MENYERUAKNYA kasus aksi brutal pemerkosaan sekaligus pembunuhan terhadap Yuyun terasa menyesakkan dada, karena aksi brutal itu dilakukan oleh 14 remaja pria ingusan. Setelah divonis 10 tahun, ibunda Yuyun tidak terima vonis yang dijatuhkan kepada para pemerkosa dan pembunuh.

Oleh: DR. AHMAD SASTRA
Dosen Pascasarjana UIKA Bogor

Bagi ibunda Yuyun, para pelaku dianggap sebagai binatang, bu­kan lagi sebagai ma­nusia. Dalam sudut pandang psikologi seorang ibu, kekesalan terhadap orang yang telah merenggut nyawa putrinya sangat bisa dipahami. Dengan kata-kata penuh emosi, ibunda Yuyun menginginkan pelaku di­hukum mati.

Ironisnya, kasus Yuyun ternyata bukan yang tersadis. Ternyata disusul kasus yang lebih memekakkan batin yakni aksi pemerkosaan yang dilakukan oleh 19 pria terhadap seorang gadis di Manado. Akibat kekerasan seks yang menimpa gadis itu telah mengakitkan korban mengalami tekanan batin tingkat tinggi, hing­ga mengalami linglung. Bahkan di Ambon, seorang kepala seko­lah memperkosa siswinya sendiri yang masih duduk di kelas 5 SD di kantor sang kepala sekolah. Tentu masih banyak lagi kasus-kasus pemerkosaan yang terjadi di negeri ini. Indonesia layak disebut sebagai negeri darurat pemerkosaan.

Satu hal yang memprihatink­an adalah usia para pemerkosa dan pembunuh Yuyun justru pada usia remaja bahkan anak-anak. Usia yang seharusnya diisi dengan waktu-waktu belajar dan menapa­ki cita-cita masa depan. Usia yang seharusnya diisi dengan kegiatan-kegiatan produktif dan inovatif. Sebab usia anak-anak dan remaja adalah usia emas dan penuh ener­gi yang mampu menghasilkan ber­bagai karya dan kreatifitas. Dalam perspektif psikoanalisa Freud, tin­dakan amoral remaja ini bisa dite­mukan relevansi dan korelasinya.

Pertama, psikoanalisa Freud mengawali asumsinya tentang hukum kausalitas atau psycho­logical determination. Teori ini menyatakan bahwa segala sebab pasti ada akibatnya dan segala akibat pasti ada sebabnya. Tidak ada suatu aktivitas yang dibuat oleh manusia kecuali ada sebab yang mendorongnya melakukan tindakan tersebut. Mungkin sebab itu nyata dan bisa jadi tidak nyata. Mungkin sebab itu logis dan bisa jadi tidak logis. Dalam prinsip psikoanalisa pertama ini, kasus pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun meski ditelusuri penyebab internalnya.

Kedua, psikoanalisa Freud juga mengenal istilah psychologi­cal forces atau kekuatan psikolo­gis. Prinsip ini mengasumsikan bahwa terdapat kekuatan asas dalam alam nyata dan kekuatan psikologis adalah salah satu jen­isnya. Dari berbagai makanan yang dikonsumsi, prinsip kekua­tan psikologi mengasumsikan akan menumbulkan semacam kekuatan yang diekspresikan dalam bentuk tindakan seperti tanggapan, pernafasan dan ak­tivitas gerak. Kekuatan ini juga bisa terekspresikan dalam bentuk psikologis seperti penanggapan, pemikiran, dan ingatan.

Ketiga, psikoanalisa Freud be­ranggapan bahwa manusia telah dipersiapkan dengan kesanggu­pan untuk memberikan reaksi ter­hadap berbagai perangsang yang menimpanya, baik dari luar mau­pun dari dalam dirinya. Kesanggu­pan merespons setiap rangsangan ini merupakan hal istimewa yang dimiliki makhluk hidup, bukan hanya manusia. Ketika manusia dihadapkan dengan perangsang, maka ia berada dalam kondisi terangsang dan risau dan mengal­ami ketidakseimbangan psikolo­gis. Pada saat risau inilah manusia ada yang berusaha untuk dapat menurunkan tingkat rangsangan hingga mencapai kondisi seim­bang kembali, meski ada yang ti­dak mampu melakukannya. Prin­sip inilah yang disebut sebagai prinsip ketetapan dan kesimban­gan (constancy and equilibration).

