USAI Munaslub, Partai Golkar langsung bermanuver. Partai beringin ini mendukung Joko Widodo untuk maju kembali dalam Pemilu tahun 2019. Targetnya, Golkar di bawah komando Ketum Setya Novanto akan menyodorkan cawapres untuk JokowiÂ
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Golkar menegaskan dukungannya untuk Jokowi di Munaslub 2016 yang baru saja selesai. Tak hanya mendukung Jokowi memerintah hingga akhir, Golkar juga akan mengusung Jokowi di Pilpres 2019.
Pilpres masih jauh, tapi Golkar sudah mengumumkan dukungan. Adakah maksud tertentu dari Golkar? “Saya kira itu cara GolÂkar untuk mengambil hati Jokowi. Apalagi secara pribadi hubungan Novanto denÂgan Jokowi pernah kurang harmonis,†kata penelitis CSIS Arya Fernandes saat berbincang, Rabu (18/5/2016).
Golkar dinilai sedang meÂmainkan psikologi politik.
Pernyataan dukungan ke Jokowi, di saat partai lain termasuk PDIP belum bicara soal Pilpres 2019, diharapkan membawa efek positif bagi elektabilitas partai dan berbuah kursi di kabinet. “Saya melihat itu juga cara Golkar unÂtuk meyakinkan Jokowi untuk memÂberikan posisi bagi Golkar di kabinet,†ulas Arya.
Golkar juga punya catatan tak perÂnah menang di tiga pilpres terakhir. Pilihan mendukung Jokowi bisa jadi jalan untuk meraih kemenangan perÂdana. “Saya kira Golkar akan mencari posisi terbaik di 2019 nanti. Apalagi seÂjak 2004 calon yang didukung Golkar selalu kalah. Bila elektabilitas Jokowi stabil di angka 45% ke atas, bukan tidak mungkin Golkar akan menyorongkan kadernya sebagai cawapres,†ujar Arya.
Sementara itu, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan tampak senang mendengar hal tersebut. “Bagaimana tanggapan Bapak soal Golkar yang mau mengusung Jokowi pada Pilpres 2019?†tanya wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, JaÂkarta Pusat, Rabu (18/5/2016). “Kamu, umurmu berapa sih? Sabar dulu lah,†jawab Luhut sambil tersenyum dan seÂdikit terkekeh.
Luhut lalu langsung masuk mobilÂnya dan duduk bersebelahan dengan Kepala BNP2TKI Nusron Wahid. NusÂron juga merupakan kader Golkar yang sempat dipecat oleh Aburizal Bakrie (Ical) lantaran mendukung Jokowi di PilÂpres 2014 lalu. Tetapi dalam Munaslub ini status kadernya direhabilitasi.
Sebelumnya Nusron dan Luhut memang sempat berbincang. Nusron mengaku hanya bersilaturahim saja setelah Munaslub usai.
Novanto yang terpilih sebagai KeÂtum di Munaslub Golkar, tidak berniat maju menjadi capres. Dukungan dari partai beringin pun akan total diberiÂkan ke Jokowi. “Golkar mendukung pencalonan Jokowi untuk 2019. Bukan hanya mendukung, tapi mengusung,†kata politikus Golkar Yorrys Raweyai kepada detikcom.
Golkar memutuskan keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP) dan menÂdukung penuh Pemerintahan Jokowi-JK. Dukungan Golkar membuat Jokowi kian dominan di DPR.
Di awal pemerintahannya, Jokowi kalah kuat dibanding KMP di DPR. DuÂkungan PDIP, Nasdem, PPP kubu RomaÂhurmuziy, Hanura, dan PKB tak cukup menandingi kekuatan Golkar, Gerindra, PAN, dan PKS, serta Demokrat yang memilih posisi penyeimbang namun sering seiring dengan KMP.
Dalam perjalanannya, konstelasi politik di DPR berubah. Parpol-parpol KMP satu per satu menyeberang masuk ke barisan parpol pendukung pemerinÂtah. Dimulai dari PAN, dikuasainya PPP oleh Romahurmuziy, dan kini Golkar yang resmi mendukung pemerintah, kekuatan koalisi pendukung Jokowi jadi jauh lebih kuat dari KMP.
KMP kini tinggal tersisa Gerindra. PKS juga sebenarnya belum pernah menyatakan secara resmi keluar dari KMP. Namun manuver PKS yang perÂnah merapat ke Istana, membuat parÂtai berlambang bulan sabit kembar itu dianggap sudah ikut mendukung pemerintah.
Dalam hitung-hitungan matematis, koalisi pendukung Jokowi yang terdiri dari PDIP (109 kursi DPR), Golkar (91), PAN (48), PKB (47), PPP (39), Nasdem (36), dan Hanura (16), mendominasi DPR dengan 386 kursi, atau 69% kekuaÂtan DPR. Sedangkan KMP yang menyÂisakan Gerindra, hanya memiliki 73 kursi (13% kekuatan DPR).
Kalaulah PKS yang memiliki 40 kursi dihitung masih jadi bagian KMP, maka koalisi berlambang Garuda Merah itu hanya memiliki 113 kursi, atau 20% kekuatan DPR. Kalah jauh dari kubu PDIP. Taruhlah Partai DeÂmokrat (PD) yang memilih posisi seÂbagai penyeimbang juga didekatkan dengan KMP, maka tambahan 61 kursi (PD) hanya akan menambah kekuatan KMP jadi 174 kursi (31% kekuatan DPR.)
