Untitled-8JAKARTA, Today — Nilai rupiah masih ter­tekan dolar Amerika Serikat (USD). Senin (3/8/2015) USD sempat Rp 13.500. Menyikapi ini, Bank Indonesia (BI) kembali melakukan intervensi pada kurs rupiah dengan meng­gelorkan cadangan devisa yang kian menipis.

 “Mengenai rupiah yang sekarang Rp 13.500, saya tegaskan, BI akan lakukan intervensi di pasar valas (valuta asing),” kata Deputi Guber­nur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Jakarta, Senin (3/8/2015).

Perry mengungkapkan, penggunaan cada­gangan devisa untuk membantu penguatan rupiah terpaksa dilakukan agar rupiah tidak semakin merosot. “Kami akan terus melakukan stabilisasi, dan makanya anda lihat sekarang de­visa kita turun. Itu karena kita melakukan inter­vensi di valas,” jelas Perry.

Perry mengungkapkan, merosotnya nilai rupiah imbas kondisi ekonomi global mem­buat BI harus mengambil langkah paling cepat memulihkan rupiah. “Setelah Yunani, perlam­batan di China juga sangat pengaruh sekali. Apalagi kita juga masih menunggu The Fed. Saya tegaskan, BI akan lakukan apa pun untuk menstabilkan rupiah, termasuk dengan devisa kita,” tegasnya.

Sementara itu, Head Analis Forex Monex In­vestiondo Ariston Tjendra mengatakan, belum ada tanda-tanda rupiah membaik hingga beber­apa minggu ke depan. Bahkan, jika kondisi eko­nomi belum membaik, ditambah situasi ketida­kpastian isu ekonomi dari AS, rupiah masih sulit terkoreksi positif.

BACA JUGA :  Menu Sahur dengan Sup Miso Tofu Bayam yang Simple dan Lezat

“Selama kondisi ekonomi secara fundamen­tal belum ada perbaikan, dan diperparah den­gan kenaikan suku bunga di AS, ini (pelemahan rupiah) masih mungkin terjadi,” kata Ariston Senin (3/8/2015).

Selain rencana penetapan bunga acuan The Fed dan memburuknya kondisi ekonomi dalam negeri, sambung Ariston, pelemahan rupiah juga imbas ketidakpastian pertumbuhan eko­nomi di kuartal II-2015.

“Kuartal I kan sudah ditetapkan sebesar 4,7%. Saat ini pelaku pasar juga sedang menanti-nanti angka pasti pengumuman pertumbuhan ekonomi Kuartal II 2015. Ini juga berefek pada pelemahan rupiah, karena estimasi pelaku pas­ar rata-rata masih pesimis dan penuh gonjang-ganjing,” jelas Ariston.

Ariston mengungkapkan, jika pemerintah tak segera mengambil langkah konkrit perbai­kan ekonomi secara fundamental, kepastian kenaikan suku bunga AS dalam beberapa bulan mendatang bisa membuat rupiah lebih anjlok dari nilai sekarang.

“Paling konkrit saat ini adalah infrastruktur. Tekanan ekonomi sekarang sudah sangat tinggi, dan mendorong peningkatan infrastruktur merupakan solusi sekarang paling mendesak dilakukan,” katanya.

BACA JUGA :  Catat 2 Lokasi Pelayanan SIM Keliling di Kabupaten Bogor, Sabtu 23 Maret 2024

Menurut Ariston, infrastruktur banyak do­rong sektor lain dan hasilnya yang paling ter­lihat cepat di antara yang lain. ‘’Rupiah turun kan karena dolar di dalam (negeri) sedikit, ke­bijakan kenaikan bunga untuk menarik dolar ke dalam juga kurang baik, karena di sisi lain kon­sumsi jadi berkurang. Kalau infrastruktur dido­rong, kuartal II harapannya 2015 (pertumbuhan ekonomi) 5% ke atas bisa terealisasi, otomatis rupiah sedikit terbantu,” tambah Ariston.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, akibat tekanan dari eksternal maka pemerintah tidak bisa berbuat banyak ketika mata uang Garuda alami pelema­han. “Rupiah adalah sesuatu yang tidak banyak dilakukan pemerintah, karena faktor ekster­nal,” ujar Sofyan di Jakarta, Senin (3/8/2015).

Faktor eksternal tersebut adalah rencana The Fed menaikkan tingkat suku bunga acuan. Meski jadwalnya masih rumor, rencana naiknya suku bunga AS ini membuat pasar keuangan dunia gonjang-ganjing.

“Kan AS rencana menaikkan suku bunga. Itu dijadikan alasan untuk gerakan pasar. Itu juga terjadi di banyak negara. Dan kami jaga agar rupiah tetap reasonable (batas wajar),” ujarnya.

(Alfian M|detik)

============================================================
============================================================
============================================================