Dalam kondisi ketidakseim­bangan psikologis, manusia men­coba mendapatkan tingkat kes­eimbangan dirinya dengan berada pada posisi sebelum mendapat rangsangan. Upaya ini bisa beru­pa tindakan jasmani atau intelek­tual tertentu sehingga ia mampu melepaskan dirinya dari kondisi risau karena berhadapan dengan rangsangan. Kerisauan akibat ketidakseimbangan ini membuat kesal dan jengkel, sementara kondisi keseimbangan akan me­nimbulkan kegembiraan. Prinsip ini dalam psikoanalisa Freud dise­but sebagai pleasure.

BACA JUGA :  APA ITU PATOLOGI ANATOMIK (PA)

Dalam perspektif psikoanalisa Freud, sebuah tindakan manusia dipandang sebagai hasil inter­aksi tiga alat dalam diri (personal­ity) yakni dia, aku dan aku yang agung. Dalam bahasa Jerman is­tilah itu menjadi Das Es, Das Ich dan Das Uber Ich atau dalam ba­hasa Inggris dengan sebutan Id, Ego dan Superego.

Id dalam pandangan Freud terbentuk dari penggerak-peng­gerak biologis yang disebut seb­agai libido dan agressi. Id selalu menuntut pemuasan segera. Se­bab Id berisi penggerak biologis yang bersifat selfish dan tidak dapat mengambil pertimbangan-pertimbangan sosial dan tidak dapat bersifat realistis. Id bekerja melalui proses primer atau sebagai bawaan manusia sejak awal.

Ego adalah pada dasarnya adalah suatu bagian yang berfung­si sebagai perantara antara realita dan Id. Ego muncul untuk melay­ani dan memberikan pertimban­gan terhadap keinginan Id.ego bekerja atas prinsip realitas. Ego menggunakan segala potensi in­telektual yang dimilikinya untuk mencapai tujuan Id. Kadang Ego akan mengendalikan Id dalam memenuhi keinginan hingga wak­tu tertentu. Karena itu, ego beker­ja menurut dasar proses skunder.

Sementara superego adalah alat kepribadian yang terbentuk sebagai akibat dari pemikiran ego tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah berupa larangan-laran­gan dan nilai moral. Oleh Hasan Langgulung, ego ini disamakan dengan istilah hati nurani. Ego bekerja dalam wilayah yang baik dan yang buruk, betul atau salah. Selanjutnya superego bekerja sama dengan ego untuk berusaha menghalangi pemuasan segala motive yang dipandang salah atau dilarang oleh masyarakat.

Intinya, dalam pandangan psikoanalisa Freud, tindakan ma­nusia yang bermoral dan atau ti­dak bermoral merupakan refleksi dari ketiga alat kepribadian yang disebut Id, Ego dan Superego. Sering terjadi sebuah pertarungan kekuatan antara ketiganya dalam diri setiap manusia. Keinginan Id biasanya berbenturan dengan apa yang dilarang dan dianggap ti­dak baik oleh masyarakat. Dalam kondisi inilah ego punya peran dan tanggungjawab menyele­saikannya.

Solusi Kasus Yuyun

Dalam pandangan Islam, oleh Allah manusia diberikan sebuah dorongan dalam dirin­ya yang disebut dengan istilah ghorizah. Ghorizah disebut juga dengan istilah naluri. Manusia setidaknya memiliki tiga naluri yakni naluri kasih sayang (seksu­alitas), naluri mempertahankan diri dan naluri beragama. Keti­ganya merupakan sifat bawaan yang melekat dalam diri setiap manusia, bahkan hewan.

Manusia juga oleh Allah di­berikan akal yang bekerja atas interaksi antara empat potensi yaitu otak, realitas, pancaindera dan pengetahuan tentang realitas. Akal adalah potensi fundamen­tal berupa kemampuan berfikir manusia yang tidak dimiliki oleh binatang. Akal inilah yang akan memberikan pertimbangan logis atas dorongan naluri manusia. Petimbangan intelektual akal san­gat dipengaruhi oleh pemahaman atas realitas yang dilihat.

Potensi ketiga dalam diri manusia yang diberikan Allah adalah potensi ruh. Ruh adalah rahasia kehidupan manusia seka­ligus merupakan kesadaran akan hubungan dirinya dengan Yang Maha Agung Allah SWT. Ruh adalah sebuah kesadaran akan keberadaan Allah yang terefleksi dalam suara hati manusia. Ruh ke­sadaran ini tidak mungkin muncul dalam diri setiap manusia kecuali mereka yang mendapat hidayah dari Allah swt.

