NARASI sejarah bangsa menempatkan pemuda dalam posisi penting dan strategis pada arus perubahan sosial Indonesia. Mulai dari perjuangan Kemerdekaan 1945, penjatuhan Rezim Soekarno 1966 hingga Gerakan Reformasi 1998.
Oleh: MUHAMMAD SUFI
Perjuangan pemuda haÂrus diakui masih murni dalam mengusung isu-isu kerakyatan, teruÂtama isu keadilan dan kesejahteraan rakyat. Semangat Sumpah Pemuda 1928 dan DeklarÂasi Pemuda Indonesia 1973 seÂcara historis masih menginspirasi pemuda kini dalam mengembang fungsi sosiologisnya sebagai “agent of change†(agen perubahan).
Jumlah pemuda Indonesia taÂhun 2013 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) diproyeksikan sebeÂsar 62,6 juta orang, yaitu mencapai 25,2 persen dari total penduduk Indonesia. Jika memakai kerangka Pasal 1 angka 1 UU RI No. 40/2009 tentang Kepemudaan, populasi pemuda berusia 16-30 tahun sanÂgat besar, yakni sekitar 60 juta jiwa dari jumlah populasi nasional. Bahkan, apabila definisi pemuda diperluas menjadi berusia 16-40 tahun maka populasi pemuda bisa mencapai 40% populasi nasional.
Periodeisasi menjadi pemuda sangat menentukan jalan hidup seseorang. Untuk itu Pemuda membutuhkan lingkungan yang kondusif dan kematangan diri yang memadai untuk memutusÂkan hal-hal yang sangat mendasar bagi hidupnya di masa depan. Isu pengarusutamaan dan perlindÂungan pemuda secara regulatif merupakan solusi menuju PemuÂda yang paripurna di masa depan.
Pegarusutamaan Pemuda
Pengarusutamaan pemuda dimaknai sebagai strategi sistemaÂtis meningkatkan peran pemuda dalam seluruh aspek kehidupan dengan memperhatikan serta melÂibatkan pemuda dalam perencaÂnaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kebijakan publik. Dengan demikian diharapkan kebijakan publik yang lahir akan ramah terhadap pemuda (youth friendly) dan itu berarti investasi penting bagi masa depan bangsa.
Menurut “World Programme of Action For Youthâ€, pemuda meÂmiliki tiga dimensi, yakni sebagai pewaris masa depan, agen peÂrubahan sosial dan korban utama perubahan sosial. Tiga dimensi tersebut merupakan representasi dari dimensi filosofis, historis, dan sosiologis dari pemuda yang akan semakin menegaskan pentingnya kepemudaan menjadi variabel penting kebijakan publik.
Oleh karena itu, pemuda haÂrus menjadi salah satu “arus utaÂma†dalam preferensi kebijakan publik. Artinya (hampir) setiap kebijakan publik harus memperÂhatikan karakteristik, kebutuhan, dan diarahkan untuk membangun “postur†pemuda Indonesia. AngÂka potensi pertumbuhan pemuda diatas menunjukkan suatu penÂingkatan potensi yang semakin besar jika hal tersebut dapat diÂmanfaatkan seoptimal mungkin.
Namun sebaliknya, apabila poÂtensi tersebut tidak dikelola dengan baik justru akan berdampak negaÂtif terhadap proses pembangunan yang sedang berlangsung. Oleh kareÂna itu untuk memastikan agar poÂtensi pemuda dapat tersalurkan agar menghasilkan manfaat semaksimal mungkin, pemuda perlu dilibatkan dalam proses-proses pembangunan
Perda Pelayanan Kepemudaan
Secara sosial pemuda sangat rentan terhadap berbagai maÂsalah. Kerap kali kita mendapatÂkan informasi tentang kekerasan pemuda seperti tawuran antar peÂlajar/mahasiswa, antar kampung dan konflik sosial lain yang meliÂbatkan pemuda sebagai korban sekaligus pelaku. Belum lagi korÂban narkoba dan pengidap HIV/ AIDS, putus sekolah, pelaku tinÂdak kriminal, pengangguran yang umumnya banyak dari kalangan pemuda. Untuk itu negara harus hadir dalam perlindungan pemuÂda dari dampak destruktif terseÂbut. Dus regulasi yang secara lex specsialis mengatur urusan kepeÂmudaan merupakan keniscayaan politik-hukum pemerintah.
Secara nasional kini sudah berlaku UU No. 40/2009 tenÂtang Kepemudaan jo. PP No. 41/2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda, serta Penyediaan PrasaÂrana dan Sarana Kepemudaan jo. PP No. 60/2013 tentang Susunan Organisasi, Personalia, dan MeÂkanisme Kerja Lembaga PermoÂdalan Kewirausahaan Pemuda. Namun itu tidaklah cukup jika secara teknis diderivasikan pada tingkat daerah. Dus menjadi tepat dibeberapa provinsi, kabupaten/ kota kini sudah banyak yang meÂmiliki Perda yang mengatur seÂcara lex specialis persoalan kepeÂmudaan, misal Perda Provinsi Banten No. 10 Tahun 2014 TenÂtang Pembangunan Kepemudaan, Perda Kabupaten Badung No. 21 Tahun 2013 Tentang PemberdayÂaan Pemuda, Perda Kabupaten Bandung Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Pembangunan KepemuÂdaan, dan lainnya.
Hasil Focus Group Discussion (FGD) Seri 3 Komisi Hukum, HAM, dan Advokasi DPD KNPI Kota BoÂgor beberapa waktu lalu mengÂhasilkan rekomendasi perlunya Perda Pelayanan Kepemudaan di Kota Bogor. Gagasan ini bukan beÂrarti sekedar bentuk “latah†dan/ atau “ikut-ikutan†an sich, kareÂna dibeberapa kota/kabupaten lain sudah ada. Perda Pelayanan Kepemudaan diperlukan untuk menyadarkan, memberdayakan, mengembangkan kepemimpinan, kewirausahaan serta kepeloporan pemuda. Hal ini penting disadari karena tanpa perlindungan dan membangun postur atau “profilÂing†pemuda yang lebih baik tidak mungkin kita dapat melahirkan generasi bangsa yang lebih baik di masa depan. Bayangkan apabila kita memiliki pemuda yang dapat tumbuh lebih sehat, berkualitas, dan kompetitif, akhirnya kita akan memiliki generasi bangsa yang lebih sehat, berkualitas, dan komÂpetitif dari generasi sebelumnya.
Menjadikan pemuda sebagai salah satu “arus utama†preferÂensi kebijakan publik, tidak cuÂkup hanya dengan regulasi yang bersifat nasional tapi dibutuhkan produk hukum lokal, semisal PerÂda yang secara lex specialis menÂgatur dan berisi “local wisdom†yang menyertai materi hukumÂnya. Untuk itu massa pemuda, terutama yang berhimpun dalam organisasi kepemudaan berharap Perda Pelayanan Kepemudaan ini secepatnya direspon oleh Pemkot Bogor dan/atau DPRD Kota Bogor untuk bisa masuk dalam daftar prolegda, amin. (*)