TAMPAKNYA sangat perlu untuk menerjunkan pihak militer untuk mengatasi asap dan bukan sekedar menakut-nakuti orang dikota namun untuk memberdayaan mereka yang terlibat agar kembali kejalan yang benar. Kita pernah mendengar polisi menembak Istrinya. Polisi menembak kerabatnya. Tentara menembak pengandara dijalan.
Oleh: Bahagia, SP., MSc. S3 IPB
Dosen tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor
Kejadian itu terjadi kareÂÂna kurangnya kerjaan. Terlibat rutinitas baris berbaris yang sedikit menjemukkan. SemenÂÂtara kahlian tembak dan menembak itu tidak bisa direalisasikan. AkhÂÂirnya hal yang dipendam bisa terÂÂlampiaskan kepada siapa saja. Inilah yang harus kita pikirkan, jangan terus berikan penyuluhan secara psikologi. Sebenarnya tak salah seÂÂcara psikologi namun bertahun-taÂÂhun dengan kerjaan yang rutin tadi maka siapa yang tidak bosan.
Untuk membuat mereka tiÂÂdak bosan maka harus diberikan kerjaan baru seperti menangkap, memberikan penyuluhan dan samÂÂpai memberdayakan masyarakat sekitar hutan. Seharusnya peran Militer dirasakan oleh masyaraÂÂkat dalam membangun bangsa. Baru-baru ini tercatat Riau kemÂÂbali menunjuk titik api. Daearah lain di Sumatra juga menunjukkan hal yang sama. Menurut Nugroho dalam BNPB (2016) berdasarkan pantauan terdeteksi ada 151 hotspot di wilayah Indonesia. Namun ada beberapa daerah yang terbanyak diantaranya Kalimantan Timur terÂÂdapat 76 hotspot, Riau 45 hotspot, Aceh 11 hotspot, Kalimantan Utara 7 hotspot. Dari 45 hotspot di Riau tersebar di Kabupaten Bengkalis 16.
Indragiri Hulu 2, Kepulauan Meranti 20, Pelalawan 4, Rokan Hilir 1, dan Siak 2. Berbagai media memberitakan itu. Siapapun yang melakukan ini tergolong seorang penjahat. Tentu penjahat lingkunÂÂgan itu semakin banyak dinegeri kita. Penajahat itu tidak hanya sebatas mafi tanah yang menguaÂÂsai lahan luas kemudian dijadikan kebun dengan cara membakar hutan. Menanaminya kebun sawit dan melupakan yang miskin yang tidak punya tanah. Sebenarnya lebih banyak dari itu. Seseorang yang membuang sampah juga penjahat, manusia yang meneÂÂbang hutan juga penjahat, manuÂÂsia yang bunuh hewan langka juga penjahat, manusia yang merusak bukit juga termasuk penjahat. PoÂÂkoknya siapa saja yang merusak lingkungan kemudian orang lain dirugikan termasuk penjahat.
Makluk selain manusia diruÂÂgikan maka tergolong pejahat lingkungan. Penjahat ini sampai kini bebas-bebas saja hidupnya dibumi. Mereka dengan nyaman melakukan kejahatan dan berÂÂdampak kerugian besar terhadap yang dibumi dan dilangit. Untuk mengatasi ini membutuhkan sumÂÂberdaya yang dapat diandalkan. Kita tahu angkatan militer kita termasuk banyak dinegeri kini, polisi juga banyak kini, satpol PP juga banyak saat ini. Potensi ini nampaknya masih kita lupakan, pakain yang berwibawa harus bisa mengatasi lingkungan hidup, dan tidak diam dimarkas, berdiri dengan satu gagang tembak panÂÂjang. Seolah-olah pekerjaan yang sangat konservasitif. Justru hal ini menjauhkan tentara nasional dan polisi terhadap masyarakat. Mulai kini baiknya fungsi mereka dimanÂÂfaatkan oleh negara.
Biarkan dan terjunkan mereka menangkapi mafia hutan, mafia tanah, yang membuang sampah sembarangan. Semua harus merÂÂeka tangkap. Tentu sangat baik saat tentara berperang melawan teroris lingkungan ini. Daripada nunggu teroris manusia dan maÂÂnusia maka lebih baik menangÂÂkapi manusia yang tergolong teroÂÂris lingkungan. Meski tampak tak lazim namun inilah yang benar. Dulu kita tahu Abri masuk Desa sehingga Desa-desa dibangunkan rumah warga, dibuatkan taman kecil-kecilan sehingga desa menÂÂjadi indah dan tempat yang layak bagi manusia yang beriman. Kini harus lebih dari itu, mereka haÂÂrus ditempatkan dititik-tiik rawan panas dan kebakaran. Mereka haÂÂrus siap menangkap hidup-hidup pelaku pembakaran hutan tadi.
