Terus terkoreksinya nilai tuÂkar rupiah mengakibatkan para bankir menaruh haÂrapan besar perombakan susunan kabinet mamÂpu mengerek penyerapan belanja pemerintah sehingga menyumbang pembaikan pertumbuhan ekonomi.
Direktur Keuangan PT Bank ManÂdiri (Persero) Tbk. Kartika WirjoatÂmodjo mengatakan perlambatan ekonomi masih menempati posisi pertama yang menyumbang peningÂkatan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Unsur pelemahan nilai tukar, lanÂjut dia, lebih berdampak pada nasaÂbah dengan eksposur tinggi dalam dolar. Namun, jumlah nasabah ini, diklaim Kartika, hanya sebesar 15% dari total kredit di Bank Mandiri.
“Dampak penguatan dolar terhaÂdap bank tidak terlalu material. Yang memiliki dampak besar itu perlamÂbatan ekonomi. Moga-moga dengan perubahan di pemerintah ada angin sentimen baru yang membawa marÂket lebih positif,†jelas Kartika di JaÂkarta, pekan ini.
Kartika juga menyebutkan piÂhaknya berharap pemerintah bisa mengeluarkan insentif di sektor ekspor. Sebab, dengan pelemahan rupiah seharusnya menjadi peluang bagi Indonesia untuk menggenjot ekspor sehingga mempengaruhi pendapatan di sektor ini.
Bank Mandiri, kata Kartika, juga telah melakukan stress test di kisaran Rp14.000. Hasilnya, emiten berkode saham BMRI tersebut dinilai masih mampu bertahan kendati ada penÂingkatan NPL dan rugi valas. “Modal kami di 17,7%. Kami masih jauh dari cukup,†tutur Kartika.
Selain itu, para debitur yang beruÂtang dalam mata uang dolar pun umÂumnya telah melakukan hedging atau memiliki natural hedge. Kartika meÂrinci, komposisi nasabah yang beruÂtang valas umumnya berasal dari sekÂtor ke mining, oil, dan gas yang juga memiliki pemasukan dalam mata uang dolar.
Kartika juga menyebutkan perseÂroan telah mengantisipasi pelemaÂhan nilai tukar dengan menjaga poÂsisi loan to deposit ratio (LDR) valas di posisi 60% dari posisi sebelumnya yang umumnya berada di kisaran 75%. “Jadi risikonya enggak berat,†lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Sumut Edhie Rizliyanto mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah bakal berdampak signifikan pada bank dengan debitur valas yang besar. Pasalnya, nilai utang valas naÂsabah akan kian membengkak. KemuÂdian, bisa berisiko macet akibat perÂtumbuhan ekonomi yang melambat.
Namun, lanjut Edhie, perseroan lebih mewaspadai imbas penurunan nilai tukar rupiah terhadap perlamÂbatan ekonomi. Sebab, Bank Sumut tak memiliki debitur valas. “Realisasi kredit cenderung turun, tapi tak ada risiko kurs karena belum punya debiÂtur valas,†ujar Edhie.
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Ryan KiryÂanto mengatakan satu-satunya mesin yang dapat mendorong pertumbuÂhan ekonomi yakni penyerapan angÂgaran pemerintah. Sebab, di kondisi seperti saat ini, dengan penyerapan anggaran pemerintah mampu meÂningkatkan daya beli masyarakat yang kemudian berdampak pada peningkatan ekonomi.
Dia memproyeksikan pertumbuÂhan kredit pada akhir tahun ini tak akan menyentuh posisi di atas 11% seÂcara y-o-y. Sebab, kata dia, pertumbuÂhan ekonomi hingga kuartal II/2015 pun hanya tercatat di posisi 4,67%. “Sampai akhir tahun ini hanya 10%- 11% prediksi saya,†tutur Ryan.
Oleh :Adilla Prasetyo Wibowo
[email protected]