DIPANGKASNYA kuota rumah tidak layak huni (RTLH) dalam ABPD 2016 Kabupaten Bogor dinilai sebagai bentuk kemunduran dalam Pemerintahan Bumi Tegar Beriman. Pasalnya, ini tidak selaras dengan nawa cita Presiden Joko Widodo.
RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Dosen Hukum Tata NegaÂra Universitas Pakuan, Mihradi mengatakan, era Presiden Joko WidoÂdo mencanangkan semÂbilan poin nawa cita yang keseluruÂhan berpihak kepada rakyat kecil.
“Kebijakan ini sama dengan keÂbodohan besar yang dilakukan PemÂkab Bogor dan suatu kemunduran,†kata Mihradi, Kamis (3/12/2015).
Ia menilai, Pemkab Bogor tidak akan mampu mengentaskan RTLH pada 2018 seperi yang digadang-gaÂdangkan sebelumnya. “Kan katanya pengentasan RTLH salah satu penciÂri kabupaten termaju di Indonesia,†tandasnya.
Menurutnya, masyarakat bisa saja menggugat kebijakan yang tidak pro rakyat kecil ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mihradi pun mengkritisi fungsi DPRD yang tidak mampu mengawal anggaran tahun 2016 mendatang.
“Ini ada yang tidak beres karena DPRD meloloskan kuota RTLH diÂpangkas dalam APBD 2016,â€tukasnya.
“Pemangkasan kuota ini kan beÂrarti ada yang tidak beres di DPRD karena telah meloloskan pemanÂgkasan kuota Rutilahu dalam APBD 2016 mendatang,†ungkapnya.
Hal senada diungkapkan DirekÂtur Lembaga Hukum Bogor, ZentoÂni. Menurutnya,apa yang terjadi di Kabupaten Bogor kontra produktif atau bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.
“Pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor ini bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung, untuk meminta Perda APBD 2016 dibatalkan. Kebijakan pemanÂgkasan penerima program RTLH bisa dijadikan dasar,†tegasnya.
Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Adang Suptandar mengungkapkan, dari lima ribu RTLH yang dipangkas, akan kembali diajukan dalam APBD Perubahan 2016. “Enggak kok, kita tetap wacanakan 15.000 yang 5.000 nanti diadakan di perubahan,†singÂkat Adang.
(/Inten/nadya)