Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono menilai, putusan MA memotong hukuman Swie Teng menjadi lebih rendah, mungkin saja benar. Mungkin Swie Teng berhasil meyakinkan MA soal novumnya, atau mung­kin memang terjadi kekhilafan hakim di tingkat sebelumnya. Hanya saja putusan tersebut lebih diteliti lagi apakah sudah memenuhi kerangka hukum atau tidak. “Putusan ini perlu dicek ricek juga dengan teliti apakah sudah sesuai kerangka hukum PK atau tidak,” ujar Supriyadi.

Menurut Supriyadi, sebagai upaya hukum luar biasa maka PK tidak boleh sembarang diberikan karena ada syarat-syarat yang ketat. Semakin banyak putusan PK yang dikabulkan MA sebet­ulnya menunjukkan ada banyak putusan yang keliru, khilaf atau salah. Sehingga perlu diteliti leb­ih mendalam lagi terkait putusan MA tersebut.

BACA JUGA :  Tak Terima Pacar Diganggu, Pemuda di Lampung Tengah Tusuk Remaja hingga Tewas

Supriyadi menyarankan, KPK perlu melakukan penelusuran terhadap putusan MA tersebut apakah ada unsur suap atau ti­dak. Apalagi putusan tersebut separuh dari vonis hakim diting­kat pengadilan Tipikor. “Disadap dulu aja, bukti mungkin belum ada untuk menyusuri dugaan suap itu,” ujar Supriyadi.

Libatkan Timur Manurung

Seperti diketahui MA men­gorting hukuman Swie Teng menjadi 2,5 tahun separuh dari vonis 5 tahun yang diputuskan Pengadilan Tipikor Jakarta. Pu­tusan hukuman ringan itu ber­dasarkan putusan Nomor 1 PK/Pid.Sus/2016 diketok oleh majelis yang terdiri, Agung Syarifuddin sebagai ketua, serta Andi Sam­san Nganro dan Syamsul Rakan Chaniago masing-masing sebagai hakim anggota.

Kasus yang menjerat Swie Teng ini juga sempat menyeret nama Timur Manurung. Pada 13 Januari 2015 atau saat kasus ini masuk penyidikan di KPK, Timur yang saat itu menjabat Ketua Ka­mar Pengawasan MA sempat di­periksa penyidik. Ternyata, Swie Teng pernah bertemu dengan Timur Manurung saat kasus itu bergulir.

BACA JUGA :  Resep Membuat Sup Kimlo Kulit Tahu untuk Menu Makan Malam yang Lezat dan Segar

Perkara dugaan rasuah itu mencuat setelah penyidik KPK menangkap tangan pihak swasta sekaligus kurir suap, FX Yohan Yap dan Rachmat Yasin yang saat itu menjabat Bupati Bogor. Penyi­dik kemudian menangkap Swie Teng selaku Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri (PT BJA) dan bos Sentul City. Pemberian suap itu terkait izin pembebasan lahan proyek Sentul City seluas 2.754,85 hektar. Saat kasus itu dalam proses penyidikan, Swie Teng pernah memerintahkan anak buahnya untuk menghilan­gkan bukti terkait proyek terse­but.(*)

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================