BOGOR, Today – Dimu­lainya program Masyarakat Eko­nomi Asean (MEA), turut berdam­pak kepa­da dunia pendidi­kan, khu­s u sny a di lini Sekolah Menen­gah Keju­ruan (SMK). Ditekan un­tuk mengahsil­kan pelajar yang berkualitas, dan siap kerja, Dinas Pendidikan Kabu­paten Bogor mengaku masih kekurangan Corporate Social Re­sponsibility (CSR).

Dari hasil pantauan Kasie SMK Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Tata Karwita menjelaskan, sejauh ini hanya ada beberapa perusahaan yang rutin menjadi CSR, dan tidak bisa menutupi jumlah output.

“Jumlah SMK di wilayah Kabupaten Bogor berjumlah 345 sekolah, dan dari total CSR paling hanya bisa me­nyerap 10 persen total output pelajar, tentu kouta terse­but sangatlah kurang. Terlebih dengan adanya MEA, persaingan di dunia indusrti semakin ketat,” jelasnya.

Demi tidak menurunkan daya saing para output pe­lajar, lanjutnya, lembaga pendidikan harus turut ber­peran aktif kala menciptakan sebuah inovasi pembentu­kan karakter serta mental siswanya.

“Yang namanya kejuruan harus mempunyai keahl­ian khusus dalam bidangnya, sekolah bisa membuat bahkan membangun simulasi seperti rumah makan untuk jurusan Jasa Boga yang bersifat “real”. Sehingga nantinya para murid bisa merasakan bagiaman situasi lapangan yang sebenarnya, dan ketika lulus nanti sudah terbiasa menghadapi konsumen,” paparnya.

Namun, Tata sendiri menyayangkan, kebanyakan dari lembaga pendidikan kurang memahami tehknik tersebut. Dimana mereka hanya terpaku pada pembela­jaran materi dalam kelas.

“Lembaga pendidikan kejuruan itu mempunyai satu unit program produksi yakni, Business Center (BC), pergunakan bidang tersebut untuk memasarkan, dan mengembangkan hasil produksi anak-anak, jelas itu ti­dak melanggar peraturan,” ungkapnya.

Dari ratusan SMK di Kabupaten Bogor, SMKN 1 Pun­cak Cisarua sedang merancangnya. Lembaga pendi­dikan kejuruan yang berada di Kecamatan Cisarua itu berencana untuk membangun restoran. Ditargetkan rumah makan yang menyajikan menu khas Sunda den­gan konsep lesehan tersebut berdiri dan beroperasi pada tahun ajar 2016/2017.

.”Kami ingin memanfaatkan peluang ekonomi karena posisi sekolah tepat berada di kawasan wisata Puncak,”ungkap Kepala SMKN 1 Puncak Cisarua, Ujang Tohari.

Dijelaskan, pendirian rumah makan merupakan media pembelajaran wira usaha, sekaligus praktek langsung bagi anak didik. Sehingga setelah lulus nanti mereka bisa mandiri. Disamping itu, tentunya dengan adanya tempat usaha ini, otomatis akan mendatangkan kesejahteraan bagi guru dan siswa SMKN 1 Puncak Cisa­rua.

“Nantinya rumah makan di bawah manajemen kop­erasi, namun koki dan pegawainya siswa SMKN 1 Pun­cak Cisarua. Bukanya tidak tiap hari, hanya sabtu dan minggu saja,”terangnya.

Untuk rencana ini, sambung Ujang, pihaknya telah berkoordinasi dengan perusahaan teh Walini. Selain itu, karena guru juga sibuk, dirinya akan merekrut satu sumber daya manusia yang khusus sebagai mentornya.

“Nanti produk teh Walini akan diolah menjadi minu­man aneka rasa. Tapi branch tetap Walini. Sementara untuk menu masakannya semuanya aneka khas sunda dengan koki siswa jurusan jasa boga,”paparnya.

Ujang mengaku optimis usaha rumah makan terse­but akan berhasil dan diterima pasar. Apalagi sumber daya manusia di SMKN 1 Puncak Cisarua sangat mendu­kung.

(Latifa Fitria)

============================================================
============================================================
============================================================