JAKARTA, TODAY—Harga minyak mentah kembali jatuh pada awal perdagangan Senin (13/6/2016) menyusul meningkatnya kekhaÂwatiran pelaku pasar terhadap perekonomian Asia dan apresiasi nilai tukar dolar AS.
Harga minyak mentah jenis Brent turun 65 sen atau 1,29 persen menjadi USD49,89 per barel dari posisi terakhirnya pekan lalu. SeÂmentara harga minyak mentah AS jenis West Texas Intermediate (WTI) turun 78 sen atau 1,5 persen menjadi USD48,29 per barel.
Mulai pulihnya nilai tukar USD, pasÂca menguat sekitar 1,3 persen dari poÂsisi terendahnya pada Juni ini, juga tuÂrut melemahkan harga minyak. Tren
penguatan USD dipengaruhi oleh meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar terhadap prospek ekonomi Asia, terutama China, sehingga menyeret mayoritas mata uang regional.
Hal ini membuat impor minÂyak diperdagangkan dalam deÂnominasi USD menjadi lebih maÂhal. Alhasil permintaan minyak berpotensi terpukul dan semakin membebani harganya. Prospek gelap pertumbuhan ekonomi Asia ini membuat banyak spekuÂlan minyak melakukan aksi jual, setelah mengambil keuntunÂgan besar sejak awal tahun ini. Pada Januari 2016, harga minyak menyentuh level terendahnya dalam satu dekade terakhir dan merangkak perlahan hingga kemÂbali menembus USD50 per barel, sebelum kembali terkoreksi pada pembukaan perdagangan kemaÂrin.
Sebelumnya, Menteri KeuanÂgan Bambang P.S. Brodjonegoro optimistis harga minyak mentah akan bertahan di atas USD35 per barel hingga akhir tahun ini. MuÂlai berkurangnya pasokan minÂyak dari negara-negara eksportir emas hitam menjadi pertimbanÂgan pemerintah untuk mereÂvisi target harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang dipatok USD50 per barel di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Hitung-hitung Subsidi Solar
Sementara, Pemerintah juga telah berencana mengurangi subÂsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dari Rp 1.000/liter menjadi Rp 350/liter dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2016, yang saat ini tengah dibahas bersama DPR. Apa dasar perhitunganÂnya? Mengapa dipotong Rp 650/liter, bukan lebih besar atau lebih kecil dari angka tersebut?
Menteri ESDM, Sudirman Said, menjelaskan dasar perhiÂtungannya adalah, pemangkasan subsidi solar Rp 650/liter tidak akan membuat harga solar subÂsidi langsung naik. Saat ini harga solar subsidi Rp 5.150/liter.
Tingkat harga tersebut masih dapat dipertahankan, karena harÂga keekonomian solar masih terÂtutup. Apalagi PT Pertamina (PerÂsero) masih menyimpan surplus dari hasil penjualan solar subsidi. Surplus tersebut bisa menjadi bantalan untuk menahan kenaiÂkan harga. “Yang menghitung Menteri Keuangan, kalau kalkuÂlasi awal angka itu diambil suÂpaya secara harga kita masih bisa pertahankan di harga yang sama dalam bulan-bulan ke depan,†kata Sudirman, Senin (13/6/2016).
Sudirman menambahkan, pemangkasan subsidi BBM meruÂpakan kebijakan pemerintah yang bertujuan membuat angÂgaran lebih tepat sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan maÂsyarakat.
Daripada uang triliunan ruÂpiah dihabiskan untuk subsidi solar, menurut Sudirman, lebih baik dipakai untuk membangun waduk, listrik, dan infrastruktur, terutama di daerah-daerah terÂtinggal. “Ini sekaligus secara berÂtahap menuntaskan subsidi dari sektor yang konsumtif ke produkÂtif,†ucapnya.
Tetapi pemangkasan subsidi BBM menjadi Rp 350/liter ini maÂsih baru usulan dari pemerintah, masih harus dibahas bersama DPR dalam penyusunan APBN-P 2016. “Itu baru usulan, belum diputuskan,†tandasnya.
(Yuska Apitya/dtk)
Bagi Halaman