Bangkrutnya perekonomian Yunani sangat memukul warga negeri para dewa itu, termasuk 900 orang Warga Negara IndoneÂsia (WNI), di negara itu. Sebagian WNI, yang penghasilannya diÂpotong, tak kehabisan akal agar tetap bertahan hidup.
Oleh :Â (Yuska Apitya Aji)
NGADINEM Sansuwito salah saÂtunya. WNI yang sudah sebelas taÂhun sebagai pekerja rumah tangga di Yunani itu memanfaatkan keahlÂiannya membuat tempe, tahu, dan telur asin untuk menambah peÂmasukan sejak gajinya dipotong 25 persen akibat krisis keuangan yang melanda negeri itu tiga tahun lalu. “Lumayanlah, bisa dapat 300-400 euro (sekitar Rp 4,5-6 juta) per bulan,†katanya saat berbincang dengan Bogor Today, via online, Minggu (5/7/2015) kemarin.
Satu potong tempe, ia jual sekitar 1,5 euro (sekitar Rp 22 ribu), sedangkan tahu dia jual 8 euro (sekitar Rp 118 ribu) per kilogram. Dagangannya tersebut dijajakan kepada sesama warga IndoÂnesia di Yunani. Selain itu, ia menÂerima pesanan lewat laman Facebook “Tempe Sidodadiâ€. Namun ia memÂbatasi pesanan lewat online. Sebab, “Bisa kebanjiran pesanan,†ujarnya.
Wanita asal Cilacap itu mengaku beruntung karena majikannya sudah menyiapkan gajinya sebelum bank-bank di Yunani ditutup. “Banyak teman saya yang belum gajian bulan ini,†tuturnÂya. Rata-rata gaji pekerja rumah tangga adalah 500-700 euro (Rp 7,4-10 juta).
Konsumen tempenya adalah masyarakat Indonesia yang tinggal di Athena. Selain dibungkus plastik, tempe buatan Ngadinem juga ada yang dibungkus daun. Ngadinem menggunakan daun murberry sebagai pengganti daun pisang. Sering kali pesanan lewat Facebook begitu banÂyak hingga Ngadinem tidak mampu memenuhinya.
Menurut Ngadinem, situasi krisis mulai terasa sejak 2011 dan semakin memburuk pada 2012. Banyak di antaÂra mereka yang gajinya diturunkan seÂbanyak 20 persen. Itu pun masih lebih baik ketimbang dipecat.
Dia pasrah gajinya dipotong lantaÂran majikannya juga bernasib sama. “Bos saya saja kena potong gaji hamÂpir 60 persen dari pertama kali penuÂrunan gaji pada 2011,†ujarnya. “MereÂka sudah tiga kali menurunkan gaji.â€
Menurut Ngadinem, sebelum kriÂsis, majikan Ngadimen memiliki gaji 5.500 euro, kini hanya berkisar 2.000 euro. “Menurut nyonya saya saja, bahÂkan tinggal 1.000 euro. Seperti halnya petugas pemadam kebakaran di sini, gaji mereka hanya 1.000-1.200 euro,†tutur Ngadinem. Adapun rata-rata penghasilan WNI yang menjadi penaÂta rumah tangga sekitar 500-700 euro (sekitar Rp 7,4-10,4 juta)..
Bagi pengangguran yang memenÂuhi syarat juga dapat mengajukan bantuan dari organisasi tenaga kerja pemerintah OAED sebesar 350-450 euro (sekitar Rp 5,2-6,7 juta). “Banyak juga warga asing mengambil kesempaÂtan ini. Hingga akhirnya OAED tidak mampu memberikan bantuan terseÂbut sejak 2014,†kata Ngadinem.
Dampak bagi WNI, selain ada yang dipecat, dipotong gaji, atau belum mendapat gaji, adalah susah mencari pekerjaan. Kesulitan tersebut makin terasa dan kian parah pada minggu-minggu ini.
Sejak pekan kemarin, bank-bank tutup, ATM dibatasi penarikannya 60 euro (sekitar Rp 889 ribu) per hari, dan jasa pengiriman uang juga tuÂtup sehingga masyarakat Indonesia di Yunani untuk sementara tidak bisa mengirim uang. Transaksi sementara diblokir dari bank pusat. “Harus sanÂgat berhemat. Sembako ada tapi uang tidak ada,†ujar Ngadinem.
Ngadinem melihat masyarakat YuÂnani yang biasanya konsumtif mulai sangat berhemat. Mereka berbelanja untuk keperluan satu bulan ke depan. Warga negara Indonesia di Yunani juga ikut berhemat serta prihatin. “BuÂlan ini hampir semua gaji ditunda denÂgan alasan tidak ada uang,†tuturnya.