agusPADA bulan April ini, bangsa Indonesia menghadapi momentum hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April. Dan tidak dapat dipungkiri, sosok R.A. Kartini merupakan inspirasi bagi kebangkitan kaum wanita Indonesia.

Oleh: Ahmad Agus Fitriawan
Guru MTs Yamanka dan SMK Avicenna Mandiri.
Kec. Rancabungur Kab. Bogor

Meskipun lahir dan dibesarkan di kel­uarga ningrat, na­mun hal ini tidak menghalangi ke­jernihan hati R.A. Kartini untuk dapat menyelami penderitaan kaumnya. Keinginannya sangat kuat untuk bangkit dari keterting­galan. Hal ini dapat diketahui dari surat-suratnya yang ditulis dalam bahasa Belanda yang kemudian oleh Mr. J.H. Abendanon dibuku­kan dengan judul “Door Duister­nis Tot Licht” yang diterjemah­kan oleh Armijn Pane sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Dalam perjalanan sejarah, kurang lebih 14 abad yang silam, Muhammad sebagai Nabi dan Ra­sul telah banyak mengangkat de­rajat kaum wanita, jauh sebelum Kartini dan Dewi Sartika, dan tokoh wanita lainnya melakukan hal yang sama, bahkan beliau mnilai bahwa wanita mempunyai beberapa kelebihan dari kaum pria.

Beliau menjadikan istrinya, Siti Aisah ra. dan Hafsah binti Umar ra. sebagai mediator atau penghubung antara kaum wanita dengannya sewaktu masih hidup. Karena malu untuk menjawab problematika kaum wanita, seperti hubungan suami istri, janabat dan bersuci, maka istri beliau bertindak sebagai media­tor, pendidik dan pemberi fatwa, yang hal ini belum pernah terjadi di masa jahiliyyah.

Begitu tingginya derajat kaum wanita di mata Nabi SAW, sampai beliau bersabda: “Bahwa surga itu berada di bawah telapak kaki ibu”. Di satu sisi hadits ini sebagai penghargaan terhadao wanita, namun di sisi lain betapa berat­nya tanggung jawab seorang obu dalam mendidik anaknya agar kelak ia bisa masuk surga.

Seorang ibu harus mampu mendidik anaknya, menjadi gen­erasi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, menjadi anak yang sholeh, yang mampu men­gamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari serta be­rakhlakul karimah. Bila hal ini mampu dilakukan oleh seorang Ibu, insya Allah anaknya akan masuk surga.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Nabi SAW juba bersabda: “Bahwa wanita itu tiang negara, bila wanita itu baik, maka akan selamatlah negaranya, namun bila wanita itu rusak, akan bi­nasalah negaranya”. Hadits ini sangat berhubungan erat dengan hadits sebelumnya, artinya bila seorang ibu telah mampu mendi­dik anaknya, menjadi generasi rabbani, yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, menjadi anak sholeh yang mam­pu mengamal­kan ajaran Islam dan berakhlak k a r i m a h dalam kehidu­pan sehari-harinya, maka insya Allah akan terwu­jud keluarga sakinah mawaddah warrahmah. Bila semua kelu­arga di negeri ini sudah sakinah mawaddah warrahmah, insya Allah akan mampu mewujudkan negara yang baldatun thayyiba­tun warabbun ghafur. Dan se­lamatlah negara ini dari segala bencana dan marabahaya.

Namun mengapa sekarang negara kita selalu dilanda ben­cana alam yang beruntun, sep­erti tanah longsor, banjir dan semburan cairan magma gunung meletus, dsb. Salah sayu dian­taranya bila merujuk hadits Nabi tersebut, karena kaum wanita di neg­eri ini banyak yang rusak akhlaknya. Para wanita dengan bangga me­mamerkan auratnya tanpa rasa malu lewat tayangan di berbagai stasiun televisi yang semestinya aurat tersebut ditutup.

Tentu saja wanita seperti ini tidak akan mampu mendidik anaknya, menjadi generasi rab­bani yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, menjadi anak sholeh, yang mampu mengamal­kan ajaran Islam dalam kehidu­pan sehari-hari serta berkahlakul karimah, justru yang terjadi sebaliknya, generasi muda kita semakin jauh dari ajaran agama, menjadi pecandu narkoba, seks bebas, dll. Maka jangan heran bila negara kita selalu dilanda bencana beruntun. Naudzubillah mindzalik.

Ketika seorang sahabat ber­tanya kepada Nabi SAW, “Ya Ra­sulullah kepada siapakah aku ha­rus berbakti?”, beliau menjawab: “Kepada Ibumu”. Sahabat itu bertanya lagi “Ya Rasulullah ke­pada siapa lagi aku harus berbak­ti?”, beliau menjawab “Kepada Ibumu”. Karena penasaran saha­bat itu bertanya lagi “Ya Rasulullah kepada siapa lagi aku harus berbakti?” beliau masih menjawab “Kepada Ibumu”. Dan untuk membuktikan kepenasa­rannya lagi, sahabat itu bertanya “Ya Rasulullah kepada siapa lagi aku harus berbakti?”, baru beliau menjawab: “Kepada Bapakmu”.

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Sampai tiga kali Nabi SAW bersabda, bahwa seorang anak harus berbakti kepada ibunya, se­dangkan berbakti kepada bapak­nya hanya disebut satu kali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang anak harus berbakti lebih dahulu kepada ibunya, baru kemudian kepada bapaknya. Ibu lebih layak dihormati, karena ibu telah ber­susah payah mengandung selama sembilan bulan, mau tidur terlen­tang tidak enah, apalagi mau ter­ungkup takut sang bayi kejepit.

Saat melahirkan sang ibu be­rada diantara hidup dan mati, menurut ilmu kedokteran ada sekian ribu otot yang putus ke­tika seorang ibu melahirkan, bila kondisinya kuat, insya Allah ia akan melahirkan banyinya den­gan selamat, namun bila kondis­inya lemah, tidak sedikit yang meninggal saat melahirkan, na­mun insya Allah ter­masuk mati syahid. Setelah bayinya la­hir, ia mengasuh dan menyusui bayinya dengan telaten. Be­gitu susah payahnya seorang ibu, merawat anaknya mulai mengand­ung, menyusui dan mem­besarkan anaknya hingga dewasa. Maka sangat layak bila seorang anak harus hormat dan berbakti kepada Ibunya.

Dari beberapa uraian hadits tersebut, ternyata nyatalah Nabi SAW telah mengangkat derajat kaum wanita 14 abad yang lalu, jauh sebelum kaum wanita di negeri ini menuntut hak yang sama, yang kita kenal dengan emansipasi. Maka suadah selay­aknya bila Nabi Muhamamd SAW diberi gelar “Tokoh Emansipasi Dunia”. Walllahu’alam

============================================================
============================================================
============================================================