Cara ini perlu dilakukan kareÂÂna untuk memberikan efek jera kepada pelaku penjahat sehingga tampak peran militer dalam memÂÂbangun bangsa. Layaknya peranÂÂnya seperti masa yang lalu. Hal ini bukan untuk memberatkan merÂÂeka tetapi untuk menjaga kualiÂÂtas lingkungan. Sebelum tentara diterjun kelapangan maka tentara yang akan diterjunkan diberikan pendidikan bencana, pengetaÂÂhuan tentang lingkungan hidup, dan cara pemberdayan masyaraÂÂkat. Fungsi ini yang nampaknya belum digerakkan kembali secara optimal oleh pemerintah. Mereka disana jangan diterjunkan saat sudah terjadi kebakaran hutan. Terjunkanlah daearah mana yang rawan kebakaran. Zonasi itu seÂÂbagai zonasinya mereka. Tentu pemerintah perlu membuat kebiÂÂjakan terkait hal ini.
Pihak militer akan berhadaÂÂpan dengan penguasa lahan baik swasta, masyarakat dan pemerinÂÂtah. Untuk menegakkan kebenaÂÂran harus ditangkap dan dihukum sesuai dengan apa yang telah ia lakukan. Jangan pandang bulu, yang ini kebun dibawah kekuaÂÂsaan pemerintah, yang ini kebun rakyat dan ini kebun perusahaan swasta. Berlakukan keadilan unÂÂtuk itu sebab dampak dari kebaÂÂkaran hutan itu yang membuat manusia banyak yang sakit. Asap yang banyak menyebabkan ISPA. Dengan asap negara juga banyak rugi karena aktivitas penerbangan harus diberhentikan. Dengan asap tadi banyak kecelakaan terjadi karena jarak pandang yang dekat. Sama halnya dengan penerbanÂÂgan. Pilot tidak bisa melihat ke deÂÂpan pada jarak yang jauh sehingga terjadi kecelakaan.
Dampak secara ekologis, asap berkontribusi besar menyebabkan pemanasan secara gobal sehingga bumi akan semakin panas karena tidak sesuai dengan suhu stanÂÂdarnya. Kita terbiasa dengan suhu tertentu, dengan banyaknya asap kemudian mendominasi dibandÂÂingkan dengan oksigen maka meÂÂnyebabkan panas. Manusia juga sulit bernafas dan terasa sesak akibat kandungan oksigen semaÂÂkin sedikit diudara. Saat kebaÂÂkaran hutan maka CO2 lebih banÂÂyak maka dampak secara global yaitu perubahan Iklim. Iklim yang berubah menyebabkan masalah terutama sulitnya hujan turun dan menyebabkan daerah yang kering. Akhirnya kebakaranpun tak pula bisa dihindarkan. Tentara sangat diharapkan untuk ini. Pertama, tentara berperan sebagai penÂÂgubah pengetahuan masyarakat.
Masyarakat sekitar bencana asap dan pengusaha yang terÂÂtangkap diberikan pengetahuan secara terus menerus agar tidak lagi membakar hutan. Mungkin sebagian kita tidak tahu bahwa asap dapat merubah iklim. DisiÂÂni, tentara harus dibekali ilmu-ilmu lingkungan, ekosistem, dan pencemaran lingkungan. Kedua, tentara melibatkan tokoh-tokoh agama yang berperngaruh pada daerah itu. mengajaknya untuk berdiskusi sebab udara yang kotor termasuk kajian Iman. Kebersihan udara salah satu yang harus diperÂÂhatikan. Untuk itu perlu tentara dan pihak tokoh agama bekerja sama untuk memberikan penceraÂÂhan kepada umat disekitar hutan. Ketiga, pihak militer harus menÂÂjadi pengintai dan penangkap.
Mengintai siapa sebenarnya pelakunya, jika tertangkap diÂÂadili sesuai dengan aturan yang berlaku. Misalkan, penerapan hukuman dari undang-undang 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan. Undang-undang ini harus ada penyambung tangan dilapangan. Jika tidak undang-unÂÂdnag ini hilang wibawa dan bahÂÂkan hanya dianggap sebagai doÂÂkumen proyek yang tidak berefek untuk mengontrol perilaku maÂÂsyarakat agar ramah lingkungan. Selama ini undang-undang kita tidak ada penyambung tangan. Berbeda dengan undang-undang yang mengatur tentang pencurian maka ada tangan dilapangan yaitu polisi. Jika kejahatannya kepada hewan maka siapa penyambung tangannya. Tentu kedepannya, tentara inilah yang kita harapkan sebagai penyambung tangan tadi.
Dalam pelaksanan tugas lingÂÂkungan, harus dilakukan barter loÂÂkasi. Jika tentara yang di Riau maka tempatkan di Kalimantan sehingga tidak ada kerjasama, tidak ada sogok dan menyogok atau suap menyuap. Begitu juga sebaliknya. Hal ini untuk menghindari sikap manusia yang suka uang. Kita haÂÂrus tahu sekuat apapun Imannya manusia jika dihadapkan dengan lembaran merah tukar seratus riÂÂbuan maka bisa goyang Imannya. Pihak militer juga manusia biasa tentu bisa tergoda sangat kebutuÂÂhan akan meningkat. Itu yang kita pikirkan. Terakhir, tentara sebagai planter. Maksudnya, menanam huÂÂtan yang gundul dengan masyaraÂÂkat, melibatkan semua lapisan. Suatu saat nanti semuanya akan mendapatkan manfaatnya. (*)