BUDAYA di Indonesia itu bermacam-macam dan beragam jenisnya di setiap daerah. Tak banyak orang tahu mengenai perbedaan budaya satu dengan yang lainnya, padahal dari sana bisa terlihat keunikan yang bisa dijual sebagai bentuk pariwisata setiap daerah.
Oleh : Latifa Fitria
[email protected]
Hal itu yang membuat seorang Rudy Badil Wartawan Senior Kompas grup yang telah mengabdi 32 tahun terjun langsung mengorek budaya di setiap daerah di Indonesia. Karena selain suka akan budaya, banyak nilai yang terkandung yang dapat diaplikasikan ke dalam keÂhidupan sehari-hari.
Dengan berproÂfesi sebagai penulis ia ceritakan tahap demi tahap tenÂtang keberagaÂman budaya yang ada di IndoÂnesia yang ia tuÂangkan melalui tulisan hingga sebuah buku.
Dengan seguÂdang pengalaÂman yang ia punya, Wartawan koran ini berkesempatan untuk bertatap muka untuk menÂgobrol seputar pengalamanÂnya.
Sosok blak-blakan menjadi satu pengalaman yang cukup menÂgasyikan. Kesan pertama yang di dapat dari figur ini ketika pertama kali berteÂmu adalah gagah.
Walau menggunakan tongkat unÂtuk membantu beliau berjalan, namun ke’gagahannya’ di usianya yang ke 65 tahun masih terasa. Saya langsung meÂnyapanya dengan om dan kami berkenalan.
Om Rudy, begitu biasa ia dipanggil, mengatakan jarang membawa pen ini (padahal dia jurnalis), maÂsih hafal seluruh perjalaÂnannya dalam memori otaknya.
Sudah banyak tempat yang dikunjungi untuk diliput, ceritanya sangat penuh dengan ketegangan. Pria keturunan Tionghoa ini juga pernah merasakan penÂgalaman mengadakan perjalanan off-road, dari Atambua menuju Aceh selama 56 hari di tahun 2006.
“Tahun 2006 juga meruÂpakan tahun terakhir saya menjalani proÂfesi sebagai seorang wartawan, namun sangat mengeÂsankan,†ujar pria yang kini aktif dalam organisasi Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (Foksi).
Dengan sangat anÂtusias Rudy melanjutkan cerita tentang perÂjalanannya menjelaÂjahi kalimantan dari SaÂmarinda menuju Pontianak selama dua bulan.
Masuk hutan, menelusuri sungai, menanjak bukit dan sebagainya. “Itu adalah pengalaman yang paling saya sukai,†tuturnya.
Cerita lainnya, sambung Rudy adalah bagaimana pria jebolan Sastra Antropoligi UniÂversitas Indonesia Tahun 69 ini dan rekan-rekannya membawa romÂbongan suku asmat Papua ke Belanda.
Ia mengajarkan orang-orang suku asmat ini untuk beÂlajar menggunakan eskalator disalah satu mall di Jakarta. “Saya lupa jumlah orang yang dibawanya, tapi yang pasti banyak,†urainya sambil mengingat-ingat.
Stroke yang dialaminya tahun 2002 tiÂdak membuat beliau berhenti berproduktif dalam melakukan kegiatannya sebagai jurÂnalis. Kini setelah enam tahun pensiun dari profesi wartawan, Rudy tetap menggarap proyek menulisnya.
“Ada beberapa buku yang saya tulis, dianÂtaranya Soe Hok Gie, Kretek Jawa (gaya hidup lintas budaya),†kata pria yang juga pernah pernah mengajar sebagai dosen di UniversiÂtas Cendrawasih (Uncen) bidang antropologi.
Tak hanya itu, ada beberapa proyek buku yang ingin dia tulis dan dasyatnya, proyek-proyek bukunya itu mengangkat budaya InÂdonesia.
Memang tak ada habisnya jika harus menÂgulik dan mendengarkan seorang wartawan bercerita, banyak pengalaman yang bisa di dapat dari ceritanya.
Belum lagi cerita unik lainnya yang tidak mungkin dituliskan disini satu persatu. MakÂlum panjang dan lama.
Itulah sedikit cerita tentang pertemuan dengan sosok Rudy Badil. Sosok yang gagah dan punya segudang pengalaman tentang budaya Indonesia.
Dan satu lagi, ternyata, Rudy juga ternyaÂta salah satu penggagas berdirinya Warkop DKI yang eksis melalui radio dan film di taÂhun 70-90-an.
(Latifa Fitria)