eb45bf3d-67ce-421b-9a29-e42f371ed661_169SETELAH mangkir dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan bolos kerja selama 30 hari, akhirnya Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman, nongol. Dia diperiksa lembaga antirasuah itu Selasa (24/5/2016) pagi hingga petang. Para pegiat hukum menduga, Nurhadi dibekingi oleh sejumlah orang 

YUSKA APITYA AJI
[email protected]

Setelah hampir 8 jam menjalani pemeriksaan, Sekretaris Mahka­mah Agung (MA) Nurhadi Abdura­chman keluar dari Gedung KPK, kemarin petang. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Nurhadi. Dia keluar dari Gedung KPK pukul 17.45 WIB. Begitu ke­luar, dia langsung diberondong pertanyaan oleh awak media.

Namun Nurhadi, yang diperiksa sekitar pukul 10.00 WIB itu memilih bungkam. Sambil berusaha masuk ke dalam mobilnya, Nurhadi hanya menggerak-gerakan tangan tanda tak ingin menjawab satu pun pertanyaan terkait isi pemeriksaan hari ini.

Selain memeriksa Nurhadi, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap 3 orang anggota kepoli­sian. Tiga orang anggota Polri terse­but yakni Fauzi Hadi Nugroho, Andi Yulianto, dan Dwianto Budiawan. Ke­tiganya akan dimintai keterangannya sebagai saksi untuk tersangka Doddy Ariyanto Supeno (DAS).

“Ya, mereka jadi saksi buat ter­sangka DAS,” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati dalam keteran­gannya, Selasa (23/5/2016).

Untuk kasus ini KPK telah mene­tapkan Panitera Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan Doddy Aryanto Supeno sebagai tersangka. Edy Na­sution urung diperiksa sebagai ter­sangka.

Dalam kasus ini KPK juga telah melakukan pengembangan dengan menggeledah kediaman Nurhadi. Dari penggeledahan tersebut KPK menyita uang sejumlah Rp 1,7 miliar dalam bentuk mata uang asing, yang diduga memiliki kaitan dengan se­jumlah perkara.

Penggeledahan itu menyebabkan Nurhadi dicegah untuk bepergian ke luar negeri untuk kepentingan penyi­dikan selama 6 bulan ke depan.

Kasus pengurusan perkara ini ter­ungkap dari operasi tangkap tangan pada 20 April. KPK mencokok Edy Nasution dan seorang swasta berna­ma Doddy Aryanto Supeno.

Saat ditangkap, Edy diduga telah menerima uang sebesar Rp50 juta dari Doddy. Diduga, sebelumnya juga telah ada pemberian dari Doddy ke Edy sebesar Rp100 juta. Usai pen­angkapan itu, penyidik KPK meng­geledah sejumlah tempat, termasuk kantor dan rumah Nurhadi. Dari sana, penyidik menyita uang dalam bentuk beberapa mata uang asing se­nilai Rp1,7 miliar.

BACA JUGA :  Pentingnya Patologi Anatomik, Ini Jadwal Dokternya di RSUD Leuwiliang

Wakil Ketua KPK Laode Muham­mad Syarif menyebut, uang tersebut diduga terkait suatu perkara. Penyi­dik KPK sedang menelusuri keter­kaitan uang tersebut dengan kasus suap. Kemungkinan ada keterkaitan secara tidak langsung antara Edy dan Nurhadi.

Nurhadi diduga menyembun­yikan salah satu stafnya, Royani, dari penyidik KPK. Hal itu diduga dilaku­kan karena keterangan Royani dinilai cukup penting untuk mengetahui sejauh mana peran Nurhadi dalam perkara suap yang melibatkan pani­tera PN Jakarta Pusat. KPK meyakini, Royani merupakan saksi yang diduga kuat mengetahui keterlibatan Nurha­di dalam kasus dugaan suap Edy Na­sution. KPK pun mencegah Royani ke luar negeri sejak 4 Mei.

KPK telah mengetahui tempat tinggal Royani. Bahkan, berdasarkan informasi warga setempat, KPK telah menggeledah tempat tinggal Royani pada 4 Mei selama lebih kurang em­pat jam.

