BOGOR, TODAYÂ – Kenaikan tarif premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikritisi oleh Ikatan Dokter InÂdonesia (IDI) Kota Bogor. Sebab, seharusnya jika memang harus ada kenaikan nilai premi artinya harus dibarengi dengan kenaiÂkan tarif pelayanan.
Ketua IDI Kota Bogor, Zaenal Arifin berharap dengan kenaikan iuran tersebut diharapkan perbaiÂkan pelayanan dari BPJS dapat seÂmakin ditingkatkan. “Tentu selaÂma ini sudah berjalan baik. Hanya saja, kami sebagai dokter melihat masih banyak kekurangan yang harus dibenahi kembali,†katanÂya, Kamis (17/3/2016).
Diharapkan selain memperÂhatikan masyarakat, pihak BPJS juga bisa membantu IDI dalam peningkatan kompetensi dokÂter melalui berbagai kegiatan pelatihan. “Kami berharap agar kegiatan pelatihan ini bisa lebih diperbanyak lagi,†akunya.
Dikatakan Zaenal Arifin, proÂgram jaminan kesehatan nasiÂonal ini merupakan langkah revÂolusioner pemerintah dalam hal pembiayaan kesehatan. Namun nantinya BPJS akan memikul beban berat, karena bukan tidak mungkin pada akhirnya semua warga Indonesia harus tercover dengan program ini.
“Usulan saya seharusnya BPJS lebih fokus menangani pasien-pasien peserta PBI, setelah mamÂpu barulah menangani peserta non PBI,†pungkasnya.
Untuk diketahui, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 taÂhun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 12 tahun 2013 Tentang Jaminan KeÂsehatan. Selain adanya kenaikan besaran iuran, Perpres Nomor 19 juga memasukkan pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan RakyÂat Daerah (DPRD) dalam kategori Peserta Penerima Upah (PPU).
Diuraikan, iuran untuk katÂegori Pekerja Bukan Penerima Upah (PPBPU) dan Peserta BuÂkan Pekerja (PBP) adalah di ruangan kelas III yang biaya awalnya Rp 25.500, kini naik menjadi Rp 30 ribu. SedangÂkan kelas II menjadi Rp 51 ribu dari sebelumnya Rp 42 ribu. Sementara kelas I Rp 80 ribu dari sebelumnya Rp 59 ribu yang akan diberlakukan per 1 April 2016.
(Latifa Fitria)