JAKARTA, Today – KelesuÂan perekonomian global akibat emerging market diprediksi masih akan terus berlangsung hingga akhir tahun 2015. Menteri KeuanÂgan Bambang Brodjonegoro mengatakan, kelesuan yang terjadi pada perekonomian global akan terus berlanjut, karena masih ada ketidakÂpastian dan risiko yang meÂlanda dunia hingga akhir 2015. “Yang boleh disimÂpulkan adalah sampai akhir tahun 2015, memang belum kelihatan ada perbaikan sigÂnifikan,†katanya.
Bambang menjelaskan, perekonomian global saat ini benar-benar mengalami kelesuan, karena negara berkembang yang selama ini menjadi penyangga perekoÂnomian dunia ikut mengalami perlambatan, seperti yang diÂalami negara maju.
“Kalau pada 2011-2012 seÂmua bilang emerging market menyelamatkan dunia, sekaÂrang malah banyak problem di emerging market terutama setelah quantitative easing berÂhenti. Brasil dan Rusia bahkan kontraksi dan tumbuh negatif ekonominya,†ujarnya.
Menurut dia, perekonomian global saat ini berbeda dengan 20 tahun yang lalu, karena pada kondisi sekarang gunÂcangan maupun risiko sekecil apapun bisa berpengaruh dan menyebar ke berbagai negara dalam waktu singkat.
Salah satu risiko tersebut adalah terjadinya depresiasi mata uang terhadap dolar AS yang hampir dialami neÂgara maju maupun negara berkembang akibat belum adanya kepastian dari waktu penyesuaian suku bunga The Fed (Bank Sentral AS).
Risiko lainnya, lanjut dia, adalah harga komoditas globÂal yang belum menunjukkan adanya tanda-tanda kenaikan hingga pertengahan 2015, terutama harga minyak dunia yang terus jatuh dan berpoÂtensi mengganggu perekonoÂmian di Timur Tengah.
“Harga komoditas kalau kita berharap membaik, akan sulit. Goldman Sachs bahkan memprediksi harga minyak bisa turun hingga 20 dolar per barel. Kalau terjadi, otomÂatis harga komoditas terbawa turun. Tentunya ini menjadi perhatian di sisi penerimaan dan secara umum untuk ekÂspor,†ucapnya.
Risiko terbaru adalah aksi devaluasi Yuan dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja ekspor dan mendorong perÂtumbuhan ekonomi TiongÂkok, yang berpotensi diikuti oleh negara-negara lain unÂtuk saling melemahkan mata uangnya.
“Kalau negara-negara saling berlomba-lomba melÂakukan devaluasi, ekspor kita makin berat. Memang dalam konteks globalisasi, makin suÂlit negara mengisolasi dirinya dari berbagai dampak yang sedang terjadi di global,†lanÂjutnya.
Namun, Menkeu menamÂbahkan ada sedikit harapan perekonomian global mulai membaik di 2016, asalkan ada kepastian terkait kenaiÂkan suku bunga The Fed dan Tiongkok sudah tidak lagi melakukan devaluasi Yuan dalam skala besar.
“Banyak harapan 2016 akan lebih baik karena sudah ada kepastian kenaikan suku bunga The Fed dan Tiongkok mungkin sudah tidak melÂakukan devaluasi dalam skaÂla lebih besar sehingga bisa mengurangi uncertainty,†tutupnya.
(Adilla Prasetyo Wibowo)