Saat kurs rupiah terjerembab, bisnis lindung nilai (hedging) yang ditawarkan perbankan pun ramai permintaan. Pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) memupuk rasa percaya diri bankir terhadap masa depan bisnis hedging
Oleh : Adilla Prasetyo
[email protected]
Contoh Bank Rakyat Indonesia (BRI). Bank pelat merah ini menÂgaku membidik tamÂbahan kontrak fasilitas lindung nilai sebesar US$ 3 miliar di seÂmester kedua tahun ini. Target BRI yakni sepuluh badan usaha milik negara (BUMN).
Saat ini, rata-rata nilai konÂtrak hedging dari BUMN di BRI berkisar antara US$ 100 juta sampai US$ 200 juta per peruÂsahaan. Per akhir Juli 2015, BRI sudah mengantongi kontrak hedging dari 15 BUMN dengan total nilai US$ 1,7 miliar.
BRI juga mendapatkan dari kontrak lindung nilai 16 peruÂsahaan swasta senilai US$ 400 juta. Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo mengaÂtakan, klien layanan lindung nilai terbesar BRI adalah PT Pertamina yang mencapai 30% dari total nilai hedging.
Sisanya, yakni PT Garuda InÂdonesia, PT Pelindo II, PT PeruÂsahaan Gas Negara (PGN), KrakaÂtau Steel dan lainnya. “Sudah ada penandatanganan kerjasaÂma fasilitas hedging terhadap 10 BUMN tersebut. Namun, belum semuanya menggunakan,†ujar Haru, Rabu (12/8).
Haru menilai, tren pelemaÂhan rupiah bakal mendorong lebih banyak perusahaan menggunakan fasilitas hedging untuk menimimalisir risiko. “Kebanyakan digunakan peruÂsahaan yang mempunyai kewaÂjiban pembayaran dollar,†ujar Haru.
Senada, Bank Mandiri pun optimistis bisa mengantongi berkah tambahan dari bisnis hedging. Di tengah ambruknya nilai tukar rupiah, Bank MandiÂri mengaku terus mendapatkan kontrak hedging dari BUMN.
Direktur Tresuri Bank ManÂdiri, Pahala Mansuri, menamÂbahkan, ada dua hingga tiga BUMN yang telah melakukan hedging dalam bentuk currenÂcy swap di Bank Mandiri. Bank Mandiri juga memberi fasilitas lindung nilai senilai US$ 2,5 miliar kepada Pertamina.
Menurut Direktur Finance & Strategy Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo, sejauh ini, peÂrusahaan BUMN lebih memiliki kesadaran tinggi untuk melakuÂkan hedging, khususnya saat rupiah melemah. “Kebetulan, dalam dua bulan ini banyak perusahaan BUMN yang diwaÂjibkan hedging valas mereka,†terang Kartika.
Royke Tumilaar, Direktur Korporasi Bank Mandiri pernah mengatakan, potensi hedging untuk perusahaan mencapai US$ 11 miliar pada tahun 2015. “Potensi hedging valas untuk perusahaan BUMN mencapai US$ 1 miliar, dan perusahaan non BUMN mencapai US$ 10 miliar,†kata Royke.
Bank Mandiri telah melÂakukan hedging kepada peruÂsahaan dengan nilai transaksi mencapai US$ 12 miliar per akhir tahun 2014. Sementara, Bank Rakyat Indonesia (BRI) telah memberikan total fasiliÂtas hedging sebanyak US$ 1,85 miliar per Mei tahun ini.
Dari total nilai tersebut, sebesar US$ 1,38 miliar menguÂcur kepada BUMN. Sedangkan sisanya US$ 475 juta, berasal dari perusahaan swasta. Saat ini, bisnis hedging masih diÂkuasai oleh bank pelat merah. Sebabnya, baru BUMN yang dikenai kewajiban untuk melÂakukan lindung nilai terhadap utang yang dimiliki. Hal ini mengacu Peraturan Menteri BUMN No PER-09/MBU/2013 tentang Kebijakan Umum TranÂsaksi Lindung Nilai BUMN.