BOGOR, TODAY—Sekretaris MahÂkamah Agung (MA) Nurhadi AbÂdurachman memang licin seperti belut. Ia kembali batal diperiksa oleh penyidik Komisi PemberanÂtasan Korupsi (KPK). Alasannya, Nurhadi tengah mengikuti rapat di Bogor. Padahal, pemeriksaan ini merupakan yang keempat dalam kasus dugaan suap terkait penanÂganan perkara di Pengadilan NegÂeri Jakarta Pusat.
“Stafnya datang mengantar suÂrat pemberitahuan bahwa NurhaÂdi tidak bisa datang,†kata Juru Bicara KPK Yuyuk Andriati saat
dikonfirmasi, Jumat (10/6/2016).
Sedianya, Nurhadi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka perantara suap Dody Ariyanto Supeno. Yuyuk menjelaskan, Nurhadi absen dari pemeriksaan dengan alasan pekerjaan. “Karena sedang ada rapat di Bogor,†ujar Yuyuk.
KPK menyatakan pemeriksaan terhaÂdap Nurhadi untuk menggali informasi soal dugaan adanya pihak penerima suap selain Panitera/Sekretaris PN Jakpus Edy NasuÂtion. Penyidik menduga Nurhadi mengeÂtahui informasi terkait uang yang diterima melalui perantara Dody Ariyanto Supeno dalam beberapa kali pemberian dan tidak hanya diserahkan kepada satu penerima.
Dalam perjalanannya, KPK juga telah dua kali memanggil empat Brimob yang merupakan ajudan Nurhadi. Mereka adalah Brigadir Ari Kuswanto, Brigadir Dwianto BuÂdiawan, Brigadir Fauzi Hadi Nugrono, dan lpda Andi Yulianto.
Namun, keempatnya mangkir tanpa keterangan. KPK lantas memastikan akan menghadirkan empat polisi tersebut secara paksa. Sebab, penyidik menduga mereka mengetahui secara pasti hubungan dan kegÂiatan yang terjadi antara Dody Ariyanto dan Nurhadi terkait perkara ini.
Untuk menghadirkan empat polisi itu, KPK pun meminta bantuan kepada Polri. Alih-alih membantu pemeriksaan terhadap keempatnya, belakangan Polri mengungkap bahwa ajudan Nurhadi itu sedang dalam penugasan di Poso.
Polri juga meminta penyidik KPK memeriksa ajudan Nurhadi di Poso. Selain itu, KPK juga tengah mencari sopir Nurhadi bernama Royani. Diduga ada campur tanÂgan Nurhadi dalam persembunyian Royani yang juga bekas pegawai MA.
Nurhadi sendiri telah diminta KPK untuk dicegah berpergian ke luar negeri dalam kuÂrun waktu enam bulan ke depan. Tak hanya itu, kantornya di MA dan kediamannya telah digeledah KPK. Dari penggeledahan itu, ditemukan uang sebesar Rp1,7 miliar dengan pecahan yang berbeda.
Dalam perkara ini KPK sudah menetapÂkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap pendaftaran PK di PN Jakarta Pusat. Mereka yakni Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat, Edy Nasution dan Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga, Doddy Ariyanto Supeno.
Suap tersebut diduga diberikan terkait pengamanan perkara di PN Jakarta Pusat. Edy diduga dijanjikan uang hingga Rp500 juta. Pada saat ditangkap, KPK menemukan uang Rp50 juta yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menÂemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp100 juta.
Mengarah Status Tersangka
Meski demikian, belum ada peningkaÂtan status terhadap Nurhadi. Namun, bukan berarti kasus ini tak berkembang. Sebab, KPK masih mengumpulkan sejumlah hal. Terutama fakta-fakta dan saksi-saksi
“Masih (ada) beberapa keterangan lagi sambil nanti menunggu diekspose (gelar perkaÂra),†kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Selain itu, KPK sendiri sudah menyÂita uang sebanyak Rp 1,7 miliar. Uang itu ditemukan di rumah Nurhadi dalam benÂtuk berbagai mata uang asing. Rinciannya USD 37.603 (sekitar Rp 496.923.850), SGD 85.800 (Rp 837.281.425), 170 ribu yen JeÂpang (Rp 20.244.675), 7.501 riyal Arab Saudi (Rp 26.433.600), 1.355 euro (Rp 19.912.550), dan Rp 354.300.000.
Belum diketahui pasti, uang itu terkait perkara atau memang merupakan bagian dari harta kekayaan yang dimiliki Nurhadi. Namun, omong-omong soal harta kekayÂaannya, Nurhadi selaku pejabat negara terakhir kali menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK pada 2012 silam. Sampai sekarang, Nurhadi tak pernah memperbaruinya.
Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andrati mengatakan, KPK sejatinya sudah pernah mengirim surat ke Nurhadi pada Juni 2015 terkait dengan kewajibannya untuk menyampaikan LHKPN.
(Yuska Apitya Aji)
Bagi Halaman