BANK Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) bakal menyesuaikan suku bunga pada 17 Desember 2015 mendatang. Akibat rencana ini, ada potensi keluarnya aliran modal asing hingga rupiah melemah.
Oleh : ALFIAN MUJANI
[email protected]
Melihat kondiÂsi, pengusaha nasional yang tergabung di dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta Bank Indonesia (BI) mengawal nilai tukar rupiah agar tidak bergejolak.
“Kalau dilihat inflasi sanÂgat baik, dibandingkan taÂhun lalu. Tentunya dengan adanya kenaikan-kenaikan The Fed yang gradual di 2016-2017, kita harus hati-hati. Buat kami kestabilan niÂlai tukar,†kata Ketua Umum Kadin, Rosan P. Roeslani saat acara Temu Akhir TaÂhun (TAT) di Kantor Pusat BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (14/12/2015).
Meski melihat adanya poÂtensi pelemahan rupiah, Rosan mengaku BI sebagi bank sentral dinilai telah melakukan langkah-langkah antisipasi. “Ini sudah diantisipasi dan jaga keÂbijakan baik oleh BI maupun pemerintah. Langkah yang dilakukan BI sudah sangat baik gubernur BI sangat hati-hati dalam ambil keputusan,†tuÂturnya.
Sementara itu, Gubernur BI Agus Martowardojo meÂminta pengusaha lebih hati-hati dalam mengajukan dan mengeÂlola pinjaman dari luar negeri. Di tengah tantangan kenaikan suku bunga The Fed hingga meÂlemahnya rupiah, Agus meminÂta pengusaha memperhatikan aspek risiko.
“Ada kenaikan utang luar negeri swasta. Dari 2008 sebeÂsar USD 66 miliar jadi US 168 miliar. Memang mayoritas pinÂjaman dalam jangka panjang. Waspadai turunnya ekspor maka aspek kehati-hatian haÂrus dijaga,†tambahnya.
Ekspor Rendah
Pada bagian lain Agus meÂnyebut transaksi berjalan InÂdonesia masih defisit. Angka impor Indonesia masih lebih tinggi daripada angka ekspor Indonesia.
Akibatnya, nilai tukar ruÂpiah terus tertekan karena tingginya permintaan mata uang asing seperti dolar unÂtuk pembayaran. Agus menÂgaku rupiah masih sulit untuk menguat selama angka impor lebih tinggi dari ekspor.
“Selama impor lebih tinggi dari ekspor, nggak mungÂkin rupiah menguat,†Kata Agus pada pertemuan akhir tahun di Gedung BI, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (14/12/2015).
Angka defisit ini, lanÂjut Agus mulai terjadi sejak tahun 2011. Apalagi, IndoneÂsia banyak menÂgadalkan ekspor komoditas dan sumber daya alam yang permintaan di pasar duÂnia ikut terÂtekan.
“Kondisi transaksi berjalan tampak terlihat muÂlai 2011, terjadi impor lebih tinggi. Ini untuk jasa dan baÂrang. Kondisi defisit sudah dimulai 2012 sampai 2015. Defisit 2015 mulai membaik yakni mengarah 2%. Di negaÂra ASEAN 5, hanya Indonesia satu-satunya negara yang deÂfisit,†tambahnya.
Melemahnya nilai tuÂkar ini bisa disiati dengan menggenjot industri manuÂfaktur sampai merangsang angka investasi asing dan portfolio masuk ke IndoneÂsia. “Impor lebih tinggi dari ekspor. Ini bisa ditutup denÂgan aliran investasi dari FDI dan protofolio,†ujarnya.