Untitled-11BOGOR TODAY – Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan baru pada sektor ekonomi, yak­ni mengenai besaran pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang ditu­runkan sampai satu persen. Ke­bijakan tersebut disikapi serius oleh Dispenda Kota Bogor, yang tidak setuju dengan turunnya tarif tersebut.

Kepala Dinas Pendapa­tan Daerah (Dispenda) Kota Bogor, Daud Neno Darenoh mengatakan, pihaknya sudah menyatakan ketidaksetujuan­nya bersama dengan beberapa daerah lain saat diundang oleh pemerintah pusat pekan lalu.

“BPHTB adalah prima­donanya pajak daerah, jadi kami sampaikan keberatan kami pada pusat. Tapi, saat itu pusat hanya menampung usul dan masukan dari daerah saja,” terangnya kemarin.

Pengumuman paket kebi­jakan ekonomi XI yang salah sa­tunya menyatakan untuk mem­permudah investasi daerah, harus ada pengaturan penu­runan tarif BPHTB dari maksi­mal 5% jadi 1% bagi tanah dan bangunan yang menjadi aset dana investasi real estate (DIRE).

BACA JUGA :  Turunkan Berat Badan ala Perempuan Jepang dengan 5 Kebiasaan Ini

Daud memaparkan, hingga saat ini poin paket kebijakan tersebut belum diberlakukan di Kota Bogor seiring dengan keten­tuan teknis lanjutan yang belum diterapkan oleh pemerintah.

Daud menambahkan, BPHTB menjadi penyumbang terbesar pendapatan asli daerah setiap tahunnya di Kota Bogor. Tercatat, pada 2014 perolehan BPHTB di Kota Bogor mencapai Rp119,14 miliar dan pada 2015 mencapai Rp117 miliar.

“Sementara, untuk perole­han BPHTB dari Januari-Maret 2016 mencapai Rp21,84 mili­ar. Jadi kalau ada penurunan tarif, PAD kita akan otomatis berkurang,” ujarnya.

Terpisah, Koordinator Pen­gusaha Real Estate Indonesia (REI) Bogor Raya Rivalino Al­berto mengatakan, rencana penurunan tarif BPHTB dari maksimal 5% menjadi 1% meru­pakan angin segar bagi para pengembang terutama di dae­rahnya.

Menurutnya, dengan ditu­runkannya biaya BPHTB, maka penjualan properti di kawasan Bogor Raya akan semakin me­ningkat seiring saat ini pen­jualan peroperti di kawasan tersebut pada kwartal pertama tahun 2016 dinilai masih lesu.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat ODGJ Pria di Halaman Masjid Caringin

“Dan tentunya harga jual pun bisa lebih rendah ya, kare­na terus terang kami ini yang bergerak di properti selama ini paling banyak costnya untuk pajak dan tetribusi, dan belum lagi adanya biaya tak terduga yang cukup besar,” paparnya.

Dia berharap perlu ada sin­ergitas kebijakan antara pusat dan daerah seiring masih ban­yaknya pemerintah di daerah belum menerima kebijakan tersebut. Dia meminta pemer­intah daerah harus menyikapi kebijakan tersebut untuk di­manfaatkan semua pihak.

“Seharusnya untuk perma­salahan ini pemda-pemda di se­luruh Indonesia patuh kepada pusat, kalau pemdanya tidak patuh, maka pasti kebijakan itu tidak akan jalan, makanya kami berharap pemerintah pusat harus tegas agar kebijakan itu efektif,” pungkasnya.

(Abdul Kadir Basalamah)

============================================================
============================================================
============================================================