BANDUNG, TODAYÂ – Penampilan seorang pemain sepak bola kini memang lebih mentereng. Emen Suwarman pun mengÂingatkan para pemain muda jangan mengedepankan gaya, tapi kualitas.
Entah siapa yang memulai, dewasa ini para pemain sepak bola memang cendÂerung memperhatikan penampilan. Bahkan gaya rambut pun dibuat sedemikiÂan rupa sesuai tren terbaru. Tak jarang pula pemain yang dijadikan model iklan bahkan jadi bintang film. Tak terkecuali para pemain PersÂib Bandung.
Legenda Persib era 1960- an, Emen Suwarman, meliÂhat para pemain di era sepak bola modern ini memang tak melulu mementingkan kualitas bermain sepak bola.
“Kalau dulu enggak seperti itu, yang bagus itu main bolanya bukan rambutÂnya,” kata Emen.
Sah saja memang, mengingat sebÂagai pemain harus memberikan yang terbaik kepada suporter. Di mana penampilan menjadi salah satu poin unÂtuk mendapatkan nilai plus dari penggeÂmar. Namun Emen berharap, para pengÂgawa Maung Bandung mengutamakan kualitas performa di samping gaya.
“Jangan gaya dulu yang didahuÂlukan, tapi bagus dulu mainnya baru setelah itu boleh gaya,” imbuhnya.
Selama 14 tahun membela Persib, yakni sejak 1960 hingga 1974, Emen tahu betul perbedaan yang mencolok dengan kondisi tim saat ini. Hingga saat ini, Emen tidak pernah memiliki jersey Maung Bandung sekalipun dia mantan pemain. Karena setiap habis berlaga, jersey tersebut harus dikembalikan.
“Dulu kaus, jaket semua dibalikin lagi karena inventaris, di (tim) Nasional juga sama tahun 1961 sampai 1965,” kata kakek berusia 76 tahun ini.
Empat tahun membela tim merah putih, Emen berkesempatan menginÂjakan kaki di berbagai negara khususÂnya Asia Tenggara. Pernah berjalan di Tembok Besar Tiongkok, China, menÂjadi pengalaman yang hingga kini masih terekam dibenaknya.
Meski begitu, Emen belum pernah mempunyai sepatu sepak bola dengan merk terkenal. “Saya sampai ke luar NegÂeri, ke 18 Negara enggak pernah kebeli sepatu yang bagus. Dulu bawah sepatunÂya itu ada paku, kalau diperbaiki biasanÂya di Kosambi (Bandung),” bebernya.
Umurnya memang sudah senja, naÂmun ingatannya masih kuat. Dia menÂgenang, harga sepatu yang dia kenakan seharga Rp150 rupiah. Karena merek abalabal, biasanya tak tahan lama. ApaÂlagi bila musim hujan dan banyaknya genangan air di lapangan, otomatis mempercepat usia sepatu.
“Lapangan sekarang bagus kalau dulu kan rusak, tapi kalau main bagus ya enak saja mau di lapangan rusak juga. Kalau sekarang kan lapangan banÂyak yang bagus,” paparnya.
Terakhir jabatannya hanya menjadi messeur atau pemijat di tim Persib. NaÂmun pada 2014 lalu, saat Persib juara Indonesia Super League (ISL), dia sudah tidak ada di tim. Setidaknya Emen perÂnah menjadi asisten pelatih saat juara di kompetisi Perserikatan 1993/1994 dan Liga Indonesia I 1994/1995.
“Sekarang saya menikmati saja meÂlihat pemain-pemain muda, angkatan saya yang masih hidup itu tinggal berÂdua. Saya sama Rukman,” pungkasnya.
(Imam/net)