BOGOR, TODAY — Berkas perkara kasus pengadaan lahan relokasi pedagang kaki lima (PKL) yang dipusatkan di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, sudah siap unÂtuk diajukan ke Pengadilan Tindak Pidana (Tipikor) Bandung, Jawa Barat.
Namun, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga kini belum bisa mengungkap, duit Rp26,9 miliar yang telah disita dua pekan lalu itu akan dialirkan ke siapa saja? Kabar berkembang, duit itu akan disebar untuk bancaan sejumlah pejabat di Kota Bogor. Siapa disebut di meja pengadilan?
Wajah Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto, gelagapan saat ditanya BOÂGOR TODAY terkait aliÂran duit siÂtaan Rp26,9 miliar. Ia engÂgan berkomentar banyak saat dicecar siapa pejabat yang diÂjanjikan duit itu. “Kami masih selidiki. Intinya, masih didalami,†kata dia, menjawab.
Andhie malah menjelaskan mekanisme sidang yang nantinya ditempuh kasus ini. Ia bilang beÂgini, setelah tersangka dan barang bukti diterima, JPU akan melimpahÂkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor. “Segera akan dilimpahkan oleh JPU Kejari Kota Bogor dalam jangÂka waktu dekat ini,†ujarnya.
Andhie mengatakan, Kejari Kota BoÂgor telah menerima surat permohonan dari Walikota Bogor, Bima Arya SugiarÂto sebagai upaya bantuan hukum dalam pengalihan status penahanan Camat Bogor Barat, Irwan Gumelar agar menÂjadi tahanan kota. “Sejauh ini Kejari Kota Bogor masih mengkaji surat terseÂbut. Nomor suratnya saya tidak mengeÂtahui persis, yang pasti sudah diterima oleh Kejari Kota Bogor,†ungkapnya.
Jawaban agak janggal justru terlonÂtar dari Walikota Bogor, Bima Arya SugÂiarto. Politikus PAN ini terkesan tak mau dilibatkan dalam perkara ini. Dia menÂgaku tidak mengetahui persoalan itu. Bima mengaku tidak masuk ke dalam ranah teknis, karena sudah ada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Tim Appraisal yang menangani hal itu. “Itu penganggaran soal teknis yang mengurus Ketua TPAD,†kata dia.
Bima mengaku menyerahkan semua persoalan Jambu Dua kepada proses hukum. Sehingga menurutnya, proses hukum inilah nanti yang akan membukÂtikan. Ia juga berharap agar dalam penÂanganan kasus ini semua dapat dibuka seterang-terangnya sehingga semuanya terungkap.
“Semua sudah memberikan kesakÂsian yang benar secara jujur. Tinggal kita tunggu saja, karena nantinya akan terlihat mana yang benar dan mana yang salah. Saya berharap seperti itu,†ujarnya.
Ia juga menambahkan, dirinya memÂpercayai bahwa proses hukum akan membuktikan apa yang sebenarnya terjadi. Bima juga mengaku tidak perÂnah mendapatkan laporan terkait adÂanya pengajuan harga penilaian dari tim apraissal sebesar Rp. 33 miliar, sementara saat pembebasan menjadi Rp. 43,1 Miliar.
“Saya tidak masuk ranah teknis, itu kan ada TAPD dan apraissal. Walikota itu hanya kebijakan dan saya juga sudah sampaikan hal ini saat memberi kesakÂsian di Kejari Bogor dan Kejati Jabar di Bandung,†akunya.
Mengenai bantuan hukum, Bima Arya juga mengajukan surat penangÂguhan yang berisi permohonan untuk pengalihan status tahanan terhadap Camat Bogor Barat; Irwan Gumelar dan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor.
Diketahui, syarat seseorang untuk dilakukan penahanan ada dua, yakni syarat objektif dan syarat subjektif. Syarat Objektif yang sering disebut sesÂuai dengan Pasal 21 Ayat 4 huruf b, anÂtara lain : Pertama, tindak pidana yang disangkakan diancam dengan tindak pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Kedua, tindak pidana dalam pasal 282 (3), 296, 335 (1), 351 (1), 353 (1), 372, 378, 379a, 453, 454, 455, 459, 480 dan 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan tindak pidana khuÂsus yang diatur dalam UU sendiri.
Selain itu, syarat subjektifnya sesuai dengan Pasal 21 ayat 4 huruf b, antara lain; pertama karena tersangka dikhaÂwatirkan akan melarikan diri, kedua dikhawatirkan tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti dan terakhir karena tersangka dikhawatirÂkan mengulangi tindak pidana.
Kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya kejangÂgalan dalam pembelian lahan seluas 7.302 meter persegi milik Hendricus Angkawidjaja alias Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014 silam. Ternyata di dalamnya telah terjadi tranÂsaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dari ratusan dokuÂmen tanah yang diserahkan Angkahong kepada Pemkot Bogor ternyata status kepemilikannya beragam, mulai dari Sertifikat Hak Milik (SHM), Akta Jual Beli (AJB) hingga tanah bekas garapan.
Dengan dokumen yang berbeda itu, harga untuk pembebasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar. Empat orang tersangka dari kalangan bawah, yakni Hidayat Yudha Priatna (Kepala Dinas Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), Hendricus Angkawidjaja alias AngkaÂhong (Pemilik tanah yang dikabarkan meninggal dunia) dan Roni Nasrun AdÂnan (dari tim apraissal tanah).
Berkas perkara ini juga telah masuk ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Barat dan tercium Kejaksaan Agung (Kejagung) serta Komisi PemberÂantasan Korupsi (KPK). Ketiga lembaga yudikatif tertinggi itu kini tengah meÂmantau dugaan adanya aktor intelekÂtual dalam perkara ini.
(Abdul kadir Basalamah|Yuska)