BOGOR TODAY – Sidang lanju­tan kasus mark up lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan agenda pembacaan tanggapan eksepsi digelar kemarin. Alhasil antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Penasihat Hukum Terdakwa masih kuat pada pendiriannya ma­sing-masing terkait kewenangan pengadilan mana yang memeriksa perkara ini.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Bogor, Andhie Fajar Arianto menuturkan, pada persidangan lanjutan dengan agenda menang­gapi keberatan para terdakwa se­lesai pada pukul 16.00 WIB di PN Tipikor Bandung.

“Tentu kami menjawab dan memberikan tanggapan eksepsi dari terdakwa dan kami mohon kepada majelis hakim untuk tetap mengabulkan tanggapan eksepsi kamu yakni kasus ini masuk dalam ranah Tipikor,” ujar Andhie saat ditemui BOGOR TODAY kemarin.

Ia juga menambahkan, per­sidangan akan dilanjutkan pada Rabu (22/6) mendatang dengan agenda putusan sela dari Majelis Hakim. Putusan sela sendiri akan menentukan persidangan dilanjut­kan atau dihentikan. “Minggu de­pan agendanya putusan sela, disitu keputusannya bisa dilanjutkan atau tidak,” singkatnya.

Sementara itu, salah satu penas­ehat hukum dari terdakwa Hidayat Yudha Priatna tetap menyatakan keberatannya menanggapi tangga­pan pledoi yang dibacakan JPU.

“Kita merasa heran khususnya mengenai tanggapan eksepsi oleh JPU terkait masalah kewenangan mengadili, karena kewenangan mengadili yang kita maksud diper­masalahkan adalah kewenangan mengadili (Kompetensi Absolut) bukan mengenai kewenangan rela­tif,” paparnya.

BACA JUGA :  Buah dan Sayur Segar dan Tahan Lama dengan 5 Cara Menyimpan yang Baik dan Benar

Aprian melanjutkan, JPU menanggapi seolah-olah memper­masalahkan kewenangan relatif. Padahal, pihaknya sama sekali ti­dak mempermasalahkan kewenan­gan relatif tersebut.

“Ya kita merasa ini bukan Tipikor tapi lebih kemasalah admi­nistratif sehingga bukan peradilan tipikor yg mempunyai kewenan­gan. Yang berwenang berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 men­gadili dan memutuskan terkait ma­salah penyalahgunaan wewenang (administratif ) adalah PTUN,” te­gasnya.

Aprian juga merasa ada bersiku­kuh dari JPU terhadap dasar locus delicti di Bogor yang merupakan Yuridiksi PN Tipikor Bandung. “Kan agak gak nyambung, karena kita tidak mempermasalahkan locus delicti dan kewajiban PN Tipikor mana yang berwenang mengadili. Kita permasalahkan adalah peradilan TUN yang ber­wenang mengadili perkara ini,” tandasnya.

Sebelumnya para pengamat hukum di Kota Bogor juga men­gatakan bahwa dakwaan JPU Kejari Kota Bogor masih kurang kuat dan perlu menyiapkan dua alat bukti untuk memperkuat dakwaannya dalam sidang lanjutan nanti.

Seperti diketahui, kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya kejanggalan dalam pembelian lahan seluas 7.302 me­ter persegi milik Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014. Ternyata didalamnya telah terjadi transaksi jual beli tanah eks gara­pan seluas 1.450 meter persegi. Dari 26 dokumen tanah yang dis­erahkan Angkahong kepada Pem­kot Bogor ternyata kepemilikan­nya beragam, mulai dari SHM, AJB hingga tanah bekas garapan.

BACA JUGA :  Digadang Gantikan Bima Arya, Ini Sosok Hery Antasari Pj Wali Kota Bogor

Dengan dokumen yang berbeda itu, harga untuk pembebasan la­han Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar.

Saat ini, tiga orang terdakwa, yakni Hidayat Yudha Priatna (Ke­pala Dinas Koperasi dan UMKM), Ir­wan Gumelar (Camat Bogor Barat) dan Roni Nasrun Adnan (dari tim apraissal tanah) tengah menjalani persidangan.

Didalam surat dakwaan, ketiga nama disebut-sebut ikut terlibat dalam skandal korupsi ini oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni, Wa­likota Bogor, Bima Arya Sugiarto, Wakil Walikota Bogor, Usmar Hari­man dan Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat.

Berkas kasus korupsi ini juga su­dah masuk dan turut didalami oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tercium kuat adanya aktor intelektual dalam perkara ini. (Ab­dul Kadir Basalamah)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================