BOGOR, TODAY — Tingkat penjuaÂlan properti mulai dari perumahan hingga persewaan gedung perkarÂtoran tahun ini masih mendung. Para konsultan properti mempreÂdiksi, kondisi ini akan bertahan hingga 2019 mendatang.
Konsultan properti interÂnasional Cushman & WakeÂfield menyatakan kondisi berbagai bidang properti di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi ( Jabodetabek) masih lesu selaras dengan pertumbuhan perekonomian nasional. Pasar properti ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi nasional. “Kondisi properti saat ini masih mendung,†kata Direktur Riset Cushman & Wakefield Arief RaÂhardjo dalam paparan properti di Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Ia mengungkap kondisi ini karena tingkat daya beli masyaraÂkat yang berkurang. Lebih lanjut ia mengatakan pertanyaan besar yang menjadi tantangan adalah kaÂpan kondisi properti lesu ini dapat berakhir.
Arief menilai, sektor riÂtel dinilai masih cukup stabil. Sedangkan unÂtuk perumahan, Arief menuturkan juga dinilai stabil karena kebanyakan pengemÂbang mengeluarkan kluster sangat terbatas.
Ia juga menilai, kondisi sektor properti pada 2016 ini akan sama dengan kondisi tahun 2015. Kondisi tersebut belum membaik karena siklus properti memasuki perlamÂbatan pertumbuhan. “Perlambatan selama 2015 masih terjadi di tahun 2016,†ujar Associate Director ReÂsearch Colliers Indonesia, Ferry Salanto, kemarin.
Ferry mengatakan, kinerja properti mengalami perlambatan anÂtara lain karena sektor tersebut terkait erat dengan pertumbuhan perekonoÂmian suatu negara. Meski saat ini ada perlambatan, ia tetap yakin pada seÂmester kedua tahun 2016 mendatang mulai akan ada perkembangan.
Ia mencontohkan sejumlah biÂdang dalam sektor perkantoran yang melemah antara lain adalah perkanÂtoran dan kawasan industri. Selain itu, Ferry juga berpendapat bahwa perlambatan seperti perkantoran tersebut karena pada 2015, harga sewa bisa naik sampai dua kali lipat sehingga banyak pihak yang meliÂhat prospek yang bagus yang mulai membangun gedung perkantoran. “Beberapa pengembang mulai memÂbangun, tetapi pas selesai saat sektor properti sedang jatuh sehingga supÂlai menumpuk,†katanya.
Dalam kondisi pasokan perkanÂtoran yang tinggi tetapi permintaÂannya melemah, maka terjadi pula penurunan tingkat okupansi.
Demikian pula dengan pembeÂlian apartemen, yang saat ini seÂjumlah pengembang lebih memilih untuk menjual sisa unit yang merÂeka miliki. “Developer “strata title apartement†(apartemen hak milik) lebih mending jualan produknya yang belum laku dibanding melunÂcurkan proyek baru, karena tidak pasti,†katanya.
Berdasarkan data Cushman & Wakefield, baik transaksi penjualan maupun pra-penjualan didominasi oleh proyek kelas menengah, sekitar 46,1 persen dari total transaksi. SedanÂgkan untuk metode pembayaran rata-rata untuk kelas menengah-bawah banyak yang menggunakan KPR.
Penjualan apartemen di wilayah DKI Jakarta pada kuartal I Januari-Maret 2016 masih belum terlalu bergairah karena banyak konsumen dinilai masih bersifat menunggu unÂtuk membeli unit apartemen.
Ferry mengemukakan pihaknya juga merevisi proyeksi pasokan apartemen untuk tahun 2016-2019 antara lain karena melambatnya progres konstruksi, tertundanya jadwal groundbreaking atau peÂmancangan tiang utama, dan juga isu perizinan pembangunan. “Kami memperkirakan suplai total selama 2016-2018 akan mencapai 75.083 unit, agak menurun 3,2 persen dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 77.549 unit,†katanya.
Ia juga mengemukakan, pada saat ini banyak pengembang yang menjadi pragamatis karena kondisi pasar properti saat ini dinilai telah melewati puncaknya sejak beberapa tahun lalu, sehingga konsumen juga masih bersifat
Terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Bogor, Erik Irawan Suganda, mengakui, iklim bisnis apartemen dan hunian di Bogor sebenarnya cukup bergaiÂrah. “Namun sepi pembeli. Daya beli dan minat masyarakat rendah,†kata dia, kemarin.
Erik menyikapi, solusi yang haÂrus ditempuh adalah para pebisnis hunian harus berani membanting harga atau memberi bonus-bonus kemudahan. “Untuk menarik minat masyarakat,†tandasnya.
(Yuska Apitya Aji)