82635_620BISNIS rokok tampaknya tak dapat dihentikan oleh pemerintah meskipun banyaknya aturan dan hukuman yang diberlakukan bagi yang kedapatan merokok tetapi tetap saja rokok itu menjadi bagian hidupnya manusia. Banyaknya pendapat tentang rokok bagi yang pencinta rokok mengaburkan persepsi buruk akan rokok. Ada yang mengatakan jika tidak merokok maka tak pula bisa berpikir jernih, ada juga yang mngatakan lebih baik tak makan daripada tak merokok. Ini sebuah pernyataan yang keliru dari hati seseorang untuk tetap melindungi perilaku buruknya terhadap rokok.

Oleh: BAHAGIA, SP., MSC. SEDANG S3 IPB
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan IPB

Sama pula halnya dengan imbauan pemerintah yang melarang daerahnya untuk tak boleh ada asap rokok padahal diri sendiri juga pelakunya. Satu sisi pajak dari rokok juga masuk ke anggaran negara. Ini hal yang sangat tak pantas. Satu sisi kita melarang rokok satu sisi kita juga menerima uang dari hasil rokok itu sendiri untuk mebiayai bangsa kita. Pernyataan diatas sama halnya pula dengan peringatan merokok dapat membunuhmu.

Artinya slogan yang menakutkan tetapi satu sisi masyarakat juga ditipu dengan iklan yang baik-baik tentang rokok. Iklan alam yang indah dan petualangan seseorang dalam hal-hal tertentu dialam bebas kerap kali men­jadi bagian sebelum iklan rokok bera­khir hingga hilanglah persepsi tentang rokok itu buruk. Penipuan itupun tak pula sampai disitu, masyarakat juga telah tertipu dan sama pula artinya menzalimi bulan puasa. Tak layak tentunya jika iklan rokok menjelaskan selamat berpuasa.

Kata-kata ini membuktikan bahwa tak mungkin keburukan dicampur dengan kebaikan. Tak mungkin per­nah menyatu. Justru iklan masyarakat yang seperti ini sangat sedikit tak wa­jar. Rokok yang jelas merusak kese­hatan manusia tetapi mengapa justru menyuruh untuk berbuat baik hingga seolah-olah memberikan semangat kepada seseorang agar meningkatkan nilai Iman pada bulan puasa. Padahal dengan merokok saja sama artinya su­dah menzalimi diri sendiri sehingga tak pantas kita katakan jika kita beri­man pada saat rokok masih ditangan sebagai konsumsi seseorang dalam kesehariannya.

Seharusnya tak ada makna yang tersembunyi disebalik kebaikan na­mun menyimpan sejuta kebohongan. Iklan yang baik harusnya informatif, maksudanya memberikan informani yang benar. Tidak pula berlebihan se­hingga tak pula sama dengan kenyata­annya. Iklan juga harus mendidik, artinya produk yang ditawarkan den­gan iklannya harus sama. Bukan iklan­nya alam tetapi ditujukan kepada ses­eorang yang merokok. Aneh tentunya jika kita mendaki alam tetapi kita sam­bil merokok. Tidak ada kesesuaian.

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Akal bulus semacam ini mengaki­batkan banyak masyarakat kita yang tertipu dengan baiknya iklan rokok hingga tak sadar iklan itu menipu mereka sehingga peringatan rokok dapat membunuhmu tak lagi dihi­raukan. Tak bisa dipungkiri bahwa pengaruh iklan sangat besar hingga banyak pelanggan rokok yang tertipu apalagi ditambah pula dengan tokoh-tokoh tertentu yang dijadikan model dalam pencitraan rokok pada saat menayangkan iklan-iklan petualan alam, bak seperti seseorang petual­angan yang ingin mencapai tujuan hidup yang lebih berarti.

