Untitled-22BOGOR, TODAY — Berkas perkara kasus pengadaan lahan relokasi pedagang kaki lima (PKL) yang dipusatkan di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, sudah siap un­tuk diajukan ke Pengadilan Tindak Pidana (Tipikor) Bandung, Jawa Barat.

Namun, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga kini belum bisa mengungkap, duit Rp26,9 miliar yang telah disita dua pekan lalu itu akan dialirkan ke siapa saja? Kabar berkembang, duit itu akan disebar untuk bancaan sejumlah pejabat di Kota Bogor. Siapa disebut di meja pengadilan?

Wajah Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto, gelagapan saat ditanya BO­GOR TODAY terkait ali­ran duit si­taan Rp26,9 miliar. Ia eng­gan berkomentar banyak saat dicecar siapa pejabat yang di­janjikan duit itu. “Kami masih selidiki. Intinya, masih didalami,” kata dia, menjawab.

Andhie malah menjelaskan mekanisme sidang yang nantinya ditempuh kasus ini. Ia bilang be­gini, setelah tersangka dan barang bukti diterima, JPU akan melimpah­kan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor. “Segera akan dilimpahkan oleh JPU Kejari Kota Bogor dalam jang­ka waktu dekat ini,” ujarnya.

Andhie mengatakan, Kejari Kota Bo­gor telah menerima surat permohonan dari Walikota Bogor, Bima Arya Sugiar­to sebagai upaya bantuan hukum dalam pengalihan status penahanan Camat Bogor Barat, Irwan Gumelar agar men­jadi tahanan kota. “Sejauh ini Kejari Kota Bogor masih mengkaji surat terse­but. Nomor suratnya saya tidak menge­tahui persis, yang pasti sudah diterima oleh Kejari Kota Bogor,” ungkapnya.

Jawaban agak janggal justru terlon­tar dari Walikota Bogor, Bima Arya Sug­iarto. Politikus PAN ini terkesan tak mau dilibatkan dalam perkara ini. Dia men­gaku tidak mengetahui persoalan itu. Bima mengaku tidak masuk ke dalam ranah teknis, karena sudah ada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Tim Appraisal yang menangani hal itu. “Itu penganggaran soal teknis yang mengurus Ketua TPAD,” kata dia.

BACA JUGA :  Bima Arya Sempatkan Tinjau Penataan Fasad Otista

Bima mengaku menyerahkan semua persoalan Jambu Dua kepada proses hukum. Sehingga menurutnya, proses hukum inilah nanti yang akan membuk­tikan. Ia juga berharap agar dalam pen­anganan kasus ini semua dapat dibuka seterang-terangnya sehingga semuanya terungkap.

“Semua sudah memberikan kesak­sian yang benar secara jujur. Tinggal kita tunggu saja, karena nantinya akan terlihat mana yang benar dan mana yang salah. Saya berharap seperti itu,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, dirinya mem­percayai bahwa proses hukum akan membuktikan apa yang sebenarnya terjadi. Bima juga mengaku tidak per­nah mendapatkan laporan terkait ad­anya pengajuan harga penilaian dari tim apraissal sebesar Rp. 33 miliar, sementara saat pembebasan menjadi Rp. 43,1 Miliar.

“Saya tidak masuk ranah teknis, itu kan ada TAPD dan apraissal. Walikota itu hanya kebijakan dan saya juga sudah sampaikan hal ini saat memberi kesak­sian di Kejari Bogor dan Kejati Jabar di Bandung,” akunya.

Mengenai bantuan hukum, Bima Arya juga mengajukan surat penang­guhan yang berisi permohonan untuk pengalihan status tahanan terhadap Camat Bogor Barat; Irwan Gumelar dan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor.

Diketahui, syarat seseorang untuk dilakukan penahanan ada dua, yakni syarat objektif dan syarat subjektif. Syarat Objektif yang sering disebut ses­uai dengan Pasal 21 Ayat 4 huruf b, an­tara lain : Pertama, tindak pidana yang disangkakan diancam dengan tindak pidana penjara 5 tahun atau lebih.

Kedua, tindak pidana dalam pasal 282 (3), 296, 335 (1), 351 (1), 353 (1), 372, 378, 379a, 453, 454, 455, 459, 480 dan 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan tindak pidana khu­sus yang diatur dalam UU sendiri.

BACA JUGA :  RPJPD Kota Bogor 2025 - 2045, Kota Sains Kreatif, Maju dan Berkelanjutan

Selain itu, syarat subjektifnya sesuai dengan Pasal 21 ayat 4 huruf b, antara lain; pertama karena tersangka dikha­watirkan akan melarikan diri, kedua dikhawatirkan tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti dan terakhir karena tersangka dikhawatir­kan mengulangi tindak pidana.

Kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya kejang­galan dalam pembelian lahan seluas 7.302 meter persegi milik Hendricus Angkawidjaja alias Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014 silam. Ternyata di dalamnya telah terjadi tran­saksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dari ratusan doku­men tanah yang diserahkan Angkahong kepada Pemkot Bogor ternyata status kepemilikannya beragam, mulai dari Sertifikat Hak Milik (SHM), Akta Jual Beli (AJB) hingga tanah bekas garapan.

Dengan dokumen yang berbeda itu, harga untuk pembebasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar. Empat orang tersangka dari kalangan bawah, yakni Hidayat Yudha Priatna (Kepala Dinas Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), Hendricus Angkawidjaja alias Angka­hong (Pemilik tanah yang dikabarkan meninggal dunia) dan Roni Nasrun Ad­nan (dari tim apraissal tanah).

Berkas perkara ini juga telah masuk ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Barat dan tercium Kejaksaan Agung (Kejagung) serta Komisi Pember­antasan Korupsi (KPK). Ketiga lembaga yudikatif tertinggi itu kini tengah me­mantau dugaan adanya aktor intelek­tual dalam perkara ini.

(Abdul kadir Basalamah|Yuska)

============================================================
============================================================
============================================================