BANDUNG, Today – Sejak pindah dari Deltras Sidoarjo ke Persib Bandung pada 2008, Hariono menjelma menjadi gelandang bertahan jempoÂlan tanah air. Saat itu juga dia dipercaya menjadi punggawa tim nasional Indonesia untuk bermain di Pra Piala Dunia 2010. Pemain yang dikenal pendiam itu pun sempat bingung ketika mengiÂkuti pemusatan latihan bersama timnas karena dia tidak mempunyai rekan yang sudah dikenal. Namun dia terus mencoba beradaptasi hingga akhirnya menjadi langganan skuat Garuda.
“Syukur saja tapi sempat sungkan dan minder karena masih seleksi. Belum tahu pemain lain dan belum tahu karakter pelatih ketika itu, Benny Dollo. Waktu itu mulai kenal sempat ketemu FirÂman Utina. Sejak itu, hampir selalu main untuk timnas kecuali karena sakit,†kata Hariono, Jumat (20/8/2015).
Sejak pertama pindah ke Persib bersama Jaya Hartono, dia mengaku hanya mengenal Nova Arianto yang juga merupakan pemain asal Jawa Timur. Sejak muda Hariono memang begitu menÂgidolakan pemain yang berasal dari daerahnya seperti Uston Nawawi yang menjadi legenda di Persebaya Surabaya. Itu pula yang menginspirasi dirinya memilih jalur sebagai pesepakbola.

“Suka dan ingin jadi pemain bola karena lihat Uston Nawawi dan Nurul Huda PrimavÂera. Kami satu kampung. Kalau libur masih ketemu. Saya masuk SSB sejak SD, SSB Cahaya Muda. Dari keluarga, saya sendiri yang main bola,†ujarnya
Selain menjadi cita-cita, sepakbola juga menjadi ajang baginya untuk membantu pengeÂluaran keluarganya. Itu yang membuat karaÂkternya di atas lapangan begitu keras dan tidak kenal kompromi. Hanya saja gaya bermain sepÂerti itu kerap mendapat kritik dari orang lain. Dan kini ciri permainan kasar Hariono mulai diperbaiki dan menjadi lebih bermain cerdas di atas lapangan.
“Ada sebagian orang komÂplain gaya main saya tapi tidak apa-apa. Pelatih Wahyu SuÂwantio membentuk gaya main saya waktu SSB, dia ayahnya, Lucky wahyu, pemain Barito. Fisik dan permainan sekaÂrang belum 100 persen,†pungkasnya.
(Adil | net)