Lima hari lagi Nahdlatul Ulama (NU) akan menggelar agenda rutin lima tahunan, Muktamar di Jombang, Jawa Timur. Rais Syuriyah PBNU KH Masdar Farid Mas’udi yang juga anggota steerÂing committee Muktamar menyebutkan persiapan sudah final.
Oleh : (Yuska Apitya Aji)
menjabat sebagai AHWA. “AHWA ini atau biar gampangnya bisa disebut formatur, yang akan memilih Rais Aam,†tutur Masdar.
Muktamar ke 33 NU bakal digelar di 5 lokasi berbeda. Sidang pleno dan pembukaan muktamar akan digelar di Alun-alun JomÂbang. Sedangkan pelaksanaan rapat komisi bakal digelar di 4 pondok pesantren berbeda. Yakni di Ponpes Tebu Ireng, Darul Ulum, BahÂrul Ulum, dan Ponpes Mambaul Ma’arif.
Latar belakang berdirinya Nahdlatul UlaÂma tak bisa dilepaskan dari semangat para santri pesantren semasa perjuangan dahulu. Kaum pesantren pada awal abad 20 dalam kancah internasional turut andil dalam laÂhirnya Nahdlatul Ulama (NU).
Dikutip dari situs nu.or.id, Senin (27/7/2015) kalangan pesantren ikut dalam perlawanan kolonialisme dengan mendirikan organisasi pergerakan. Organisasi tersebut antara lain adalah Nahdlatut Wathan (KebangÂkitan Tanah Air) pada tahun 1916, Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pikiran) pada 1918, serta Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Saudagar).
Pada tahun 1925 kalangan pesantren ini kemudian dikeluarkan dari Kongres Al IsÂlam karena memiliki perbedaan pandangan. Kala itu memang Raja Arab Saudi Ibnu Saud menetapkan asas tunggal yakni mahzab WaÂhabi di Mekkah. Asas ini menganggap tradisi pra-Islam sebagai hal yang bid’ah. Salah satu bentuk tradisi yang dimaksud adalah ziarah kubur. Ketetapan Ibnu Saud ini kemudian diÂtanggapi positif oleh sebagian besar organisaÂsi massa Islam di Indonesia, kecuali kalangan pesantren.
Karena dikeluarkan dari Kongres Al Islam di Yogyakarta, kalangan pesantren kemudian tak bisa mengirimkan delegasi dalam MukÂtamar Alam Islami (Kongres Islam InternasionÂal). Muktamar tersebut akan mengesahkan ketetapan Ibnu Saud yang kemudian akan diiÂkuti oleh komunitas muslim di seluruh dunia.
Namun kalangan pesantren bertekad kuat untuk mempertahankan tradisi yang dianggap tak melenceng dari ajaran Islam ini. Maka itu kemudian mereka membentuk delegasi sendiri bernama Komite Hejaz yang diketuai KH Wahab Hasbullah.
Berkat lobi dari Komite Hejaz itu keÂmudian hingga kini umat Muslim di seluruh dunia bebas melaksanakan mahzab apa pun saat beribadah di Mekkah. Setelah itu kalanÂgan pesantren merasa perlu untuk membuat Komite Hejaz lebih permanen sehingga dapat mengawal perkembangan zaman.
Pada 31 Januari 1926 kemudian terbenÂtuklah Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) yang dipimpin oleh KH Hasyim Asy’ari. UnÂtuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy’ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.
Muktamar ke-33 ini juga akan memilih Rais Aam. Pemilihan tersebut dilakukan oleh Ahlul Halli Wal ‘Aqdi yang berjumlah sembiÂlan orang. “Jadi sudah ada usulan 39 nama Ahlul Halli Wal ‘Aqdi, nah nantinya tiap peÂmilik suara mengajukan sembilan nama. SeÂhingga nantinya akan terpilih sembilan nama tertinggi untuk menjadi anggota itu,†kata Ketua GP Ansor Nusron Wahid saat dihubunÂgi, Senin (27/7/2015).
Nusron juga ikut mengusulkan nama calon Ahlul Halli Wal ‘Alqi. Menurut dia calon-calon itu berasal dari kiai senior NU yang sanÂgat terpandang dari setiap wilayah di IndoneÂsia. “(Yang saya usul) ada KH Maruf Amin, KH Maemoen Zubair, KH Nawawi Abdul Djalil, KH Sanusi Baco, KH Badrudin, KH Kholil Rahman, dan KH Saroni Ahmadi,†sebut Nusron.
Sementara itu 39 nama calon yang ada sudah diusulkan melalui Rapat gabungan SyÂuriyah dan Mustasyar PBNU di gedung PBNU, Jakarta, pada 30 Juni 2015.