Tak mungkin hal itu bisa tercapai jika kita tak sehat jasmani dan sehat mental. Tentu hal yang harus dipu­puk harus memberikan penyuluhan kepada warga yang terlanjur terbawa iklan. Masahnyapun tak pula sampai disitu karena pemerintah tampak sulitnya menutup Rokok karena se­bagian besar dari petani kita juga ter­masuk petani rokok. Salah memang persepsi tentang ini. Jika kita tanam tumbuhannya kemudian menghasil­kan tembakau dan tembakau menjadi rokok selanjutkan merusak kesehatan manusia.

Jalur perdagangan yang jelas tak baik sebab makanan itu harus kita makan makanan yang baik. Pada saat jualan kita itu dapat merusak kes­ehatan orang lain maka tergolonglah pendapatan kita itu termasuk pendapatan yang tak bermutu sebab proses mendapatkannya yang tak ses­uai dengan aturan agama. Tampaknya kita tak mau dikatakan begitu tetapi kita juga tak mau dikatakan menjadi manusia yang tak beriman dengan mengkonsumsi dan menanam tem­bakau.

Artinya menanam tembakau tak ada masalahnya. Justru menanam itu termasuk ibadah dan sedekah manu­sia terhadap alam, justru yang salah hasilnya dijadikan untuk keperluan yang tak baik. Pemerintah dalam hal ini harus menumbuhkan industri kreatif yang dapat menampung hasil panen tembakau para rakyat untuk kemudian diolah menjadi tambahan kosmetik, dijadikan sebagai obat-obatan kedokteran.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Dua industri itu saja jika dibangun justru dapat menampung banyaknya hasil dari petani tembakau hingga pet­ani tembakau tak pula harus berpin­dah profesi. Ternyata pemerintahpun tak mau membuat industri kreatif ini, justru yang dilakukan membuat ma­nusia semakin sakit sebab belum jelas larangan untuk berdirinya pabrik rokok. Disini tampak bahwa kita be­lum kreatif untuk membangun dan memanfaatkan semua sumberdaya hayati kita hingga teruslah tembakau hanya bahan baku rokok saja.

Disamping itu jika pemerintah serius untuk menutup pabrik rokok maka dari hulu hingga hilir harus di­pertimbanakan. Pada hulunya mem­bertimbangkan dan mencari alterna­tif bagi petani tembakau untuk hasil tembakaunya. Sedangkan pada hil­irnya memirkian keluaran produk lain selaian tembakau seperti kosmetik sebab jika tembakau bisa digunakan untuk kosmetik tentu berapa banyak pula yang bisa dipergnakan untuk itu setiap tahunnya.

Bahkan yang sakit saja terus se­makin banyak pada banga kita hingga pastinya membutuhkan obat-batan bius atau bahan untuk obat penenang pada peraktek kedokteran dan rumah sakit. Potensi ini saja jika kita mau ambil peluangnya maka tak mungkin rokok hanya diisap untuk membakar paru-paru dan boros uang. Sedang­kan pada level konsumen pemerintah harus tegas menghukum siapa saja yang berani merokok dengan alasan bahwa dirinya tak bisa menjaga dirin­ya dengan baik.

Artinya ada hak pada diri atas ke­sehatan yang layak, meskipun pelaku­nya diri sendiri tetapi bukan berarti bebas hukuman sebab telah merusak bagian dari diri sendiri. Ini sebuah penzaliman yang harus dihukum be­rat. Mungkin ada baiknya bagi yang merokok harus pula dipenjara, diberi­kan denda, atau diberikan efek jera. Banyak contoh perokok yang rusak kesehatannya dan mempersaksikan diri bahwa kerongkongannya sampai muncul lubang kecil dan bahkan ada sebagian lagi yang suaranya tak pula dapat lagi kita dengar tetapi tetap saja membela rokok itu setengah mati. Tentu banyaknya yang merokok ben­tuk salah satu kerusakan iman manu­sia pada saat ini hingga makin banyak kemunculan perilaku yang menzalimi dirinya sendiri. (*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================