LONDON TODAY – Hampir seluruh negara di belahan Dunia mengecam Rusia. Kecaman ini terkait keputusan Rusia mengintervensi konflik Suriah.

Perdana Menteri Inggris David Cameron yang mendesak Presiden Vladimir Putin untuk berbalik haluan di Suriah.

PM Cameron juga meminta Rusia mengakui Presiden Suriah Bashar al-Assad harus diganti. Dalam serangan udaranya, Rusia mengklaim menar­getkan militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Namun intelijen In­ggris menyebut hanya satu dari 20 serangan udara Rusia yang mengenai ISIS. “Sungguh tragis, apa yang terjadi ialah sebagian besar serangan udara Rusia, sejauh ini yang bisa kami lihat, mengenai sebagian wilayah Suriah yang tidak dikuasai ISIL (nama lain ISIS) tapi oleh oposisi rezim (Assad),” tutur PM Cameron seperti dilansir AFP, Senin (5/10/2015).

“Mereka mendukung pembantai Assad, yang merupakan kesalahan parah mereka dan juga untuk dunia. Ini hanya akan membuat kawasan itu lebih tidak stabil, ini akan membawa pada radikalisasi dan peningkatan terorisme,” imbuhnya. “Saya akan mengatakan kepada mereka: ‘Ubah arah, bergabung dengan kami meny­erang ISIL, tapi akui bahwa jika kita ingin memiliki wilayah yang aman, kita memerlukan pemimpin alterna­tif selain Assad.’ Dia tidak bisa mem­persatukan rakyat Suriah. Assad telah membuat banyak orang mengungsi dari rumah mereka dengan bom barel dan kebrutalan bahkan lebih brutal dari ISIL,” tegas PM Cameron.

Ditambahkan PM Cameron, bahwa dirinya tidak akan memer­intahkan serangan udara terhadap ISIS di Suriah tanpa dukungan voting parlemen Inggris. Secara terpisah, Menteri Pertahanan Inggris Michael Fallon menyatakan sebuah kesalahan bagi pihak mana saja, termasuk Rusia untuk mendukung rezim tiran Assad. “Suriah berhak untuk bebas dari ISIL dan Assad,” ucapnya.

Terpisah, Bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump ikut mengomentari ket­erlibatan Rusia dalam konflik Suriah. Trump mengaku dirinya hanya ingin duduk dan melihat Rusia jatuh ke je­bakan Suriah, dengan terus melancar­kan serangan udara di wilayah Suriah.

Dalam wawancara di program acara televisi setempat, ABC ‘This Week’, Trump menyatakan dirinya tidak akan mengusulkan zona la­rangan terbang (no-fly zone) di Su­riah, seperti diusulkan beberapa kandidat lainnya termasuk kandidat Demokrat, Hillary Clinton. “Saya pikir yang ingin saya lakukan adalah saya ingin duduk dan… melihat apa yang terjadi,” tutur Trump seperti di­lansir AFP, Senin (5/10/2015).

Trump pun menyinggung perang Uni Soviet pada tahun 1980-an silam melawan pemberontak mujahidin Af­ghanistan yang memicu kehancuran pada blok komunis Soviet. Trump menyebut serangan udara Rusia di Suriah bisa menjadi jebakan yang menghancurkan Rusia sendiri.

Rusia melancarkan serangan udara di wilayah Suriah sejak pekan lalu. Dalam pernyataannya, Rusia bersikeras bahwa serangan mereka menargetkan seluruh militan di Suriah termasuk ISIS. Namun negara-negara Barat, terutama AS menuding Rusia sengaja menargetkan kelompok oposi­si yang selama ini melawan rezim Pres­iden Bashar al-Assad, sekutu Rusia.

Dalam wawancara terpisah den­gan acara televisi NBC ‘Meet the Press’, Trump menyebut situasi Timur Tengah akan lebih baik jika kekuasaan Presiden Assad lebih kuat dari saat ini. Trump juga menyam­paikan keyakinannya bahwa situasi akan lebih baik jika Muammar Kha­dafi masih berkuasa di Libya dan Sad­dam Hussein masih memimpin Irak. “Tentu akan lebih baik. Libya kini bu­kan lagi sebuah negara. Bahkan tidak perlu diperdebatkan… Irak dipenuhi bencana,” sebutnya.

Sementara itu, Presiden Turki Re­cep Tayyip Erdogan menyebut seran­gan udara Rusia di Suriah merupakan kesalahan fatal. Erdogan menyebut du­kungan Rusia terhadap rezim Presiden Bashar al-Assad akan dihakimi oleh sejarah. “Langkah yang diambil Rusia dan operasi pengeboman di Suriah cukup tidak bisa diterima oleh Turki,” tutur Erdogan kepada wartawan di bandara Istanbul sebelum terbang ke Prancis, seperti dilansir AFP, Senin (5/10/2015). “Sayangnya, Rusia melaku­kan kesalahan fatal,” sebut Erdogan.

Merujuk pada hubungan baik antara Turki dengan Rusia, Erdogan menyebut aksi Rusia di Suriah sangat mengkhawatirkan dan mengganggu. Terkait Suriah, Turki dan Rusia selalu berbeda sikap. Dengan Rusia memun­culkan Presiden Assad sebagai tokoh penting untuk mencapai penyelesa­ian, sedangkan Turki menanggapi lengsernya Presiden Assad merupak­an satu-satunya solusi bagi konflik Suriah. “Apa yang berusaha dicapai Rusia di sana sebenarnya?” tanya Er­dogan. “Mereka ikut campur karena ini yang diinginkan rezim (Assad) di Suriah. Tapi tidak ada kewajiban un­tuk menanggapi setiap kali sebuah rezim bersikeras atas sesuatu,” im­buhnya.

(Yuska Apitya/net)

============================================================
============================================================
============================================================