PAKUAN (Bogor) yang didirikan oleh Maharaja Tarusbawa memang terlihat moncer dan berjaya, ketika berada di bawah pemerintahan Sribaduga Maharaja Prabu Siliwangi. Sebelum itu, Pakuan telÂah pula ditata dan diperindah oleh Susuktunggal.
Oleh :Â Bang Sem Haesy
DALAM Carita Parahyangan yang ditemuÂkan di Bali, dilukiskan, kejayaan Bogor mencapai kejayaan masa itu, kaÂrena konsistensinÂya dalam menerapkan peraturan secara tepat dan adil. Terbebas dari sengketa. DisÂebut: “Purbatisti purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit. Suka kreta tang lor kidul kulon wetan kena krétaraÂsa.†Peraturan dan ajaran leluhur dipegang teguh. Karena itu tidak pernah dikunjungi musuh lahir dan musuh batin. Bahagia senÂtausa di utara selatan, barat dan timur.
Pakuan yang masa itu merupakan kota terbesar kedÂua sesudah Demak, memang menjadi pesona tersendiri, seÂhingga menjadi pusat lirikan Sriwijaya dan Majapahit. KeberÂjayaan Pakuan bahkan menjadi perbincangan khas, antara Raja Majapahit dengan Raja Kutai Kartanegara ing Martapura, termasuk Datu Luwu. Khasnya tentang situasi damai tenteram yang berhasil diwujudkan PraÂbu Siliwangi.
Pajajaran juga menjadi perbincangan menarik dari para raja di Eropa, khasnya Portugis, terutama setelah EksÂpedisi Magelen mengalami situÂasi buruk ketika dihadang oleh pelaut Sulu, sehingga Magelen tewas. Baru tahun 1513 tim eksÂpedisi khusus dikirim langsung ke Sunda Kelapa dengan 4 (emÂpat) buah kapal. Tome Pires ikut dalam tim ekspedisi itu dan memberikan catatan yang menarik, sehingga kejayaan Pakuan – Pajajaran terkenal di dunia internasional.
Tome Pires, selain menyakÂsikan sendiri kejayaan itu, juga memperoleh informasi dari para syahbandar di Pelabuhan Sunda Kelapa. Kemampuan Sribaduga mengelola pelabuÂhan juga dipujikan. Selain SunÂda Kelapa, Pajajaran mengelola pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Karawang, dan Cimanuk. Akan halnya CireÂbon, menurut Tome Pires beÂrada dalam kekuasaan Demak.
Tak hanya mampu menÂgelola pelabuhan. Sribaduga Prabu Siliwangi juga disebut Pires sebagai raja yang mampu menjadikan Pajajaran, selain sebagai kerajaan yang menÂguasai gunung, juga menguasai lautan. Pires menyebut PajajaÂran sebagai ‘negeri ksatria dan pahlawan laut.’ Para pelaut PaÂjajaran melaut sampai ke MalÂadewa. Mereka membawa hasil ngejo, seperti : beras, lada, kain tenun (dari kapas), sayuran, daging dan tamarin.
Orang Portugis kala itu, meÂnyebut Pakuan (Bogor) sebagai dayo yang bersinar. Di dalam Pakuan itu terdapat istana yang dikelilingi 330 pilar sebesar tong anggur yang tingginya 4 pathom ( kira-kira 9 meter) dengan ukiran indah pada punÂcaknya. Pires mengidentifikasi karakter orang Sunda (PajajaÂran): menarik, ramah, tinggi kekar, dan jujur. Ia juga menyeÂbut Sribaduga dengan kalimat yang setara dengan ‘purbatisti purbajati,’ seperti ditulis di arÂtikel sebelumnya, yaitu, “The Kingdom of Sunda is justly govÂerned.†Memerintah dengan peraturan yang adil.
Akan halnya naskah PanÂcakaki Karuhun Kabeh, menyeÂbut Gemuh Pakuan, kota atau daerah yang makmur dan berÂjaya. Berjaya karena kearifan menjadi ciri utama kepribadian yang dibentuk oleh socio habiÂtus yang kuat memegang nilai-nilai keadaban. Basisnya adalah akhlak.
Bagi Halaman