JAKARTA, TODAY — Situasi ekonomi dalam negeri sedang bergejolak, namun Menteri Keuangan bambang Brodjonegoro meyakinkÂan bahwa ekonomi Indonesia tidak krisis.
“Pokoknya tidak ada yang menyatakan bahwa sekarang ini krisis. Itu saya tekankan. Semua masih dalam kendali yang baik di tanÂgan pemerintah dan otoritas lainnya,†kata Bambang Brodjonegoro di Istana Negara, JaÂkarta Pusat, Rabu (26/8/2015).
Hal yang paling terasa adalah meÂlemahnya nilai tukar rupiah, dolar Amerika Serikat (USD) sudah menembus Rp 14.000. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat anjlok sudah bisa menguat tipis Rabu sore kemarin.
“Kami jaga terus. Kami tidak boleh dong negara kolaps. Kami akan jaga supaya kita kuat. Dan saya yakin kita sudah punya pengalaman, punya fundamenÂtal yang kuat,†jelasnya.
“Inflasi kita rendah, defisit transaksi berjalan turun, perÂtumbuhan juga masih bagus, relatif bagus dibanding negara lain. Jadi kalau saya lihat, kita punya fundamental yang kuat untuk bisa melewati masa-masa sulit ini,†tambahnya.
Hal senada juga dinyatakan Bank Indonesia (BI) bahwa tidak ada krisis ekonomi di Indonesia. “Jangan bilang ini krisis, sebab kami punya cadangan USD 107 miliar, sama dengan 7 bulan imÂpor. Setiap saat ada kebutuhan dolar, selama mencerminkan pasar bisa kami penuhi. Kami yakinkan untuk tidak terjadi volaÂtilitas tidak sehat. Kami ada di pasar. Cadangan bisa jadi shock absorben (penahan guncangan),†papar Gubernur BI, Agus MarÂtowardojo, usai mengajar di SMP Pangudi Luhur, Jalan H. Nawi, JaÂkarta Selatan, Rabu (26/8/2015).
Dia mengatakan, saat ini meÂmang kondisi ekonomi dunia tengah mengalami tren perlamÂbatan. Hal tersebut akibat turunÂnya harga komoditas, terutama minyak dan gas. Kondisi ini berÂdampak pada perlambatan ekoÂnomi Indonesia.
Soal USD yang sudah menÂembus Rp 14.100, Agus menÂgatakan, BI bisa siap menjalankÂan bilateral swap agreement (BSA) dengan negara mitra daÂgang. Sehingga perdagangan dengan negara mitra dagang tak perlu menggunakan dolar.
“Indonesia ekonominya menÂjanjikan. Kita pertumbuhan (ekoÂnomi) 3 tahun lalu 6% kemudian turun 5,7%, lalu 5%, lalu 4,7%. Ini masih lebih baik dibanding negaÂra lain,†jelas Agus.
BI juga tidak khawatir denÂgan terus menguatnya USD, karena kondisi tersebut dinilai sementara. “Saya sebetulnya, ruÂpiah tidak terlaku khawatir. Saya hanya ingin supaya masyarakat Indonesia dapat pesan, bahwa kita tidak perlu merasa tidak tenang. Ini sifatnya temporary (sementara),†jelas Agus.
Kondisi sementara yang diÂmaksud Agus adalah, kejutan atau shock yang terjadi pada sektor keuangan global. Ini membuat daÂna-dana mengalir ke negara aman seperti Amerika Serikat (AS).
“Begitu ada shock, termasuk dari negara berkembang, dana dari pasar modal dan dari curÂrency (pasar uang) meluas ke Jepang, Eropa. Tidak lagi ke AS saja. Dana kalau masuk hanya ke satu negara safe haven (yang dianggap aman) pun menimbulÂkan kejenuhan,†jelas Agus.
Agus mengatakan, AS saat ini bukan lagi menjadi negara yang aman untuk investasi. AS sekaÂrang kurang kompetitif, karena ternyata bank sentralnya, yaitu Federal Reserve (The Fed) ragu menaikkan bunga acuannya. “TuÂgas Bank Indonesia saat ini, kami terus jaga agar volatilitas ada di level yang wajar,†ujar Agus.
Jadi, Agus yakin, dana-dana di pasar keuangan yang bergerak mencari negara aman (safe haÂven) seperti Jepang dan Eropa, akan kembali lagi ke Indonesia.
“Indonesia ekonominya menjanjikan. Kita pertumbuhan 3 tahun lalu 6% kemudian turun 5,7%, lalu 5%, lalu 4,7%. Ini maÂsih lebih baik dibanding negara lain,†kata Agus.
(Alfian M|net)