JAKARTA, TODAYÂ – Badan Sepak Bola Rakyat Indonesia (Basri) meminta voter untuk tidak hanya diam meliÂhat kasus tersangÂkut masalah hukum ketua umum PSSI La Nyalla Mattalitti.
Menurut Ketua Umum Basri Eddy SoÂfyan, harusnya ada gerakan dari para votÂer karena organisasi mereka telah dipermaÂlukan. Kemudian, ada pelanggaran hukum dari simbol organisasi, yang jelas-jelas tak sesuai dengan statuta mereka sendiri.
“Pendapat Basri, maka bisa diliÂhat bahwa memang ada kartel di dalam sepakbola, karena voter ini diam saja, sudah tahu ada yang salah,” katanya, dalam Seminar Revolusi Mental Sepak Bola InÂdonesia bersama Basri, Rabu (6/4) siang di hotel atlet century.
Karena kondisi ini, Basri pun mengusulkan agar muncul fedÂerasi baru sepak bola di Indonesia karena kartel ini tak bisa ditoleransi lagi. Revolusi besar itu, lanjut dia, tak sekadar muncul, tapi tetap memaÂsukkan sejarah PSSI dalam anggaran dasar federasi baru tersebut.
“Sisi sejarahnya, sisi sepakbola sebagai perjuangan harus tetap ada dalam azas dasar sepakbola IndoneÂsia yang ada di federasi baru nanti, kami usulkan ini ke presiden nanti,” tutur Eddy.
Wacana untuk membentuk fedÂerasi baru sebagai solusi menyeleÂsaikan kondisi sepakbola Indonesia saat ini kembali mengemuka. Namun begitu, nama PSSI akan tetap ada karena dinilai memiliki sejarah tinggi bagi sepakbola tanah air.
Eddy menilai kondisi saat ini seharusnya menjadi momen untuk merevolusi mental dari semua piÂhak untuk memperbaiki sepakbola Indonesia. Namun kenyataannya hal itu sulit dilakukan karena tidak ada keinginan dari sejumlah pihak.
“Jujur saya kami prihatin dan kondisi ini harus berakhir. Ketika KeÂmenpora membekukan PSSI itu kan yang jadi persoalan adalah mental. Dan pemerintah ingin adanya revÂolusi mental,” ujar Eddy.
Jika keinginan itu sulit dilakukan, dia berpendapat ada beberapa cara untuk mereformasi sepakbola ketika PSSI saat ini tidak mendukungnya. Salah satunya adalah membuat fedÂerasi baru untuk benar-benar menÂciptakan mental yang bersih.
“Caranya, buat federasi baru, federasi baru yang lama dibubarÂkan. Susun pengurus baru, ajukan ke FIFA. Kita kembalikan ke vooter-vooter apakah ada keinginan untuk merevolusi mental dan memperbaiki sepakbola Indonesia? Kalau iya, itu bisa dilakukan,” tegasnya.
Namun membuat keputusan ekstrim seperti itu, lanjut Edy, harus juga mempertimbangkan dari segi sejarah. Sebab, PSSI merupakan simÂbol perjuangan sejarah sepakbola di tanah air.
“Tapi karena ada kondisi di tenÂgah jalan yang seperti ini, harus diÂmunculkan (ide membuat federasi baru). Tapi tetap harus ada nama PSSI karena merupakan sejarah sepakbola Indonesia. Tidak bisa dibuang begitu saja,” ucapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Yesayas Oktovianus, wartawan senior, yang menilai bahwa membuat federasi baru adalah jalan terakhir, meski sangat sulit dilakukan karena melihat sejarah PSSI. Cara kedua adalah melalui KLB.
“Tolong pahami jelas makna presiden, reformasi total. Ada dua pilihan yaitu kongres untuk menunÂjuk pengurus baru lewat mekanisme FIFA atau bentuk federasi baru. Saya berpendapat dua-duanya. Federasi baru, memang sangat berat karena harus melupakan sejarah. MungÂkin hanya ganti nama saja, lapor ke FIFA,” kata Yesayas.
Menurut dia, pemerintah tidak mungkin mencabut pembekuan PSSI yang telah berjalan hampir satu taÂhun apabila nantinya tidak ada peÂrubahan.
“Ketika surat pembekuan, pemerÂintah sudah kudeta. Jangan tangÂgung-tanggung langsung saja sapu. Bersikap lebih gentle. Jangan malu-malu. Namanya kudeta tidak pake aturan resmi,” kata dia.
Pemerintah Dukung Pembubaran
Badan Sepak Bola Rakyat IndoneÂsia (BASRI) berharap adanya revolusi mental untuk sepakbola Tanah Air. Keinginan tersebut disampaikan langÂsung oleh Ketua Umum BASRI, Eddy Sofyan, saat melakukan diskusi di HoÂtel Century Park, Jakarta, Rabu (6/4).
Eddy menilai kurangnya prestasi di sepakbola Indonesia, bukanlah kesalahan dari para pemain. Namun, akibat dari buruknya pengurus PSSI dalam mengurus tata kelola sepak bola nasional.
Menurut Eddy, sekarang waktu yang tepat untuk merevolusi PSSI. Pasalnya, induk sepakbola nasional tersebut tengah dibekukan oleh MenÂpora Imam Nahrawi, sehingga merÂeka tidak mempunyai kekuatan.
“Mental stakeholder sepakbola mesti di revolusi. Terutama unÂtuk pengurus PSSI. Mereka rentan menerima suap. Saya rasa pemerÂintah mesti turun tangan untuk melakukan revolusi ini. Sebab maÂsalah ini sudah masuk hingga ke akar rumput sepakbola nasional,” kata Edy di sela-sela diskusi.
Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olah Raga Kemenpora, Gatot S Dewa Broto, yang datang ke acara itu juga mengungkapkan hal yang serupa. Ia mengatakan revolusi menÂtal bukanlah sesuatu yang baru bagi pemerintah, karena sudah sejak lama mereka melakukannya.
“Saya mendukung penuh dengan revolusi mental yang diinginkan BASRI. Tapi hal ini jangan hanya sekedar waÂcana saja,†pungkasnya.
(Imam/net)