Bintatar-sinagaBOGOR, TODAY — Penyidikan kasus mark up anggaran pen­gadaan lahan relokasi Peda­gang Kaki lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, mulai melempem lagi. Tak ada pemanggilan dalam sepekan terakhir. Jaksa dan penegak hukum dinilai lamban oleh sejumlah pakar dan peneliti hukum.

Peneliti dan Dosen Fakultas Hukum, Universitas Pakuan Bogor, Bintatar Sinaga mengatakan, penyidikan kasus mark up anggaran pengadaan lahan relokasi Pedagang Kaki lima (PKL) di Jambu Dua terbilang lamban. “Penyelidikan yang dilakukan oleh Jak­sa terbilang lamban, hal ini akan men­gurangi kewibawaan dan citra lembaga Kejaksaan Negeri Kota Bogor terhadap masyarakat. Seharusnya kejaksaan leb­ih berani mengungkap kasus ini, sudah lama lho kasus ini bergulir,” katanya ke­pada BOGOR TODAY, Jumat (1/4/2016).

Bintatar juga mengatakan, secara hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa saja mengambil alih kasus ini apabila memang Kejaksaan Negeri Kota Bogor tidak sanggup mengatasi dan menguak kasus ini, namun den­gan syarat-syarat khusus. “Saat ini, Ke­jari dibantu oleh Kejati. Apabila kedua lembaga masih mengulur-ulur waktu dan merasa tidak sanggup, barulah KPK berhak mengambil alih dengan persetu­juan Kejaksaan,” terangnya.

Ia juga mengatakan, apabila Ke­jaksaan lamban menangani kasus ini, dikhawatirkan kinerja Pemerintah Kota (Pemkot) dan DPRD Kota Bogor terus bersinggungan dan menciptakan ko­munikasi yang kurang harmonis antara kedua lembaga ini. “Seharusnya diper­cepat, saat ini semakin terlihat lembaga legislatif dan eksekutif semakin lempar tanggung jawab terkait kasus ini, dikha­watirkan akan berdampak pada kinerja sehari-hari yang menangani banyak per­soalan di Kota Bogor,” tuturnya. “Di sini terlihat kinerja para pemimpin kurang teliti, apalagi dana yang keluar sampai dengan Rp 43,1 miliar, jelas tidak logis harga dibandingkan dengan luas dan letak tanah. Harus diaudit BPK, kemana saja aliran dana ini,” ujarnya.

BACA JUGA :  Resep Membuat Nasi Ayam Claypot yang Gurih Manis

Bintatar menambahkan, secara hu­kum unsur percobaan melakukan tin­dak pidana korupsi sudah mulai terang dengan disitanya uang sejumlah Rp 26 miliar. “Percobaan korupsi itu sama hukumannya dengan tindak pidana korupsi dan tidak dikurangi 1/3 masa hukuman. Biarkan jaksa melakukan pe­nyelidikan terkait hal ini, saya berharap penegak hukum bekerja profesional, berani dan secepatnya menyerahkan berkas perkara ke pengadilan,” pung­kasnya.

Terpisah, Kepala Seksi Intel Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto men­gatakan, Kejari Kota Bogor berkomit­men untuk memecahkan persoalan ‘Jambu Dua’ ini. “Masih belum ada yang baru, kita sedang memfokuskan pada keterangan ahli yang tidak bisa saya se­butkan namanya,” katanya, kemarin.

BACA JUGA :  Cara Membuat Sayur Asem Khas Sunda ala Restoran yang Sedap dan Nikmat

Sekedar informasi, sebundel bukti perkara sudah masuk ke KPK dan Ke­jagung, akan tetapi kedua lembaga ma­sih mengkaji detil persoalan kasusnya. “Kami tentunya bergerak atas temuan yang jelas, berapa kerugian negaran­ya, berapa angka ketidakwajarannya. Koordinasi dengan BPK dan BPKP su­dah kami lakukan. Kami tunggu hasil­nya,” kata Ketua Komisioner KPK, Agus Rahardjo, ketika dikonfirmasi, Jumat (1/4/2016).

Kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya kejang­galan dalam pembelian lahan seluas 7.302 meter persegi milik Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014. Ternyata dalamnya telah terjadi trans­aksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dari 26 dokumen tanah yang diserahkan Angkahong ke­pada Pemkot Bogor ternyata kepemi­likannya beragam, mulai dari SHM, AJB hingga tanah bekas garapan. Dengan dokumen yang berbeda itu, harga un­tuk pembebasan lahan Angkahong sel­uas 7.302 meter persegi disepakati den­gan harga Rp 43,1 miliar. empat orang tersangka dari kalangan bawah, yakni Hidayat Yudha Priatna (Kepala Dinas Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), Hendricus Angka­widjaja alias Angkahong (Pemilik tanah yang dikabarkan meninggal dunia) dan Roni Nasrun Adnan (dari tim apraissal tanah).

Abdul Kadir Basalamah|Yuska Apitya Aji)

======================================
======================================
======================================