BOGOR, TODAY — Realiasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor dari sektor pajak meleset dari target. Dari semÂbilan objek pajak yang dipungut DiÂnas Pendapatan Daerah (Dispenda), sektor hotel menÂjadi objek paling jeblok. Kebijakan pemerintah terkait larangan rapat di hotel dan semakin turunnya okupansi (kunjungan) juga berpangruh terhaÂdap minimnya pendapatan pajak.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (DispenÂda) Kota Bogor, Daud Nedo Darenoh, mengaku pasrah dengan lesunya pendapatan daerah taÂhun ini. Sudah hampir dua tahun ia mengepalai Dispenda Kota Bogor. Namun, baru tahun ini, ia merasakan mampetnya perÂtumbuhan investasi dan bisnis di Kota Hujan.
Daud bercerita, sejumlah faktor peÂnyebab seretnya pemasukan daerah disebabkan lantaran gonjang-ganjing ruÂpiah, kebijakan Pemerintah Pusat yang tak menentu dan iklim investasi global yang sedang labil. “Kebijakan pelaranÂgan rapat di hotel oleh Kemenpan RB itu paling merugikan. Pemasukan pajak dari sektor hotel turun drastis. Untungnya, kebijakan itu dicabut Mei lalu. Tapi damÂpaknya tetap terasa sampai akhir tahun ini,†kata dia.
Target pendapatan daerah untuk TaÂhun Anggaran 2016, dipatok di kisaran Rp640 miliar. Angka ini naik dari target tahun sebelumnya yang berada di kisaÂran Rp 617 miliar. “Naik di kisaran 15 persenan. Kami tetap optimis, target bisa tercapai. Terlebih, ada sejumlah kajian penambahan objek pajak, seperti kos-kosan dan reklame dalam mal,†kata dia.
Sempat dibuat geger oleh DPRD Kota Bogor soal minimnya pungutan pajak hiburan, apa langkah Dispenda ke depan? Daud menjawab, terkait pajak-pajak di diskotik dan karaoke, pihaknya mengakui banyak pengusaha hiburan yang nakal dan acap mengakali petugas dengan tiket tipuan. “Jadi kalau ada bill (bukti penagihan) penjualan bir dan miÂras, mereka bikin terpisah. Yang dilaporÂkan ke kami hanya bill penjualan kopi, minuman ringan dan gorengan. Ini kan parah,†kata dia.
Daud menegaskan, bir dan miras tak bisa dipajak lantaran itu menjadi wewenang Dirjen Pajak dan Cukai. “Ya, itu wewenang pusat. Daerah hanya meÂmungut pajaknya dari retribusi masuk dan bill jual beli makanan dan minuman ringan saja. Makanya jangan kaget kalau pajak hiburan itu kecil. Meskipun, nilai transaksi per malam bisa miliaran rupiÂah,†kata dia.
Daud juga mengimbuh, pihaknya akan memanggil seluruh pengusaha hiburan malam untuk diberi pembiÂnaan. “Kita sudah pasang alat namanya tapping box. Alat ini untuk memantau kuantitas pengunjung. Jadi kemungkiÂnan pajak bocor kami minimalisir sekeÂcil mungkin,†kata dia.
Okupansi Turun Drastis
Sejumlah pengusaha perhotelan mengakui jika sepanjang dua tahun teraÂkhir, tingkat keterisian kamar (okupansi) hotel di Kota Bogor terus turun. Ada ketiÂdakseimbangan antara pasokan kamar dan permintaan pasar.
Direktur dan General Manager CorÂporate Padjadjaran Suites Hotels IndoÂnesia (PSHI) Group Aan Kristiawan menÂgatakan, pada 2014, okupansi regional Bogor berada di angka 68,6%. SelanjutnÂnya, pada 2015 turun menjadi 55-60%. “Dan pada 2016, akan turun lagi menjadi 50-55%,†jelas Aan, kemarin.
Pertumbuhan permintaan pasar hanÂya bertengger di angka 20-30%. SedanÂgkan pertumbuhan pasokan melonjak di angka 56%. Ketidakseimbangan itu, menurut Aan, berpengaruh langsung terhadap tingkat okupansi regional.
Pada 2015, lanjut Aan, terdapat semÂbilan hotel yang beroperasi di Kota BoÂgor. Hotel-hotel tersebut menyebar dari bintang dua hingga empat. Kemudian, pada 2016 akan ada tambahan enam hoÂtel baru. Dengan demikian, pada 2016 akan ada 15 unit hotel berbintang yang beroperasi di Kota Bogor.
Aan menambahkan, sampai Juni 2015, terdapat 1.640 unit kamar hotel. Selanjutnya, sampai Juni 2016, akan ada tambahan 840 unit kamar baru. “PerÂtumbuhanya sekitar 56%,†tegas Aan.
Selama ini, 90% lebih pasar hotel berasal dari Jakarta. Seperti pasokan kamar, perminÂtaan pasar juga bertumbuh. Hanya saja, sepÂerti disinggung sebelumnya, pertumbuhan itu hanya 20-30%, jauh di bawah pertumÂbuhan pasokan kamar yang mencapai 56%. “Pertumbuhan permintaan pasar, salah satuÂnya, dipengaruhi oleh aksesibilitas dan infraÂstruktur.
(Yuska Apitya Aji|berita satu)