pribumi, tetapi sekarang telah mendunia. Banyak para bule kepincut kudapan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai ini. Di London, Inggris, seorang warga negara setempat bernama William Mitchell sukses membawa tempe ke negaranya denga berbagai kreasi. Sebelumnya, ia pun harus rela belajar membuat tempe di tanah Jawa dan meninggalkan pekerjannya sebagai guru Bahasa Inggris. Seperti apa kisahnya?

Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]

Sejumlah menu olahan seperti Tempe Kari, Tempeh Wrap Spicy Tahini Sauce with Pomegranite Molasses, Tempeh Wrap ‘Satay’ Sauce with Almond But­ter dan lain sebagainya coba Mitchell tawarkan kepada penduduk London.

Mitchell mengaku sudah kenal tempe sejak 1995 -an. Pria yang berprofesi sebagai guru Baha­sa Inggris di Jakarta ini awalnya sangat kepincut dan penasaran dengan kelezatan tempe. Saking gemarnya dia bahkan menyempatkan diri bela­jar pembuatannya. Ia pun melalang buanan ke Jawa. Dia menemui beberapa produsen tempe. Belajar beberapa bulan dibawalah ilmu tempe­nya itu kembali ke tanah asalnya.

Merasa mantap akan tempe hasil buatannya, ia memutuskan pulang ke kampunya. Mitch­ell memutuskan mantap membuka bisnisnya sendiri di London, Inggris. Berhenti menjadi guru Bahasa Inggris, kini, ia menjadi pengusaha tempe sejak dua tahun lalu. “Saya banyak meng­gunakan uang tabungan saya untuk bisnis ini,” jelasnya.

Mitchell mengatakan ia tidak pernah men­emukan lagi tempe dengan kualitas bagus sejak kembali ke Inggris dua tahun lalu dan memutus­kan untuk membuat sendiri “Saya belajar mem­buat tempe selama beberapa bulan di Jawa dari beberapa produser dan setelah beberapa bulan saya mampu membuat tempe dengan kualitas tinggi di Inggris,” katanya.

Salah satu menu tempe yang ditawarkan me­lalui akun Facebooknya termasuk tempe kari.

“Jadi saya memutuskan cara terbaik untuk memperkenalkan makanan yang masih baru bagi banyak orang di Inggris adalah dengan men­jual di pinggir jalan,” kata William.

“Konsumen sangat menyukainya dan terbukti sangat populer. Sebagian besar konsumen belum pernah mencoba tempe dan mereka jadi pelanggan tetap,” tambahnya.

Ia membuka lapak tempenya tiga kali seminggu, yakni Rabu, Kamis, dan Jumat. Bermodal sebuah tenda bertuliskan Wa­rung Tempeh – Authentic Indonesian Tem­peh, dia memasak sendiri dan menjualnya dua jam selama makan siang. Setiap hari ia nongkrong di pasar London.

Cita- citanya tak berhenti sekedar jadi tu­kang tempe. Dia tak cuma mau membuat tempe. Tapi aktif buat memasaknya, me­nyajikan dan mempromosikannya. Has­rat terbesarnya adalah memasukan menu tempeh ke dalam masakan restoran. “Saya punya tiga pekerjaan, buat tempe, masak tempe dan promosikan tempe,” ucapnya.

(Apri/BCC)

============================================================
============================================================
============================================================