BOGOR TODAY – SepanÂjang 2015, setidaknya terÂjadi 820 permasalahan ketenagakerjaan yang tercatat pada Dinas Sosial KeÂtenagakerjaan dan TransÂmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Bogor.
Jumlah tersebut, kata Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten Bogor, Yous Sudrajat, lebih besar dariÂpada tahun 2014 yang tidak sampi 500 kasus. “Tahun 2015 sangat tinggi. PermaÂsalahan yang sering muncul soal norma kesesuaian yang tidak dipenuhi pengusaha. Seperti gaji, tunjangan, hak libur dan lainnya,†ujar Yous, Minggu (3/1/2016).
Persoalan pemutusan hubungan kerja sepohak juga meningkat di alhir taÂhun kemarin yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap doÂlar AS disertai penurunan tingkat produksi.
“Ada juga laporan menÂgenai upah yang dibayarkan tidak sesuai ketentuan miniÂmum daerah,†lanjut Yous.
Sebenarnya, konflik tersebut telah melalui proses perundingan bipartit di inÂternal perusahaan, namun menemui jalan buntu. Maka, dilaporkanlah Dinsosnakertrans untuk perundingan tripartit. Namun, tidak semua dapat terseÂlesaikan dengan ditengahi kebijakan pemerintah.
“Kurang lebih 60 persen konflik yang menemukan jalan tengah setelah bipartit dan tripartit buntu. Dan akhÂirnya dibawa ke Pengadilan Hubungan Indonesia (PHI). Baik itu di Bandung atau JaÂkarta,†kata dia.
Pantauan Dinsosnakertrans, perkara di PHI pun belum mencapai putusan, dan masih berlanjut samÂpai 2016.
Salah satu perusahaan dengan konflik ketenagakÂerjaan yang panjang, PT Lintec di Cileungsi KabuÂpaten Bogor. Pada FebÂruari 2015, karyawan dan manajemen PT Lintec beÂrunding mengenai perjanÂjian kerjasama baru.
Empat komponen yang dibahas antara lain, selisih upah diterima dengan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta, penyesuaian upah sesuai masa kerja, penyesuaian dengan inflasi dan prestasi.
“Semua sudah disepakÂati, tapi sampai Juli tidak juga dibayarkan. Minimal, satu poin saja direalisasi, yaitu penyesuaian sesuai masa kerja karena banyak dari kami yang sudah berÂtahun-tahun kerja gajinya tidak naik,†tutur Agus Tajudin, Pimpinan Unit Produksi PT Lintec.
Pada awal Agustus, 191 buruh menggelar aksi mogok kerja. Agus menÂgatakan, pihaknya menÂgantongi izin untuk berunÂjukrasa di halaman pabrik dari polisi. Namun, para buruh tidak diizinkan meÂlewati gerbang yang senanÂtiasa terkunci bagi mereka yang mogok kerja.
“Katanya kami di-PHK dengan alasan aksi ini tidak sah dalam pandanÂgan penasehat hukum mereka. Padahal, sah tiÂdak sah itu ranah pengaÂdilan,†ujar Agus.
(Rishad Noviansyah)