Untitled-17JAKARTA, TODAY — Tekad Menristek Dikti, M Nasir, untuk membersihkan kampus abal-abal kian gencar. Ia menonaktifkan kampus-kampus di bawah naungan Yayasan Aldiana Nusantara. Alasannya, kampus-kampus itu diduga melakukan prak­tik jual beli ijazah untuk maha­siswa-mahasiswa di luar Jawa.

“Mereka ini diduga jual beli ijazah ke Papua, Malu­ku, Sulawesi, ke sana. Ma­hasiswa-mahasiswa yang di sana yang diduga tidak pernah mengikuti perku­liahan,” kata Menristek Dikti M Nasir, Senin (21/9/2015). Kemristek Dikti sudah menonaktifkan kam­pus-kampus di bawah Yayasan Aldiana Nusanta­ra sejak April 2015 lalu. Sabtu (19/9/2015) lalu, tim dari Kemristek Dikti menggerebeg wisuda kampus-kampus tersebut. Dari aksi gerebek itu, tim dari Kemristek Dikti menemukan fakta yang menguatkan dugaan. Diantaranya para wisu­dawan tak bisa menjawab soal mata kuliah yang diikuti selama kuliah. “Ditanya mata kuliah apa yang paling diminati, nggak bisa jawab. Ditanya mata kuliah apa saja yang diikuti, nggak bisa jawab. Itu hasil wawancara tim kami. Mereka ini nggak tahu proses perkuliahan,” beber mantan Rektor Undip ini.

Soal akreditasi C yang diklaim pengurus kampus diterima dari Badan Akreditasi Nasion­al (BAN), Nasir sudah punya jawaban. “Semua kampus yang baru berdiri mesti akreditasinya C. Bisa didapat dari BAN, tapi bukan berarti bisa jual beli ijazah,” ujarnya.

Nasir memberi waktu Yayasan Aldiana Nus­antara melakukan perbaikan di kampus-kampus yang dinaunginya, antara lain dengan menam­bah jumlah dosen agar proporsional dengan jumlah mahasiswa, memperbaiki sistem pem­belajaran, dan menghentikan praktik jual beli ijazah. “Saya beri tenggat hingga Desember, kalau belum baik, ya kita perpanjang penonak­tifannya,” ujar Nasir.

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Palembang, Mobil Innova Tabrak 3 Motor

Kampus-kampus yang ada di bawah naungan Yayasan Aldiana adalah Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telematika, Sekolah Tinggi Keg­uruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Suluh Bang­sa, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), dan Aka­demi Pariwisata Nusantara. Wisuda tiga kampus yang disebut pertama, yaitu STT Telematika, ST­KIP Suluh Bangsa, dan STIT digerebek oleh tim dari Kemristek Dikti Sabtu (19/9/2015) lalu.

Kemristek Dikti menyatakan bahwa wisuda tersebut tidak sah. Yayasan Aldiana Nusantara sudah menandatangani berita acara pemerik­saan (BAP) yang menyatakan tidak akan mem­bagikan ijazah. Dampak dari penonaktifan kampus-kampus tersebut tak boleh menerima mahasiswa baru. “Nonaktifnya baru, sekitar April 2015 lalu. Saya tenggat mereka untuk memperbaiki hingga Desember,” kata Nasir.

Dampak dari penonaktifan itu, kampus-kampus di bawah Yayasan Aldiana Nusantara tak boleh menerima mahasiswa baru. Maha­siswa lama yang sudah terdaftar di kampus itu masih boleh menyelesaikan perkuliahan.

Sejumlah hal yang harus diperbaiki oleh kampus-kampus di bawah naungan Yayasan Aldiana adalah perbandingan rasio dosen dan mahasiswa yang harus seimbang, perbaikan proses pembelajaran, dan tak boleh jual beli ijazah. “Itu rasio dosen dan mahasiswanya tidak seimbang. Proses pembelajarannya juga harus diperbaiki, dan mereka tak boleh jual beli ijazah lagi,” ujar Nasir.

Sementara itu, Pemilik Yayasan Aldiana, Ali Mudin Almutala membantah tuduhan Men­ristek Dikti. Dia meminta tuduhan itu dibukti­kan. “Mana buktinya saya melakukan jual beli ijazah, mana buktinya? Kan lihat sendiri maha­siswanya banyak, gedungnya ada. Jadi apanya yang abal-abal?” kata Ali di kompleks Yayasan Aldiana Nusantara, Jl Legoso Raya, Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (21/9/2015).

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Terima Kunker Komisi X DPR RI Bahas Isu Perundungan dan Kekerasan

Menurut Ali banyak alumni yang merasa dilecehkan dengan sebutan kampus abal-abal. “Mereka merasa dilecehkan karena sudah ku­liah susah-susah tapi mereka dicap dari kampus abal-abal,” kata dia.

Sejak 2012, kata Ali, STT Telematika, STKIP Suluh Bangsa dan STIT telah mewisuda tiga an­gkatan. Mahasiswa yang lulus di angkatan 1, 2 dan 3 memakai jalur beasiswa organisasi. Se­mentara angkatan 4 yang diwisuda pada Sabtu (19/9/2015) yang kemudian digerebek Kemen­ristek Dikti adalah mahasiswa dari jalur pemer­intah daerah (pemda).

Khusus untuk mahasiswa dari jalur pemda, mereka diwajibkan magang selama 12 bulan di daerah asal sebelum wisuda. “Makanya itu muncul isu mahasiswa tidak pernah kuliah tapi kok tiba-tiba wisuda. Padahal kan mereka itu sebenarnya 12 bulan magang di daerah mas­ing-masing setelah sebelumnya menyelesaikan bimbingan skripsi dan sidang dulu baru wisu­da,” kata Ali.

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidi­kan Tinggi menganggap ada kejanggalan dalam proses wisuda angkatan 4 ini. Mereka mendu­ka Yayasan Aldiana melakukan praktik jual beli ijazah untuk mahasiswa-mahasiswa di luar Jawa.

Mahasiswa dari jalur Pemda itu direkrut dari Aceh hingga Papua. Salah satu syaratnya adalah mahasiswa yang tidak mampu atau ting­gal di desa tertinggal dan punya kemampuan akademisi namun tidak bisa kuliah di swasta atau di negeri. “Saya rekrut mahasiswa dari Aceh sampai Papua berdasarkan utusan Pemda masing-masing. Di sini dilakukan seleksi tes ba­hasa Inggris saja. Jadi mananya yang abal-abal, lihat kan banyak mahasiswa saya?” kata Ali.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================