JAKARTA, TODAY — Nilai tukar dolar AmeriÂka Serikat (USD) kian perkasa terhadap rupiÂah. Pada perdagangan Senin (27/7/2015) USD nyaris menembus level Rp 13.500. Sudah hamÂpir dua bulan ini posisi USD setara dengan masa krisis moneter 1998.
Senin pagi, USD dibuka di kisaran Rp 13.466 dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu di Rp 13.440. Seperti dikutip dari data perdagangan Reuters, Senin pagi, USD dibuka di kisaran Rp 13.466 dibandingkan posisi pada penuÂtupan perdagangan akhir pekan lalu di Rp 13.440. Seperti dikutip dari data perdagangan Reuters, Senin (27/7/2015), hingga siang mata uang Paman Sam beÂrada di level Rp 13.450.
Ketua Dewan Komisioner OJK MuÂliaman D Hadad mengungkapkan, piÂhaknya selaku otoritas di industri keuanÂgan terus memantau perkembangan gerak rupiah.
OJK melakukan stress test terkait niÂlai tukar rupiah di level tertentu, memÂbuat skenario terbaik dan terburuk. “Kita selalu antisipasi. Skenario optimis, skenario pesimis. Bisa macam-macam, namanya juga skenario. Kita terus panÂtau,†ujar Muliaman di acara Halal bi Halal di Gedung OJK, Jl Wahidin Raya, Jakarta, Senin (27/7/2015).
Muliaman menjelaskan, stress test dilakukan di level tertentu untuk menÂguji sejauh mana ketahanan sektor keuangan terhadap gejolak yang ada. Ini juga dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketahanan perbankan Indonesia.
“Secara individual satu per satu kita pantau termasuk mitigasi lembaga keuangan terhadap risiko, itu pekerÂjaan rutin pengawas, setiap hari, kita terus pantau, volatilitas rupiah termasuk tingkat suku bunga,†jelas dia.
Muliaman mengatakan, saat ini kondisi perbankan Indonesia dinilai cukÂup aman termasuk dari sisi permodalan. “Situasi permodalan bank cukup kuat, di ASEAN, Capital Adequacy Ratio (CAR) bank kita sudah paling tinggi, ibaratnya shock brekernya sudah kuat. Gejolak boÂleh terjadi, tapi banknya bisa tetap kuat karena shock breaker-nya bagus,†imÂbuh Muliaman.
Nilai tukar USD masih terus menguat terhadap rupiah.
Menteri Keuangan Bambang BrodÂjonegoro menilai, posisi USD tersebut tetap menjadi perhatian pemerintah. DiÂharapkan Bank Indonesia (BI) bisa menÂjaga pada posisi yang relatif aman.
“Ya kita selalu waspada. Salah satu daya tahan ekonomi kita kan rupiah. Kita harapkan BI juga menjaga kurs ruÂpiah ke level yang aman,†ungkap BamÂbang di Gedung Djuanda, Kemeterian Keuangan, Jakarta, Senin (27/7/2015).
Nilai tukar rupiah memang sudah bergerak cukup jauh dari asumsi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perubahan 2015. USD awalnya dipatok Rp 12.500. “Yang penting rupiah jangan terlalu unÂdervalue dan overvalue,†sebutnya.
Terjadinya pelemahan rupiah karena sinyal dari Bank Sentral AS The Fed yang akan menaikan suku bunga dalam waktu dekat. Sehingga rupiah dan mata uang negara lain melemah terhadap dolar AS.
“Rupiah terkena tekanan, semua mata uang sebenernya karena ada sinyal Fed akan naikan Fed Rate sebelum akhir tahun. Itu yang dijadikan spekulasi oleh para inevstor mata uang. Tapi kalau kita lihat rupiah terhadap euro dan dolar AusÂtralia menguat. Ini karena dolar AS-nya dijadikan save haven,†papar Bambang.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, kondisi nilai tukar rupiah dalam keadaan baik. ‘’Kita nggak perlu khawatir dengan nilai tukar Indonesia,†ucap dia saat ditemui di sela-sela acara Halal bi Halal di Gedung OJK, Jl Wahidin Raya, Jakarta, Senin (27/7/2015).
Agus menjelaskan, kondisi rupiah saat ini tidak terlepas dari situasi perekoÂnomian global. “Kalau pun kita menÂdalami nilai tukar memang ada kondisi eksternal yang mempengaruhi, yang utama adalah perekonomian di AS terus mengalami perbaikan, walaupun perbaiÂkan nggak seperti yang diprediksi. Kita juga mengikuti employment-nya menunÂjukkan perbaikan, dan statement GuberÂnur The Fed bahwa Fed fund rate akan meningkat,†jelas dia.
Agus menyebutkan, kondisi-kondisi tersebut tentu berdampak pada seluruh perekonomian dunia tak terkecuali InÂdonesia. “Kita tahu bahwa kondisi sepÂerti ini terjadi, dolar AS yang menguat dan mata uang negara lain terpengaÂruh,†katanya.
Lebih jauh Agus menjelaskan, kondiÂsi dunia yang lain yang perlu diperhaÂtikan adalah China yang ekonominya selama 20 tahun tumbuh di atas 10%. Selama 3 tahun terakhir terkoreksi turun dan bahkan di tahun 2015 ini diperkiÂrakan menjadi 6,8%.
Namun, lanjut Agus, dirinya melihat bahwa ekonomi China mulai stabil, naÂmun dikejutkan dengan koreksi di pasar modal China turun sampai 30%. Hal ini tidak berpengaruh langsung ke IndoneÂsia, tapi berpengaruh terhadap keperÂcayaan masyarakat dunia bahwa di duÂnia sedang terjadi ketidakpastian.
Agus menyebutkan, kondisi ekonoÂmi China melemah, ekonomi dunia yang tadinya diprediksi tumbuh 4% terkoreksi 3,8% menjadi 3,5%, bulan lalu diperkiÂrakan 3,39%, ternyata malah diprediksi 3,3%. Jadi, kata Agus, lebih rendah dariÂpada tahun lalu 3,4%.
“Nah hal ini berpengaruh juga keÂpada dunia termasuk Indonesia. Untuk Indonesia saya melihat bahwa terjadi perbaikan kondisi Indonesia, yang utaÂma inflasi sampai Juni 0,96%. Jadi, inflasi di akhir 2015 sesuai dengan rencana di kisaran 4 plus minus 1 persen,†sebut Agus.
(Alfian M|net)