Chris menambahkan, sejak awal musim hujan hingga musim tanam, membutuhkan waktu yang cukup lama. Maka itu, petani perlu membajak sawahnya dulu, setelah itu sempurna, air akan menyusut dengan sendirinya.
“Di Cariu hujannya masih sedikit. Cuma berapa hari sekali, itu intensitasnya tidak tinggi. Jadi meÂmerlukan waktu lebih lama untuk memulai penanaman yang berkualÂitas,†tegasnya.
Menurutnya, musim tanam seharusnya berlangsung sejak OtoÂber hingga Maret 2015. Namun, wilayah pertanian yang menganÂdalkan aliran Sungai Cibeet, justru gagal panen total. Puso, kata dia, melanda pertanian di Carium SuÂkamakmur dan Tanjungsari sejak Mei 2015, meski ada sumber air dari Waduk Jatiluhur.
“Hujan sudah berkurang pada April. Bendung juga debit airnya menyusut untuk menyuplai air. SakÂing kurangnya, warga hanya bisa memakai air untuk MCK dan konÂsumsi,†jelasnya.
Meski begitu, pihaknya menerÂima laporan masih ada penanaman di bulan April meski hasil panenÂnya turun. Di saat yang sama, 3.000 hektare sawah dilaporkan gagal panen.
Menurutnya, total 4.443 hekÂtare sawah yang tersebar di Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Sukamakmur, Tenjo, Parungpanjang, Cileungsi, Klapanunggal, Rumpin. CibungÂbulang, Parung, Kemang, Dijeruk, Cigombong dan Caringin. AkiÂbatnya, petani beralih menanam palawija yang tak membutuhkan banyak air.
(Rishad Noviansyah)