JAKARTA TODAYÂ – Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan PerÂwakilan Rayat (DPR), Firman Subagyo menilai produksi dan pelarangan minuman beralkoÂhol tidak boleh dibatasi penuh karena bisa berdampak negatif terhadap iklim investasi dan kelÂangsungan industri minuman. Ia juga mengatakan, DPR perlu melakukan penyesuaian kembali sejumlah substansi dalam draft Rancangan Undang-Undang tentang Pengendalian Minuman Beralkohol (RUU Minol).
Hal itu dilakukan karena mempertimbanÂgan pula paket kebijakan ekonomi dan deregulasi yang dirilis Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Menurutnya, aturan terkait perdagangan minuman beralkohol menjadi salah satu aturan di sektor perdagangan yang masuk dalam paket dereguÂlasi. DPR, lanjut Firman, harus melakukan penyesuaian sehingga UU yang tengah disusun tidak bertentangan dengan kebijakan ekonomi pemerintah. “Yang jelas kami akan lakukan penyesuaian, karena regulasi itu harus dinamis. Jangan sampai ini memperburuk iklim investasi dan mematikan industri minuman di Tanah Air.
Tidak bisa memaksakan pelaranÂgan sepenuhnya,†katanya dalam keterangan persnya, Rabu (16/9). Dalam draf RUU Minol, jenis minuman beralkohol yang akan dikendalikan peredaranÂnya adalah minuman golongan A dengan kadar etanol lebih dari 1 hingga 5 persen, golongan B denÂgan kadar melebihi 5 persen hingÂga 20 persen, golongan C dengan kadar lebih dari 20 persen hingga 55 persen, minuman beralkohol tradisional dengan berbagai jenis nama, serta minuman beralkoÂhol racikan. Pasal 8 ayat 1 draf RUU tersebut menyatakan akan diatur pengecualian penggunaan minuman alkohol untuk kepentÂingan terbatas.
Adapun kategori kepentingan terbatas akan diaÂtur dalam peraturan pemerintah. Menurut Firman, draf tersebut memang sangat merugiÂkan industri minuman karena menÂimbulkan ketidakpastian hukum dan mengnaggu iklim investasi. Pasalnya, kata Firman, rancangan beleid tersebut melarang penuh produksi dan peredaran minuÂman beralkohol. “Investor akan ragu, dan risikonya akan ada krisis investasi karena ketidakpastian itu.
Nanti akan bahas lebih lanjut bersama pemerintah,†imbuhnya. Menurut politisi Golkar ini, masa depan RUU ini akan dibaÂhas dengan perwakilan pemerÂintah. “Nanti apakah akan lanjut, atau akan di-drop, nanti diputusÂkan saat pembahasan itu. Yang pasti ini jangan sampai merugikan industri,†ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Impor (APIDMI) Agoes Silaban mengungÂkapkan, harga jual minuman beÂralkohol di Indonesia merupakan yang termahal di dunia. Pasalnya, komponen pajak yang melekat bisa membuat harga jualnya enam kali lipat atau 600 persen lebih mahal dari harga dasarnya.
“Dengan bea masuknya dinaikan jadi 150 persÂen, maka (struktur pajaknya) bisa meningkat jadi 900 persen. Kalau harga dasarnya US$ 50, kalikan saja sembilan maka jadi US$ 450,†ujar Agoes.
(Yuska Apitya/net)