Dengan kenaikan suku bunga AS, biasanya akan diikuti dengan suku bunga negara lain untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil. Akan tetapi, BI sebenarnya sudah mempersiapkan lebih dulu sejak beberapa bulan lalu.
“Kalau suku bunga AS naik, maka akan ada capital outflows, rupiah tertekan, BI intervensi, tarik likuiditas, pasarnya ketat. Tapi BI sudah menurunkan BI rate jauh-jauh hari, pelonggaran sudah dilakukan. BI sudah antiÂsipasi karena Fed Fund Rate naik itu sebuah keniscayaan,†terang Pribadi.
Ekonom Bank Permata, JoshÂua Pardede menuturkan, pelemaÂhan rupiah sebenarnya sudah terjadi drastis sejak rencana keÂnaikan suku bunga AS pada pertaÂma kalinya. Dolar bahkan sempat menembus level Rp 14.600, yakni pada pertengahan 2015 lalu.
Namun kemudian, dolar pelan-pelan melemah terhadap mata uang banyak negara. Tak terkecuali Indonesia. Rupiah perkasa bahkan menyentuh level 12.000an per USD.
“Market memang price-in, tapi saat pertama kali naik itu jauh lebih heboh dibandingkan dengan yang kedua. Jadi rupiah dengan operasi moneter BI, saya pikir pelemahannya kecil,†terang Joshua pada kesempatan yang sama.
Dengan kondisi yang sudah diproyeksi, BI akan mempertahÂankan suku bunga acuan dalam beberapa bulan ke depan. SamÂpai dengan BI memberlakukan BI 7 days Repo Rate yang rencananÂya pada Agustus 2016. “Saya lihat BI rate tetap akan dipertahankan sampai Agustus mendatang,†ujar Joshua pada kesempatan yang sama. (Winda/dtc)