PEMERINTAH Kabupaten Bogor terancam sanksi Presiden Jokowi lantaran tak mencairkan anggaran yang bersumber dari APBN. Dana tersebut hanya disimpan di bank. Selain Kabupaten Bogor, ada empat kabupaten lainnya di peringkat lima besar yang memarkir dana rakyat yakni Kutai Kartanegara, Malang, Bengkalis, dan Berau.
ALFIAN MUJANI|RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Sementara di deretan lima besar Pemerintah Kota yang juga terancam sanksi dari Presiden Joko Widodo adalah Kota Surabaya, Medan, CimaÂhi, Tangerang, dan Kota Semarang.

 Di deretan pemerintah provinsi, yang masuk lima besar teratas yang tak mampu menyerap dana APBN adalah Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, Riau, Papua, dan Pemprov Kalimatan Timur.
Rendahnya daya serap anggaÂran oleh pemerintah daerah terseÂbut, membuat ratusan triliun dana dari APBN nganggur. Per Juli 2015 saja, ada Rp 273 triliun dana milik Pemda yang parkir di Bank PemÂbangunan Daerah (BPD) di seluruh Indonesia.
Akibatnya, dana ratusan triliun dari APBN itu tak mengalir kepada masyarakat. Padahal, Presiden Joko Widodo terus mendorong pertumÂbuhan ekonomi, dengan mengÂgerakkan dana APBN. Salah satuÂnya dengan memperbesar porsi ke transfer daerah.
‘’Sayangnya banyak dana APBN yang tidak dimanfaatkan baik oleh pemerintah daerah,’’ kata Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro di Gedung Djuanda, Kemenkeu JaÂkarta, Jumat (21/8/2015)
Menumpuknya uang jatah daeÂrah yang tak dimanfaatkan oleh Pemda, sudah dilaporkan Menkeu kepada Presiden Jokowi. Presiden pun langsung menugaskan MenÂkeu Bambang Brodjonegoro segera menyiapkan sanksi untuk masing-masing Pemda.
“Presiden langsung beritahu ke saya. tolong dana menganggur di daerah itu dieselesaikan. Bila perlu sanksi, berikan sanksi,†tegas Bambang, menyampaikan perintah Presiden Jokowi.
Bambang menyampaikan, keÂnaikan dana menganggur tersebut terasa sejak awal 2015. Pada DeÂsember 2014, dana idle tercatat Rp 113 triliun. Kemudian Januari 2015 naik menjadi Rp 168,9 triliun, FebÂruari naik lagi menjadi Rp 181,2 trilÂiun, Maret menjadi Rp 227,7 triliun, April menjadi Rp 253,7 triliun, Mei menjadi Rp 255,3 triliun, dan Rp 273,5 triliun di Juli 2015.
“Ini menjadi konsen. Karena poÂsisinya dari akhir tahun 2014, ini maÂkin lama makin tinggi,†terangnya.
Bambang mengatakan, dana tersebut tidak hanya diletakkan pada bank-bank daerah. Namun juga bank-bank lain. “Ternyata tak cuma di bank daerah bahkan menyebar di banyak bank. Wajar karena ini dana murah dan bisa membantu likuidiÂtas bank. Tadinya didominasi bank daerah, juga digerogoti oleh bank-bank lain,†tukas Bambang.
Hal ini sudah disampaikan beberapa kali ke Pemda. Namun menurut Bambang, belum ada peÂrubahan hingga sekarang. Sehingga solusi paling tepat adalah dengan menyiapkan sanksi untuk Pemda. “Motivasi kita memberikan sanksi karena memang sudah diberi warnÂing, tapi malah jumlahnya terus meÂningkat,†pungkasnya.
Kementerian Keuangan (KeÂmenkeu) mencatat dana Pemda yang menganggur (dana idle) di perbankan sebesar Rp 273,5 triliun (per Juli 2015). Pemerintah ProvinÂsi DKI Jakarta dan Kota Surabaya adalah dua daerah dengan dana menganggur terbesar.
“Daerah-daerah ini memiliki dana yang cukup besar, tapi cuma diletakkan di perbankan, bukan disalurkan ke masyarakat,†ungkap Bambang Brodjonegoro.
Bambang menuturkan, bila daeÂrah-daerah tersebut tidak memperÂbaiki penyerapannya hingga akhir 2015, maka daerah-dareah ini akan menerima sanksi di tahun berikutnya.
