KASUS dugaan korupsi mark up pembelian lahan untuk relokasi PKL di Jambu Dua, meÂmasuki babak baru. Yaitu babak persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung. SeÂdang perdana rencananya akan digelar pada 25 Mei 2016 ini.
Dengan mulai disidangkannya kasus dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat di Pemerintahan Kota Bogor ini, banyak kalangan tak sabaran. Mereka ingin segera tahu apakah persidangan akan mamÂpu menguak sejumlah misteri di balik kadus yang diduga merugikan negara hingga puluÂhan miliar ini.
Salah satu misteri yang ditunggu-tunggu adalah ikhwal kematian Angkahong, sang pemilik tanah bermasalah. Banyak orang tak percaya dengan berita kematian sang juraÂgan tanah ini. Betapa tidak! Sebagai seorang keturunan Tionghoa yang cukup ternama, tentu Angkahong sangat dihormati banyak kalangan.
Angkahong bukan orang sembarangan. Sejumlah taipan properti seperti Aguan dan Tjahyadi Kumala memiliki ketergantungan terhadap Angkahong dalam soal pembeÂbasan tanah di kawasan Jabodetabek. Karena itu sangat tidak lazin bagi seorang keturunan Tionghoa mati diam-diam.
Kematian seorang Angkahong hampir bisa dipastikan akan dirayakan secara gegap gempita. Akan diiringi taburan karangan bunga dan disambut dengan lembaran iklan berhari-hari di sejumlah surat kabar nasiÂonal. Tetapi hal tersebut sama sekali tidak pernah terjadi. Kematian Angkahong hanya dinyatakan dengan secarik kertas surat ketÂerangan kematian. Di negeri ini, secarik suÂrat keterangan kematian dan sejenisnya bisa didapat dengan mudah.
Karena itu, banyak kalangan berharap pengadilan Tipikor bisa membongkar misteri kematian Angkahong ini. Angkahong adalah tokoh kunci yang bisa menjelaskan kemana saja uang hasil transaksi tanah di jalan buntu itu mengalir. Karena itu, menghadirkan AngÂkahong di pengadilan atau di meja pemerikÂsaan para jaksa menjadi sangat penting.
Misteri lain yang juga ditunggu publik adalah aktor besar atau pengarah gaya dari kasus ‘’perampokan’’ uang rakyat dari APBD itu. Disebut perampokan lantaran tanah milik Angkahong tersebut sangat tak layak dihargai hingga Rp 43 miliar. Pada era WaÂlikota Diani Budiarto, tanah tersebut pernah ditawarkan Angkahong hanya Rp 15 miliar. Jadi, sangat tidak logis tanah di jalan buntu itu bisa mengalami kenaikan hampir 300 persen dalam wantu 2 tahun.
Untuk menguak misteri kedua ini, mestiÂnya pihak Kejaksaan Negeri Kota Bogor bisa menghadirkan Diani Budiarto sebagai saksi atau sebagai narasumber yang bisa memÂberikan gambaran seberapa jauh transaksi tanah Jambu Dua itu bisa diterima akal seÂhat. Sayangnya sampai saat ini publik tidak melihat ada upaya pihak kejaksaan untuk membongkar kasus Jambu Dua sampai ke pelaku utama atau pengarah gaya atas semua transaksi tersebut. (*)
Bagi Halaman