Untitled-1“Menurunkan tekanan darah sama dengan menurunkan risiko terjadinya stroke, penatalaksaan hipertensi yang tepat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas dari penyakit stroke”

Oleh : Latifa Fitria
[email protected]

Gangguan susunan saraf pusat yang dikenal dengan stroke, cen­derung meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker, kemudian saat ini men­empati urutan pertama sebagai penyebab ke­matian di rumah sakit.

Efek dari stroke itu mempunyai pengaruh yang kuat terhadap sistem kerja saraf manusia, sehingga mereka yang sudah terkena stroke akan mengalami gangguan terhadap sistem sarafnya. Kebanyakan dari mereka setelah mengalami stroke ada yang meninggal du­nia, sisanya mengalami kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya sedikit yang dapat sem­buh total dari serangan stroke atau kecacatan.

Stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah kru­sial ini, diperlukan strategi penanggulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rahabilitasi, dan promotif.

Menurut Dokter Spesialis Neurologi Rumah Sakit Mulia, dr H Yoeswar A. Darisan, , faktor risiko stroke terdiri dari nonmodifable dan modifiable. Hipertensi termasuk dalam faktor risiko modifiable, merupakan faktor re­siko kuat dimana pada tekanan darah 160/95 mmHg, potensi terjadinya stroke meningkat sebesar 3-3,5 kali.

BACA JUGA :  10 Manfaat Jus Mentimun untuk Kesehatan, di Antaranya Menjaga Kesahatan Jantung..

“Menurunkan tekanan darah sama den­gan menurunkan risiko terjadinya stroke, pe­natalaksaan hipertensi yang tepat mempenga­ruhi morbiditas dan mortalitas dari penyakit stroke,” jelasnya.

Dampak dari stroke itu, lanjut Yoeswar, sangat kuat menyerang saraf pada manusia, ada yang menyerang saraf tepi sehingga seba­gian dari tubuh penderita ada lumpuh sebelah. “Jadi yang harus diperhatikan saat seseorang mengidap hipertensi, yang harus ditanganin hipertensinya bukan penyembuhan saat su­dah terkena stroke,” terang Ketua Ikatan Dok­ter Indonesia (IDI) Kabupaten Bogor.

Untuk mencegah faktor risiko berkem­bang menjadi faktor pemicu stroke, ia me­nyarankan agar orang yang telah memiliki faktor risiko rajin memeriksakan kesehatan. Dengan cara itulah, bagi yang terkena dia­betes bisa menurunkan kadar gula darahnya atau menurunkan tekanan darahnya bagi yang ketahuan mengalami hipertensi. Selain itu, mereka harus menjaga pola hidup sehat. Adapun deteksi dini stroke bisa dilakukan dengan pemeriksaan magnetic resonance im­aging (MRI) dan computed tomography scan (CT scan).

BACA JUGA :  Simak Ini, Makanan Vegetarian yang Bisa Jadi Pengganti Asupan Ikan

“Selama ini, ada orang yang mengeluh baal tangannya dan pusing-pusing, tapi mem­biarkannya, tiba-tiba dia jatuh pingsan, baru dibawa ke rumah sakit, dan sudah terlambat. Dalam keadaan stroke, pembuluh yang men­gatur aliran darah tersumbat dan menyempit. Padahal jantung tetap memompa darah den­gan volume yang normal. Akibatnya, darah mengumpul di pembuluh dan pecah. Gaya hidup seseorang juga pemicu stroke. Pada orang yang bekerja terlalu keras, tekanan yang diterima otak lebih besar. Tekanan pada otak ikut mempengaruhi kerja pembuluh da­rah dan mengakibatkan ritme jantung saat memompa darah tidak normal. Justru berba­haya, bagi orang yang tensinya tiba-tiba naik, tapi beberapa hari kemudian turun lagi, terus naik lagi. Ini yang bisa menyebabkan stroke karena aliran darah dalam tubuhnya tidak normal,” kata Yoeswar.

============================================================
============================================================
============================================================