Sedangkan harga daging sapi lokal masih tinggi yai­tu Rp 120.000/kg. Kemudian, bawang merah di pasar Jatinegara juga masih tinggi, yaitu Rp 40.000/kg.

Data Sembako Tak Akurat

Data pemerintah yang tak akurat dianggap jadi salah satu penyumbang gejolak harga pangan. Di sisi lain, pemerintah selalu beranggapan produksi pan­gan surplus, meski harganya naik.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J Supit, mengungkapkan kondisi ini pula yang membuat masalah klasik lonjakan harga pangan saat hari keagamaan tak pernah selesai.

BACA JUGA :  Menu Buka Puasa dengan Sambal Ati Ampela yang Pedas dan Gurih Menggugah Selera

“Ini berulang setiap Lebaran, selalu jadi soal. Persoalannya ada di data, kaya dalam militer data intelijen paling penting, tak mungkin menang ka­lau datanya salah. Makanya data pangan ini paling sensitif, berapa banyak pemerintah sebelumnya jatuh karena pangan,” katanya di acara Sengkarut Tata Kelola Pangan, di Veteran Coffee, Jakarta, Senin (6/6/2016).

Menurut Anton, data yang kurang akurat disa­jikan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi, karena sebagian besar sumber datanya berasal dari data sekunder. “Data BPS kebanyakan juga dari sekunder, dari Dinas Pertanian. Padahal Kepala Dinas, Bupati, dan pemerintah itu punya kepentingan dengan ang­garan,” jelasnya.

BACA JUGA :  Kota Bogor Dilanda Bencana Alam, Tanah Longsor dan Banjir di Beberapa Titik

Anton mencontohkan, data produksi padi yang selama ini diklaim surplus, namun pada kenyataan­nya harus tetap impor. Yakni produksi pada tahun 2015 “Kalau mau data besar anggarkan lebih besar buat BPS agar bisa dapatkan data primer, agar tidak tergantung lagi dengan data sekunder,” kata Anton.

(Yuska Apitya/dtk)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================