JAKARTA TODAY – Pemerintah akhirnya selesai merevisi PeraÂturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2015 soal Jaminan Hari Tua (JHT). Kini peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan bisa mencairkan JHT jika tak lagi bekÂerja, yakni saat terkena PHK (PuÂtus Hubungan Kerja) atau saat mengundurkan diri (resign).
“Alhamdulillah sudah seleÂsai. Dilakukan revisi menjadi PP No. 60 tahun 2015. DitindakÂlanjuti oleh Permen No. 19 TaÂhun 2015 Tentang tata cara dan persyaratan pembayaran JHT,†kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri saat jumpa pers di Kementerian KetenagakerÂjaan, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Timur, Kamis (20/8/2015).
Peserta yang tidak lagi bekÂerja termasuk yang keluar kerÂja dengan sengaja (resign) atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). “Poin utama dari revisi PP JHT kontennya sama. Para pekerja yang terkena PHK atau yang berhenti bekerja bisa mencairkan jaminan hari tuanÂya satu bulan setelah berhenti bekerja,†ujarnya.
Selain itu, peserta juga bisa mencairkan dana JHT jika akan meninggalkan Indonesia dan bekerja di luar negeri. Dalam aturan sebelumnya, dana JHT hanya bisa dicairkan penuh seteÂlah peserta berumur 56 tahun.
“Peraturan teknis penÂcairan JHT diatur BPJS KetenaÂgakerjaan Mulai 1 September 2015. Para pekerja yang terkeÂna PHK sudah bisa memproses pencairan JHT-nya pada 1 SepÂtember 2015,†katanya.
Ia mengatakan, revisi PP ini dilakukan karena pemerintah responsif terhadap masalah tenaga kerja yaitu soal PHK dan kesempatan kerja.
“Bukan karena pemerintah keliru atau melakukan kesalaÂhan, tetapi lebih karena menÂgakomodir keluhan atau aspiÂrasi para pekerja,†tambahnya.
Dengan aturan baru ini, dana JHT bisa cair dalam jangÂka waktu satu bulan. Tidak ada lagi syarat yang harus menungÂgu 5 tahun, 10 tahun atau samÂpai umur 56 tahun. Lalu apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencairkan dana JHT ini?
“Kartu asli BPJS, KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga), surat berhenti bekÂerja, diikuti fotokopi surat asli dari perusahaan yang menyaÂtakan pegawai tersebut betul-betul berhenti bekerja,†kata Direktur Utama BPJS KetenaÂgakerjaan Elvyn G. Masassya saat jumpa pers di KementeÂrian Ketenagakerjaan, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Timur, Kamis (20/8/2015).
Persyaratan ini bisa dibawa oleh peserta setelah satu bulan berhenti bekerja. Jika adminÂistrasi sudah lengkap, maka dana JHT bisa langsung cair keesokan harinya. “Dapat mencairkan JHT-nya 1 hari seteÂlah persayaratan administrasi lengkap. Seluruh dana JHT peÂserta bisa dicairkan,†jelasnya.
Ia mengatakan, perusaÂhaan yang melakukan PHK harus melapor ke Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan. Pekerja juga harus proaktif dengan bukti PHK ada di tanÂgan sehingga lebih mudah unÂtuk melakukan pencairan. “Ini wajib. Ada sanksi pidana dan pelayanan publik dicabut (kaÂlau perusahaan tidak lapor). Ada 17,2 juta tenaga kerja peÂserta JHT. Belum ada laporan dari perusahaan yang pekerÂjanya terkena PHK dan akan mencairkan JHT,†ujarnya.
Awal Juli lalu, ratusan pekerja eks outsourcing di seÂjumlah perusahaan melakukan aksi protes ke kantor Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cabang Bogor, yang berlokasi di Jalan Pemuda, Kota Bogor.
Mereka memprotes atuÂran baru BPJS mengenai UU 40/2004 tentang Sistem JamiÂnan Sosial Nasional, per 1 Juli 2015 pengambilan Jaminan KeÂcelakaan Kerja ( JKK), Jaminan Kematian ( JK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan PenÂsiun ( JP). Dalam klausul aturan baru tersebut, pekerja baru bisa menarik premi ganti seteÂlah masa kepesertaan 10 tahun. Sementara berdasarkan aturan lama yakni UU Nomor 3 Tahun 1992, pekerja boleh mengamÂbil ganti premi mereka dengan tengat waktu hanya 5 tahun.
Klaim dana JHT juga makÂsimal bisa diambil 10 persen. Pengambilan seluruh saldo hanya dapat dilakukan setelah usia 63 tahun. Anehnya pemÂberlakuan aturan baru ini tanÂpa sosialisasi terlebih dahulu.
(Yuska Apitya Aji)