Dalam perspektif psikoanali­sa, tindakan amoral yang dilaku­kan para pemerkosa dan pem­bunuh Yuyun bisa analisa. Para pemerkosa adalah manusia yang memiliki naluri seksual (libido) dan dipicu oleh kekuatan dari dalam berupa konsumsi konten pornografi. Para pemerkosa dan pembunuh juga telah kehilangan kesadaran karena konsumsi alko­hol yang mereka tenggak. Porno­grafi dan Miras inilah yang men­jadi semacam psychological forces terhadap libido para pelaku.

BACA JUGA :  REFLEKSI HARI PENDIDIKAN NASIONAL: REPRESI SISTEM PENDIDKAN DALAM BENTUK KOMERSIALISASI

Selanjutnya sang pemerkosa dan pembunuh melihat ada perempuan (Yuyun) berada diha­dapan mereka. Pada saat seperti inilah dorongan untuk melampi­askan libido menemukan momen­tumnya. Secara realitas didukung oleh suasana yang sepi, karena jarak antara rumah Yuyun dan sekolah adalah 5 KM berupa hutan yang tak berpenghuni. Sementara Yuyun berjalan sendirian.

Akhirnya dengan dorongan kuat dari libido tanpa didukung oleh kekuatan intelektual dan spiritual akibat minuman keras yang notabene menghilangkan kesadaran ditambah dengan re­alitas lingkungan yang sepi inilah secara psikoanalisa tindakan keji pemerkosaan dan pembunuhan oleh 14 remaja terhadap Yuyun bisa terjadi.

Itulah kenapa Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur sedemikian dalam hal hubungan antara laki-laki dan perempuan. Islam mengajarkan untuk menjalankan puasa jika tak mampu mengendalikan do­rongan seksual, sementara untuk menikah juga belum memiliki ke­mampuan. Dalam kondisi puasa, seorang muslim akan terhindar dari memandang hal-hal yang di­larang oleh Allah serta mengkon­sumsi hal-hal yang bisa membatal­kan pahala puasa. Puasa bukan menghilangkan naluri seksual, melainkan mengalihkan kepada aktivitas yang lebih bersifat spiri­tual. Namun jika telah mampu, maka menikah adalah jalan keluar terbaik.

Islam juga melarang seorang perempuan keluar rumah send­irian, apalagi masih anak-anak. Islam menganjurkan muhrimnya untuk menemani seorang anak perempuan atau istri yang keluar rumah. Selain untuk menjaga ke­selamatan perempuan, muhrim juga bisa menghindarkan fitnah yang akan menimpa perempuan. Yuyun sebagaimana dikabarkan, berangkat ke sekolah yang berja­rak 5 KM tanpa ada keluarga yang menemaninya, padahal usianya baru 14 tahun.

Islam juga mewajibkan seorang perempuan untuk menu­tup auratnya jika keluar rumah. Perintah menutup aurat ini bertu­juan untuk menjaga kehormatan seorang perempuan sekaligus akan mendatangkan perlindun­gan Allah dari godaan orang-orang jahat disekitarnya. Islam juga menekankan kepada pemerintah­an untuk secara tegas melarang pornografi, minuman keras dan hal-hal yang berbau kemaksiatan. Pelanggaran dalam hal ini berat hukumannya, bahkan hingga hu­kuman mati.

Sementara negeri ini seolah semuanya dibebaskan begitu saja. Praktek pelacuran dan perzina­han tak serius ditangani, hiburan yang mengumbar aurat tak di­larang, peredaran narkoba dan miras semakin merajalela bah­kan aksi pemerkosaan dan pem­bunuhan tak diberikan hukuman yang setimpal. Inilah akar perma­salahan bangsa yang harus segera diselesaikan. Saat pemerintah mengabaikan nilai-nilai agama, maka akan terjadi sebuah kondisi kebebasan yang kebablasan.

Sampai kapan negeri ini terus dilanda bencana moral yang kian tak terkendali ini. Saatnya semua kembali kepada nilai-nilai spiritu­al baik pemerintah, masyarakat, sekolah, keluarga, bahkan media massa. Ini darurat, tak mungkin ditunda lagi. Akibat ideologi sekul­erisme demokerasi, perempuan­pun manjadi korban.

Islam adalah solusi untuk se­luruh problematikan kehidupan manusia. Penertapan hukum Is­lam akan menjadi rahmat bagi alam semesta. Islam mendorong ketaqwaan setiap individu, kon­trol masyrakat dan pemberian hu­kum yang tegas dan adil bagi yang melanggar. Karena itu jika Islam di terapkan secara kaffah, maka di­jamin kasus yang menimpa Yuyun tak akan terjadi. saatnya buang ideologi sampah sekulerisme de­mokerasi. Saatnya Islam diterap­kan untuk kebaikan negeri ini dan negeri-negeri diseluruh dunia. (*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================