JAKARTA, TODAY — Harley Davidson (HD) kini tengah mencari dealer baru untuk mengemÂbangkan jaringan dealership independennya di Indonesia. Pengumuman ini diterbitkan, Selasa (9/2/2016). Kabar ini disampaikan oleh Havas Worldwide Siren yang ditunjuk oleh HD sebagai pihak kehumasan untuk kawasan Asia Tenggara.
Pencarian ini dilakukan setelah berakhirnya perjanjian hak penjualan perusahaan tersebut di Indonesia dengan PT. Mabua Motor Indonesia terhitung 31 Desember 2015 silam. Keputusan ini juga sejalan dengan tuÂjuan Harley-Davidson untuk mengembangkan jaringan inÂternasionalnya 150-200 dealer baru pada tahun 2020.
PT Mabua Harley-Davidson adalah importir motor merek Harley-Davidson sejak 1997 dan distributornya dikelola oleh PT Mabua Motor Indonesia. Namun, pada beberapa tahun terakhir, penjualan mereka menurun drastis.
Harga sepeda motor Harley-Davidson di Indonesia makin tinggi akibat melemahnya nilai tukar rupiah. Diperparah lagi dengan kenaikan Pajak PenamÂbahan Nilai atas Barang MeÂwah (PPnBM). Harley-Davidson dikenakan PPnBM 125% karena kapasitas mesinnya lebih dari 500cc.
Presiden Direktur PT Mabua Harley Davidson DjonÂnie Rahmat menyebutkan, penghentian keagenan Harley Davidson di Indonesia sudah dilakukan sejak 31 Desember 2015. Penyebabnya, iklim usaha dalam negeri sudah tidak konÂdusif beberapa tahun terakhir.
“Iklim usaha pada sekÂtor otomotif, khususnya di biÂdang motor besar, mengalami berbagai kendala, antara lain pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang US dollar, yang dimulai sejak pertengahan tahun 2013 dan berlanjut samÂpai dengan saat ini mencapai lebih kurang 40 persen,†ujar Djonnie, Selasa (9/2/2016).
Hal tersebut juga diperÂparah dengan adanya kebijakan pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengenai tarif bea masuk serta pajak yang terkait dengan imÂportasi dan penjualan motor besar. Tarif PPh impor, pajak penjualan barag mewah, pajak barang mewah untuk motor beÂsar dengan kapasitas mesin di atas 500 cc, hingga tarif bea maÂsuk motor besar, dan semuanya mengalami kenaikan. “Total keseluruhan pajak untuk imÂportasi motor besar mencapai hampir 300 persen, tidak terÂmasuk bea balik nama dan lain-lainnya,†sambung Djonnie.
Faktor-faktor tersebut, menurutnya, telah mengakiÂbatkan kelesuan pasar serta penurunan minat beli. Kendati demikian, untuk beberapa buÂlan mendatang, pihaknha tetap akan memberikan layanan purna jual serta penjualan suku cadang, dan lain-lain.
Sementara itu, pecinta sepeda motor gede (moge), Chris Salam, mengaku kecewa dengan hengkangnya keagenan moge Harley Davidson yang berada di bawah naungan PT Mabua Harley Davidson dan PT Mabua Motor Indonesia. “Yang saya sayangkan, Mabua ini suÂdah lama bermain di pasar InÂdonesia, yakni sejak 1998-an,†ucap Chris, Selasa (9/2/2016).
Aktor Indonesia pada dekade 1980-an ini mengatakan tidak masalah atas lepasnya keÂagenan Harley dari Indonesia, asalkan ketersediaan spare part, bengkel, dan tenaga ahli masih memadai. Ia mengaku masih mengandalkan bengkel nonresÂmi yang mempunyai tenaga ahli dalam bidang moge.
Untuk kebutuhan spare part Harley miliknya, Chris mengaku bisa membelinya di Singapura atau Malaysia. “Saya bisa beli dan bawa dari sana,†kata dia.
Namun Chris tidak terlalu khawatir mengingat ia bukan penggemar moge yang berÂmain pada satu merek tertentu. Chris mengaku mengoleksi moge lebih dari satu dan tidak hanya satu merek. Jika masalah ini tidak bisa diatasi, Chris tidak akan banyak mengandalkan merek Harley Davidson.
(Yuska Apitya/CNN)