Meskipun demikian, IndoneÂsia masih memiliki kesempatan untuk mengungguli Thailand seiÂring dengan keunggulan yang Indonesia miliki seperti sumber daya alam yang melimpah, hasil perkebunan, serta perikanan. “Kita tinggal pilih mana dulu yang sudah siap dan kita akan jadi jaÂgoan di situ. Pasarnya dimana lalu kebijakan yang diperlukan apa. Jadi semua by matrix,†unÂgkap dia.
Dalam pemberlakuan MaÂsyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) saat ini, Industri dalam negeri dituntut untuk memiliki daya saÂing tinggi. Hal itu dilakukan untuk menghindarkan Indonesia hanya dijadikan pasar oleh negara tetÂangga.
Industri mamin merupakan salah satu industri unggulan dalam negeri. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada triwulan I 2016, pertumÂbuhan industri makanan dan minuman sebesar 7,55 persen atau lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 7,54 persen. Bahkan, kinerja industri makanan dan minuman tersebut melampaui pertumbuhan industri non miÂgas pada triwulan I 2016 sebesar 4,46 persen.
Dengan capaian tersebut, KeÂmenterian Perindustrian memÂproyeksikan industri makanan dan minuman sepanjang tahun ini bisa mengalami pertumbuÂhan antara 7,4 persen hingga 7,8 persen.
Terpisah, Asosiasi PengeÂlola Pusat Belanja Indonesia (APÂPBI) meminta pemerintah dan swasta segera mencairkan tunÂjangan hari raya (THR) kepada karyawannya. Langkah ini diÂharapkan bisa meningkatkan daya beli dan menggerakkan roda ekonomi nasional.
Ketua Umum APBI Handaka Santosa menyatakan, masa panen industri ritel nasional terjadi pada bulan Ramadan dan Lebaran. Panen kedua terjadi pada DesemÂber saat menjelang Natal dan taÂhun baru. â€Selama Januari hingga Desember, Lebaran menjadi moÂmen yang tepat untuk mendongÂkrak pertumbuhan ekonomi,†ujarnya, Selasa (14/6).
Karena tunjangan PNS dan pegawai swasta belum dicairÂkan, kenaikan omzet industri ritel belum begitu terasa. MenuÂrut Handaka, hal itu disebabkan rendahnya daya beli masyarakat. â€Masyarakat menahan belanja karena belum menerima THR. Ini berbahaya bagi perekonomian nasional,†katanya.
CEO SOGO tersebut menyeÂbutkan, sekitar 60 persen perÂtumbuhan ekonomi digerakkan faktor konsumsi domestik. Jika faktor konsumsi tidak digerakkan sejak sekarang, pihaknya khawatÂir perekonomian nasional tidak lekas pulih. â€Lebaran ini adalah waktu yang tepat untuk mengÂgerakkan konsumsi domestik,†ujarnya.
Dengan menggelontorkan tunjangan pada awal Ramadan, daya beli masyarakat akan meÂningkat. Diharapkan, tunjangan tersebut dapat dibelanjakan unÂtuk menggerakkan industri pakÂaian jadi, sepatu, makanan-minuÂman, furnitur, dan otomotif.
Meski penjualan ritel masih lesu, Handaka optimistis omzet akan meningkat pesat pada minÂggu kedua Ramadan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, omzet penjualan ritel melonjak 2–3 kali saat Ramadan. â€Mungkin tahun ini startnya telat. Tahun-tahun sebelumnya, kenaikan yang sigÂnifikan terasa pada awal puasa,†tuturnya.
Untuk mengantisipasi lonÂjakan permintaan, peritel meÂnyiapkan stok yang cukup sejak dua bulan lalu. Dengan begitu, tingginya permintaan bisa diÂpenuhi. (*)