Bola liar kasus mark up lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) terus bergulir, sidang pembacaan eksepsi juga usai dilakukan kemarin.
Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]
Alhasil, Penasihat HuÂkum salah seorang terdakwa yakni HiÂdayat Yudha Priyatna mengklaim bahwa kasus ini bukanlah dalam ranah Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), meÂlainkan ranah hukum perdata.
Menurutnya, hal ini didasaÂri Pasal 19 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. “Hal yang dilakukan terdakwa Hidayat Yudha Priatna (HYP) bukan perkara pidana melainÂkan perdata,†kilah Penasehat Hukum terdakwa mantan KeÂpala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor, Hidayat Yudah Priatna, Heri Yanuar Pribadi dan Aprian Setiawan kemarin.
Ia juga mengaku, apa yang dilakukan kliennya sebagai Kepala Dinas Koperasi UMKM Kota Bogor bukan tindakan pidana korupsi karena meÂnyangkut kewenangan yang dimilikinya sudah sesuai denÂgan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Maka dari itu, pengadilan Tipikor Bandung tidak berhak meÂmutuskan perkara tersebut.
“Yang berhak memutuskan perkara ini adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena itu kami memohon pengadilan Tipikor BandÂung menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum,†kata Heri diakhir pembacaan eksepÂsi dimuka persidangan PN Tipikor Bandung, Rabu (8/6).
Sementara itu, Aprian SeÂtiawan yang juga merupakan penasihat hukum terdakwa menambahkan, dakwaan JPU kurang tepat apabila memÂpermasalahkan mengenai penganggaran atas pengadaan tanah Pasar Jambu Dua.
“Karena penganggaran pengadaan pasar tersebut ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan bila Perda tersebut dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undanÂgan di atasnya, sesuai pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tenÂtang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan haÂrus dilakukan pengujian oleh Mahkamah Agung,†katanya.
Menurut Aprian, kasus ini perlu adanya penegasan MahÂkamah Agung apakah Perda tersebut bertentangan denÂgan perundang-undangan di atasnya atau tidak. Sebab, seluruh tindakan kliennya sudah sesuai dengan perÂaturan perundangan tentang pengadaan tanah skala keÂcil bagi kepentingan umum.
Aprian menambahkan, kaÂsus ini bermula dari penertÂiban PKL Jalan MA Salamun oleh Pemerintah Kota (PemÂkot) Bogor dan atas tindakan tersebut Pemkot Bogor beriÂtikad merelokasi para PKL tersebut ke Pasar Jambu Dua.
“Dengan demikian, apa yang dilakukan klien saya, Hidayat Yudha Priatna, diÂlakukan untuk kepentingan umum yang mendesak, berÂlandasakan atas Perda APBDP Kota Bogor TA. 2014 dan seÂbagai itikad baik pemerintah kota Bogor,†pungkasnya.
Sebelumnya dalam sidang perdana kasus mark up lahan Jambu Dua, Tanah Sareal Kota Bogor, JPU membacakan suÂrat dakwaan dan menyatakan didalam dakwaannya bahwa ada tiga pejabat Pemkot Bogor juga yang terlibat mengenai hal ini, yakni Walikota Bogor, Bima Arya, Wakil Walikota Bogor, Usmar Hariman dan Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat.
Saat ini ketiga terdakwa diÂantaranya Kepala Dinas KoperÂasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kota BoÂgor, Hidayat Yudha Priyatna; Camat Bogor Barat, Irwan GuÂmelar dan Tim Penilai Tanah, Roni Nasru Adnan sedang menÂjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.
Kasus korupsi lahan PasÂar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya kejanggalan dalam pembelian lahan selÂuas 7.302 meter persegi miÂlik Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014 lalu.
Ternyata didalamnya telah terjadi transaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meÂter persegi. Dari 26 dokumen tanah yang diserahkan AngÂkahong kepada Pemkot Bogor ternyata kepemilikannya beÂragam, mulai dari SHM, AJB hingga tanah bekas garapan.
Dengan dokumen yang berÂbeda itu, harga untuk pembeÂbasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar. Sejumlah pejabat di Kota BoÂgor satu persatu juga telah dipanggil untuk memberiÂkan keterangan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.
Tak hanya Kejati Jawa Barat saja, Komisi PemberÂantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung juga ikut mendalami perkara ini. NaÂmun, hingga kini, belum ada penambahan tersangka baru yang ditengarai adalah aktor utama dan dalang mark up.
Ditempat terpisah, gugatan perdata yang dilakukan Tim Advokasi Bogor Bersih (TABB) dengan cara Citizen Law Suit Kota Bogor terhadap Walikota Bogor, Bima Arya dan Ketua DPRD Kota Bogor, Untung Maryono pada bulan lalu di Pengadilan Negeri (PN) BoÂgor kembali mundur karena para tergugat tidak hadir kemÂbali didalam sidang mediasi Rabu (08/06/2016) kemarin.
Kuasa Hukum Penggugat, Munatsir Mustaman menÂgatakan, sidang mediasi kembali gagal digelar kemaÂrin dikarenakan para terguÂgat yakni Bima Arya dan UnÂtung Maryono kembali tidak hadir didalam persidangan.
“Tadi perwakilan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sudah hadir yakni Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), akan tetapi tetap sidang mediasi akan dimundur lagi karena tidak hadirnya tergugat walauÂpun sudah diwakilkan keÂpada TAPD,†ujarnya kepada BOGOR TODAY kemarin.
Ia juga menambahkan belum mengetahui sampai kapan sidang mediasi akan digelar kembali. “Sejauh ini belum diberitahukan lagi oleh Pihak Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor sampai kaÂpan persidangan mediasi ini dimundur lagi,†tambahnya. (Abdul Kadir Basalamah)
Bagi Halaman