GURU itu, figur yang pantas digugu (didengar) dan ditiÂru. Karena itu, proÂfesi guru tidak bisa disamakan dengan profesi lain seperti profesi bankir, piÂalang saham, atau profesi apapun.
Pada profesi guru, selain meleÂkat kode etik profesi seperti pada profesi lainnya, juga terdapat sejumlah tata nilai mulia dan positif sepeti teladan, panutan, penjaga moral, pembenÂtuk karakter, dan penyempurna ahlak. KareÂna itu, di masa lalu tak sembarangan orang bisa menjadi guru. Hanya mereka yang meÂmiliki karakter kuat, pribadi unggul, dan beÂrakhlak mulialah yang bisa jadi guru.
Kini, profesi guru sudah terkontaminasi semangat materialistik yang mewabah di masyarakat. Guru kini mirip pedagang. Dia ingin kaya dan meraup laba besar. Itu sebabnya, kita sering mendengar cerita ada banyak guru yang terlibat percaloan LKS, bahkan menjadi pedagang kursi di sekolah-sekolah favorit. Lalu, guru pun sering diplesetkan menjadi wagu (tidak patut) dan saru (jorok). (*)