PEMERINTAHAN pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meluncurkan paket ekonomi jilid XII yang isinya berupa kemudahan berbisnis (ease of doing business) untuk UKM (Usaha Kecil Menengah). Paket ini diumumkan langsung oleh Jokowi, didampingi Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, kemarin.
Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
Ini hasil kerja siang malam. TuÂjuannya untuk memudahkan UKM berusaha,†ujar Jokowi di depan sejumlah redaktur meÂdia massa di Istana Presiden, Kamis (28/4/2016)
Kemudahan berbisnis ini dalam bentuk deregulasi sejumlah perÂaturan yang selama ini dinilai mengÂhambat bisnis UKM. Adapun latar belakang deregulasi itu, pertama, agar Indonesia menjadi negara manÂdiri secara ekonomi dan berdaya saing. Kedua, mempermudah UKM memulai usaha. Ketiga, menyederÂhanakan prosedur, penurunan biaya, percepatan untuk penyelesaian atas beberapa aspek di antaranya memuÂlai bisnis, izin mendirikan bangunan. Kemudian, pendaftaran properti, mendapatkan sambungan listrik, dan mendapatkan akses kredit. KeÂempat, memberikan dampak yang lebih signifikan, dan perbaikan keÂmudahan berusaha ini akan diterapÂkan di seluruh daerah.
Berikut rincian deregulasi unÂtuk kemudahan bisnis bagi UKM:
- Memulai usaha: Awalnya 13 prosedur diubah menjadi 7 proseÂdur. Waktu: 47 hari diubah menjadi 10 hari. Biaya R 6,8 juta sampai Rp 7,8 juta menjadi Rp 2,7 juta. Jumlah izin, dari 5 menjadi 3
- Perizinan pendirian bangunan: Sebelumnya 17 prosedur diubah jadi 14 prosedur. Waktunya 210 hari jadi 52 hari. Biaya Rp 86 juta menjadi Rp 70 juta. Jumlah izin, dari 4 menjadi 3
- Pendaftaran properti: SebelÂumnya ada 5 prosedur diubah menÂjadi 3 prosedur. Waktunya dari 25 hari, menjadi 7 hari. Biaya, sebelumÂnya 10,8% dari nilai properti, sekaÂrang menjadi 8,3% dari nilai properti. 4. Pembayaran pajak: Sebelumnya ada 54 kali pembayaran pajak yang harus dilakukan UKM, dipangkas menjadi 10 kali dengan sistem online
- Akses perkreditan: SebelumÂnya belum ada biro kredit swasta/ lembaga pengelola informasi perÂkreditan. Sekarang, telah diterbitkan izin usaha kepada 2 biro kredit swasÂta/ lembaga pengeleola infiormasi perkreditan.
- Penegakan kontrak: sebelumÂnya penyelesain gugatan sederhana belum diatur. Kemudian, waktu peÂnyelesaian perkara itu sampai 471 hari. Kini, di kebijakan yang baru ini diatur penyelesaian gugatan sederÂhana, jumlah prosedur menjadi 8 dan 11 prosedur kalau ada banding. Penyelesaian perkara dari 471 hari, menjadi 28 hari, dan 38 hari kalau ada banding.
- Penyambungan listrik: sebelÂumnya penyambungan itu butuh 5 prosedur, waktunya 80 hari, biaya SLO (Sertifikat Laik Operasi) Rp 17,5 per VA, biaya penyambungan Rp 969 per VA, serta uang jaminan langgaÂnan harus dalam bentuk tunai. SekaÂrang, diubah prosedur cuma 4, wakÂtunya 25 hari, biaya SLO Rp 15 per VA, biaya penyambungan Rp 775 per VA, serta uang jaminan langganan dapat menggunakan bank garansi.
- Perdagangan lintas negara: SeÂbelumnya offline, sekarang bisa onÂline dengan menggunakan online moduluntuk pemberitahuan ekspor barang dan pemberitahuan impor barang. Selain itu, ada batas waktu penumpukan di pelabuhan paling lama 3 hari.
- Penyelesaian perkara kepailiÂtan: Sebelumnya biaya kurator dihiÂtung berdasarkan nilai harta debitur, dan waktu pemberesan 730 hari, reÂcovery cost 30%. Sekarang ini di aturan ini, biaya suidah diatur dan dihitung berdasarkan nilai utang, dan berdasarkan nilai pemberesan.
- Perlindungan terhadap inÂvestor minoritas: Sebelumnya perÂaturan ada tapi kurang sosialisasi. Sekarang diperluas sosialisasinya.
Menteri Koordinator PerekonoÂmian, Darmin Nasution menambahÂkan, jadi secara total ada 94 proseÂdur yang disederhanakan menjadi 49 prosedur. Jumlah izin dari 9 diubah jadi 6, jumlah hari untuk memulai usaha dari 1566 hari menjadi 132 hari. Kemudian, jumlah biaya sebelumnya itu 92,8 juta + 10,8% dari nilai propÂerti+17,5 per VA+969 per VA+30% dari nilai perkara, menjadi 72,7 juta+8,3% dari nilai properti+Rp 15 per VA+775 per VA. “Ini pokoknya kita sudah lakukan survei soal izin usaha dari mulai awal sampai akhir untuk UKM. Kebetulan survei di Jakarta dan Surabaya karena 2 daerah ini yang menjadi survei ease of doing busiÂness dari Bank Dunia,†kata Darmin. Penjabaran aturan ini, DarÂmin mengatakan dituangkan dalam bentuk antara lain Peraturan MenÂteri, Perpres, Peraturan Daerah. SetiÂdaknya, ada 16 peraturan yang sudah diterbitkan untuk mempermudah UKM memulai usaha. “Tinggal 2 aturan yang belum yaitu revisi PP noÂmor 48 tahun 1994 tentang PPh, dan Perda tentang penurunan BPHTB,†tutup Darmin.