Menurut Hakim Agung Gayus Lumbunn, ada sosok orang penting yang melindungi Nurhadi beserta anak buahnya, Royani, selama sebu­lan belakangan. KPK tak memungkiri hal itu. Hanya saja, mereka enggan membeberkan siapa sosok penting di belakang raibnya kedua orang terse­but.

Sementara itu, Royani yang juga sopir Sekretraris MA Nurhadi dikenal tetangganya sebagai orang berada. Royani atau biasa dipanggil Pak Roy, telah dua kali dipanggil KPK tapi ti­dak pernah hadir. “Orang kaya kan. Mobilnya ada tiga, Vios, Swift sama Innova. Yang Innova itu buat antar jemput anaknya,” kata tetangganya yang tidak mau disebut namanya, Se­lasa (24/5/2016).

Roy tinggal di sebuah rumah di bi­langan segitiga emas Jakarta, tepatnya di Jalan Taman Bendungan Jatiluhur I, No 9, RT 7/2, Kelurahan Bendun­gan Hilir, Kecamatan Tanah Abang. Selepas Roy dicari KPK dan ia meng­hilang, rumah dua lantai itu ditempati istrinya, Eni dan anak mereka. “Dulu­nya sih dia punya sopir juga tapi seka­rang sudah berhenti,” ujarnya.

BACA JUGA :  Pencuri Sepeda Motor di Bogor Kepergok Warga, Pelaku Bawa Pistol Mainan

Rumah gaya minimalis itu terdiri dari dua lantai. Warna dinding di­dominasi warna putih-hitam. Lokasi rumah yang strategis di segitiga emas itu ditaksir bernilai lebih dari Rp 2 miliaran. Tetangga banyak memilih diam saat ditanya siapa sebenarnya Pak Roy. Kondisi di lingkungan terse­but cukup sepi, hanya ada pekerja bangunan yang sedang merenovasi beberapa rumah di jalan itu.

Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) diminta tidak defensif dalam upaya membersihkan lembaga peradilan, baik terhadap perilaku birokratnya maupun hakim/hakim agungnya. “Mestinya MA segera membersihkan diri dari oknum-ok­num yang diduga main perkara, baik di struktur birokrasi maupun para hakim agungnya. MA bisa bekerjasa­ma dengan KPK, PPATK dan Komisi Yudisial,” kata mantan pimpinan KY, Imam Anshori Saleh, kemarin.

Salah satu contoh mutakhir yaitu Sekretaris MA Nurhadi yang bebera­pa waktu terakhir tidak masuk kerja. Sebelumnya lembaga peradilan itu ‘tertampar’ dengan ditangkapnya Kasubdit Perdata MA Andri Tristanto Sutrisna serta Panitera PN Jakpus Edy Nasution oleh KPK. Bahkan nama Nurhadi terseret kasus itu dan orang nomor 1 di lingkungan PNS di MA itu dicegah ke luar negeri.

BBM percakapan Andri dengan staf kepaniteraan MA bernama Kosi­dah yang dibuka di pengadilan juga membuka adanya praktik dagang perkara di puncak peradilan tertinggi di Indonesia ini. Sejumlah nama ha­kim agung disebut dalam percakapan itu, “Jadi tidak perlu menunggu KPK dan malah MA terkesan defensif dan protektif. Hal ini untuk menunjuk­kan itikad baik MA kepada masyara­kat bahwa institusi itu mau bebenah membersihkan diri,” ucap Imam.

Dengan banyaknya kasus yang membelit lembaga peradilan itu, publik menunggu niat baik pimpi­nan MA untuk bebenah. Hal ini untuk menyelamatkan lembaga peradilan tersebut dan menjadikan lembaga peradilan sebagai pusat ke­adilan masyarakat. “Pada gilirannya kepercayaan masyarakat yang telan­jur jeblok segera pulih. Masyarakat akan menjadikan MA dan pengadi­lan di bawahnya sebagai tumpuan harapan,” ujar Imam. “Ketua Muda Pengawasan MA dan jajaran Badan Pengawas harus bergerak cepat,” tandasnya.(*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================