Dengan kekuatan besar ini, tentu Pemerintahan Jokowi-JK bisa lebih muÂlus meloloskan berbagai kebijakan di DPR. Perdebatan panas soal penyerÂtaan modal negara, yang sempat ramai saat membahas APBN 2016, diprediksi tak akan terjadi. Tentu dengan catatan, koalisi pendukung Jokowi-JK kompak
Apa respons PDIP soal ini? “Kami apresiasi Partai Golkar yang membuat lompatan jauh ke depan, sehingga membuat peta politik nasional lebih predictable,†ucap Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno kepada detikÂcom, Rabu (18/5/2016).
Hendrawan mengatakan Golkar tentu punya pertimbangan sendiri memutuskan mengusung Jokowi di Pilpres 2019. Keputusan itu membuat kontestasi Pilpres yang masih 3 tahun lagi menjadi lebih terduga. “Intinya peta politik nasional jadi lebih terduga, kemudian dengan peta politik terduga, maka stabilitas politik lebih baik, dan manuver-manuver politik tidak diguÂnakan untuk rebutan kekuasaan jangka pendek. Jangan sampai parpol seperti lumba-lumba yang bergerak kalau ada umpan. Jadi ini bagus,†papar HenÂdrawan.
Lalu apakah PDIP juga sudah pasti akan mengusung Jokowi untuk Pilpres 2019? “PDIP belum (ambil keputusan), karena prosesnya belum ke arah sana. Saat ini perhatian kita kepada Pilgub DKI dan Pilkada Februari 2017, nanti ada Pilkada 2018,†jawab Hendrawan.
Bagaimana dengan PPP? “Masing-masing ada hitungannya. Khusus PPP bagaimana? PPP akan kawal pemerinÂtahan Jokowi-JK sampai awal Pemilu 2019,†ucap Sekjen PPP Arsul Sani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Mengawal dimaksud adalah mengaÂwal jalannya pemerintahan Jokowi-JK yang berakhir sampai Pemilu 2019. Hal itu terkait dengan keputusan PPP sebÂagai partai pendukung pemerintahan yang juga diikuti oleh Golkar. “Itu hak masing-masing partai. Kalau ada partai yang menyatakan sikap (dukung Jokowi untuk 2019) tidak bisa dikatakan terlalu dini. Begitu juga kalau ada yang menÂdukung di akhir, tidak bisa dikatakan terlalu terlambat. Masing-masing puÂnya perhitungan sendiri,†papar Arsul.
Bagi PPP kata Arsul, perlu pertimÂbangan yang sangat matang. Hal itu lantaran Pileg dan Pilpres pada tahun 2019 untuk pertama kalinya akan diÂgelar berbarengan, sehingga hitung-hiÂtungan Pileg tidak serta merta menjadi dasar Pilpres. “Misal capres cawapres A dan B kemudian C dan E ikut, diruÂgikan nggak secara politik untuk PilegÂnya? Itu menurut saya kita perlu waktu brainstorming,†terang anggota komisi III itu.
Karena itu PPP menunggu dulu seÂlesainya pembahasan Kitab UU Pemilu sebagai kelanjutan putusan MK yang menyatakan Pileg dan Pilpres berÂbarengan. Kitab UU Pemilu itu adalah gabungan UU Pileg dan UU Pilpres. “Kalau nggak salah (UU Pemilu) tahun sekarang dibahas,†ucap Arsul.
Faksi Novanto di Jabar
Kemenangan Setya Novanto dalam Munaslub Golkar setidaknya menÂgubah peta politik Golkar di tingkat daerah. Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyambut baik terpilihnya Setya Novanto (Setnov) seÂbagai nahkoda baru partai berlambang beringin kuning itu.
Menurut Dedi, sosok Setnov adalah representasi dari kepemimpinan kolekÂtif dari Partai Golkar. Pasalnya selama ini Setnov bukan orang yang ingin meÂnonjol namun memenangkan bursa pemilihan Ketua Umum (Ketum). “Pak Setya Novanto itu sosok yang halus. Sehingga dia mampu mempersatukan Partai Golkar,†kata Dedi di PurwakarÂta, Rabu (18/5/2016).
Soal harapan, Dedi ingin agar kepimpinan baru di bawah Setnov bisa menyelesaikan problem internal dari sisi organisasi. Selain itu Setnov pun diharapkan mampu membawa Partai Golkar kembali sebagai benteng PanÂcasila.
“Golkar harus mampu melakukan koreksi terhadap sejarah masa lalunya. Karena ketika tumbuh menjadi benÂteng pancasila dalam sejarah masa laluÂnya, pancasila selalu diterjemahkan dalam doktrin partai melalui pendekaÂtan formalistik,†katanya.
Ke depan, lanjut Dedi, pancasila buÂkan hanya persoalan melalui pendekaÂtan partai dan formalistic namun harus menjadi sebuah substansi dari seluruh produk konstitusi bangsa. “Sehingga Golkar mampu untuk mendorong terÂwujudnya berbagai produk konstitusi yang merupakan manifestasi dari spirit pancasila. Mulai dari konstitusi ketuÂhanan, kemanusiaan, persatuan, kerÂakyatan, dan keadilan,†tuturnya.
Disinggung soal sosok Setnov yang belakangan kontroversial, Dedi menÂgatakan hal tersebut tak akan berpenÂgaruh banyak dengan kondisi partai. Justru dengan pola kepemimpinan yang mengedepankan para kader berÂsikap egaliter akan mampu mengubah stigma dan citra publik. (*)
Bagi Halaman