Menyikapi kebijakan anyar ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi SukaÂmdani, paket kebijakan terkait listrik harus dibenahi lagi. “Kalau yang meÂnyangkut mengenai paket. Sebagian sudah jalan sebagian lagi tidak jalan. Itu yang menurut saya tidak jalan itu masalah infrastruktur listrik. Itu ngÂgak jalan, baik untuk mendorong investasi baru maupun penurunan tarif listrik, ternyata di lapangan tiÂdak terjadi,†kata Haryadi ditemui di kantor Bank Indonesia (BI), Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (28/4/2016).
Menurutnya, implementasi perÂcepatan pembangunan pembangkit dan infrastrukturnya justru kurang berjalan. “Jadi PT PLN ini mengalami suatu problem pembinaan sendiri. Jadi menurut saya perlu di-review betÂul-betul direksinya. Kalau nggak bisa yah diganti saja,†ujar Haryadi.
Selain proyek percepatan 35.000 MW, kalangan pengusaha juga meniÂlai tidak ada diskon tarif listrik sesuai harapan pengusaha. Insentif berupa diskon tarif listrik tidak benar-benar diterapkan PLN. “Bahkan yang katÂanya akan memberikan diskon juga tidak terjadi kan?,†tandasnya.
Haryadi melanjutkan, selain lisÂtrik, paket kebijakan lain yang diÂtunggu pengusaha namun belum sesÂuai harapan yakni penurunan harga gas dan BBM. Meski sempat terjadi penurunan, namun angkanya dinilai masih terlalu kecil. “Lalu di sektor lain juga lambat. Juga di bidang enÂergi terkait dengan penurunan tarif BBM harusnya turun lebih jauh, terÂmasuk gas juga nggak berjalan sesÂuai rencana. Turunnya kecil sekali,†pungkasnya.
Kalangan dunia usaha mengakui periode ekonomi pada 2015 lalu memang sangat mengkhawatirkan. Pemerintahan baru yang dipupuk dengan optimisme tinggi harus menghadapi tekanan yang bertubi-tubi. Gejolak ekonomi dunia dan peÂkerjaan rumah di dalam negeri yang terbengkalai sekian lama.
Ekonomi dunia melambat dan berpengaruh langsung terhadap kondisi dalam negeri. Dalam lima tahun terakhir Indonesia mampu reÂalisasikan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, sekarang hanya 4,8%.
Nilai tukar rupiah melemah terÂhadap dolar Amerika Serikat (AS). Seiring dengan kebijakan moneter AS, besarnya utang luar negeri dan tingginya impor. Sektor pertambanÂgan dan perkebunan anjlok akibat merosotnya harga komoditas. Meski demikian, pengusaha optimis denÂgan kondisi perekonomian Indonesia di 2016. “Di 2016 kita optimis. Kalau waktu di 2015 kita benar-benar memÂpunyai banyak kekhawatiran. KekhaÂwatiran mata uang, ramai-ramai di pemerintahan, sehingga kita merasa tidak adanya harmonisasi antara duÂnia usaha dengan pengambil kebiÂjakan,†ujar Ketua Umum Kamar DaÂgang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani Rosan, kemarin.
Pada 2016, sudah ada sedikit titik cerah yang terlihat. Perekonomian dunia mungkin masih melambat, akan tetapi sinergi antara PemerinÂtah Pusat, Dewan Perwakilan RakyÂat (DPR), Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah tampak semakin mesra. Situasi ini bisa melahirkan berbagai kebijakan yang tepat. “Kami melihat sekarang bahwa pengambil kebijakan dan duÂnia usaha arahnya sudah mulai berirÂingan. Kalau tadi saya liat ini yang menari gayo, yang nari dunia usaha yang gendang pemerintah. Jadi kalau gendangnya kencang kita narinya ikut kencang. Kalau gendang pelan kita ikut pelan. Yang kacau kalau yang gendang ikut nari,†paparnya.
Sudah ada setidaknya 11 paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah, dengan fokus utaÂmanya adalah deregulasi. Meskipun ada beberapa kebijakan yang belum sampai kepada tahap implementasi, namun arah perekonomian IndoneÂsia sudah terlihat lebih baik. Terbukti dengan persepsi investor dalam dan luar negeri. “Saya baru mendampingi Presiden Jokowi ke Eropa. Para penÂgusaha di sana dengan KADIN. Itu suatu hal yang positif. Melihat keÂbijakan pemerintah kita, BI konÂsisten. Karena konsistensi itu lebih utama, penting dari pada kebijakan yang swing-nya lebih besar. Itu buat ketidakpastian. Para investor jadi ngÂgak jelas. Konsisten dan stabilitas jadi penting bagi pertumbuhan dan dunia usaha,†terang Rosan.
Pemerintah juga terus memÂperbaiki kemudahan berusaha di dalam negeri. Target dipasang pada peringkat kemudahan berusaha atau easy of doing bussiness, yang dirilis oleh Bank Dunia. Dari yang sekarang 109 menjadi 40 atau setidaÂknya mampu melewati Vietnam dan Thailand. “Presiden bilang ingin jadi 40. Iya Ini tantangan. Tapi political will-nya ada. Perbaikan dalam ease of doing business mestinya perusaÂhaan Indonesia juga jadi lebih baik,†tutupnya.(*)
Bagi Halaman