Sanksi pertama adalah dengan mengonversi dana transfer ke daeÂrah ke dalam bentuk non tunai, yaiÂtu Surat Utang Negara (SUN). Kedua adalah dengan mengurangi dan menghentikan penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun beriÂkutnya “Metode sanksinya ini baru 2016, tapi akan melihat di kinerja 2015,†tegasnya.
Menteri Keuangan menjelaskan faktor penyebab Pemda enggan menggunakan dana pembangunan yang bersumber dari APBN itu. AnÂtara lain para kepala daerah takut dikriminalisasi oleh aparat hukum. Sehingga daripada mengambil risiko diadili dan dipenjara, lebih baik diletakkan di bank.
“Di sisi lain ada ketakutan akan kriminalisasi dari beberapa kepala daerah. Memang complicated. Tapi ya semua orang menduduki posisi, pasti dengan risiko,†ujarnya Menkeu.
Akan tetapi, bila pemda meÂmiliki program dan kegiatan yang benar dan bermanfaat untuk maÂsyarakat, tidak mungkin dikrimiÂnalisasi. Justru masyarakat akan terbantu kesejahteraannya oleh pemda.
Selain itu, dimungkinkan dana tersebut ditunda pencairannya menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada). Terutama untuk daerah yang Gubernur, Walikota atau BuÂpatinya kembali mencalonkan diri saat Pilkada.
“Daerah dengan incumbent yang mau maju lagi pasti mau keluÂarkan uang banyak. Khususnya saat kampanye. Orang Indonesia kan inÂgatannya pendek, jadi banyak meliÂhat calon itu ketika apa yang dilakuÂkannya saat itu juga,†ungkapnya.
“Apalagi untuk kepala daerah yang tidak ikut Pilkada lagi, ada yang cuek saja nggak peduli dana itu mau cair atau tidak. Simpan saja terus di bank dan jadi tugas kepala daerah selanjutnya. Emang gue pikirin duitnya terserap berapa,†terang Bambang.
Karena untuk pemda, ketika dana tersebut tidak terserap pada tahun ini, maka akan digeser ke tahun berikutnya. Berbeda dengan dana Kementerian Lembaga (KL), yang ketika tidak habis di akhir taÂhun, maka akan masuk sisa lebih perhitungan anggaran (silpa)
Bambang menyebutkan kondisi yang terjadi sekarang tidaklah norÂmal. Karena dana idle yang ada cuÂkup besar. Sehingga perlu dibuat suatu kebijakan yang memberikan efek jera untuk pemda. “PenumÂpukan ini kita belum tahu sebelumÂnya. Ini bukan hal normal. Reaksi kita adalah begini dengan memberiÂkan sanksi,†tegasnya.
Sementara itu, Bupati Bogor Hj Nurhayanti menjelaskan, PemerinÂtah Kabupaten Bogor sudah melakuÂkan pencairan dana itu sesuai tahaÂpan. Namun nenek dua cucu ini tidak merinci berapa nominal yang belum dicairkan dengan alasan seÂtiap pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK) selalu menyesuaikan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk.
“Bukan tidak mencairkan dana itu. Kami sudah melakukan pencaiÂran dana itu sesuai dengan tahapan kok. Kan semua juga butuh proses. Kalau DAU itu kan untuk gaji, nah kalau DAK itu kan harus menyesuaiÂkan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk,†ujar Nurhayanti kepada Bogor Today, Jumat (21/8/2015).
Yanti mengakui memang masih ada cash budjet yang tersisa di bank yang belum digunakan. “Ya kan bertahap pencairannya tidak bisa sembarangan,†lanjutnya.
Dikawal Kejaksaan
Gara-gara rendahnya penyeraÂpan anggaran ini, Presiden Jokowi juga minta jajaran Polhukam ikut membantu. Untuk itu Menko PolÂhukam Luhut Pandjaitan meminta kejaksaan mengawal Pemda yang akan mencairkan dana triliunan rupiah. Bareskrim juga menyatakan siap membantu.
“Kita sedang membicarakan mekanismenya bagaimana, timÂnya bagaimana. Kita tadi kan ada sarasehan dengan BPK, BPKP dan lembaga pengawas lainnya,†ujar Kabareskrim Komjen Budi Waseso di Bareskrim, Jl Trunojoyo, Jaksel, Jumat (21/8/2015). (*)